Friday, July 1, 2016

RAMADHAN.. KEPERGIANMU MEMBUATKU KEHILANGAN

“...Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan, kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu Rabbnya...” (HR. Muslim).

Assalamu’alaykum, Pembaca. Syukur alkhamdulillah, Allah masih memberikan kesempatan membuka mata hingga mendekati akhir ramadhan 1437H ini. Betapa bahagianya ya sebentar lagi bisa kembali pada rutinitas secara normal. Menikmati kembali segala makanan dan minum tanpa batasan apapun, terlebih makanan yang biasanya melimpah pascaramadhan. Menikmati nyenyaknya tidur tanpa harus bangun pagi-pagi benar untuk menjadi bagian garda terdepan jamaah shubuh. Menikmati dan memaksimalkan aktivitas malam hari tanpa terganggu +8 atau +20 yang benar menghabiskan waktu dan nyatanya melelahkan, tidak seperti makna santai sesungguhnya. Dan masih banyak lagi kenikmatan tiada tara ketika sebuah pintu dibuka dan pintu yang lain ditutup, benar begitu kan?? :)

Pembaca yang terhormat, senyatanya tidak sebahagia atau senikmat itu. Cuplikan hadits diatas menunjukkan salah satu kebahagiaan yang justru tidak akan kita dapatkan secara normal selepas ramadhan, bila tidak berbekal usaha yang begitu kuat.

Yang hilang itu, kebahagiaan saat berbuka puasa. Kebahagiaan yang tidak diketahui orang lain, hanya kita dan Allah yang tahu. Orang lain hanya bisa melihat semangat kita ke masjid, antri ta’jil, menyegerakan berbuka, dan sejenisnya. Namun kembali, itu hanya sebagian yang nampak. Dan kini #RamadhanAkanPergi.

Yang hilang itu, bernama kebersamaan. Kebersamaan saat berbuka puasa “buber” dengan keluarga, rekan-rekan, bahkan orang yang tidak kita kenal sekalipun. Kebersamaan berkumpul yang insyaaAllah, dan semoga diniatkan dengan benar, untuk silaturrakhim. Bukankah silaturrakhim bisa “memperpanjang” kesempatan kita untuk berbuat baik? Dan kini #RamadhanAkanPergi.

Yang hilang itu, bernama kesetaraan. Baik kita kaya atau berkecukupan, bos atau pegawai, pejabat atau rakyat jelata, kaum intelektual atau kaum awam, we’re all the same. Apapun kondisinya, kita sama-sama merasakan namanya dahaga luar biasa, lapar tiada tara, nyesaknya menahan segala sesuatu yang halal lagi baik untuk kita nikmati. Orang yang hanya bisa makan 1x sehari bila mampu, hingga yang biasa makan 3x sehari bila tidak kurang. 1 bulan yang mana membuat kita sama-sama “merasa” senasib seperjuangan, saling menguatkan dan menahan diri dari godaan makanan yang nikmat. Dan kini #RamadhanAkanPergi.

Yang hilang itu, bernama sahur. Bukan sahurnya, namun sunnah Rasulullah. Pahala sunnah yang hanya didapatkan untuk orang-orang yang sahur sebelum puasa. Dan kini #RamadhanAkanPergi.

Yang hilang itu, somekind like menyegerakan berbuka. Bukan secepat-cepatnya menghabiskan seluruh sajian ifthar, namun sunnah Rasulullah. Menyegerakan berbuka dengan kurma dan air bening juga sunnah. Sunnah lagi. Dan kini #RamadhanAkanPergi.

Yang hilang itu, bernama santai dan berjumlah +8 atau +20. Shalat tarawih, yang semakin menambah keberkahan karena telah mengisi malam yang biasanya waktu untuk istirahat, waktu untuk keluarga, waktu untuk belajar, namun diisi dengan ibadah yang sunnah juga. Lagi-lagi sunnah. Dan kini #RamadhanAkanPergi.

Yang hilang itu, bernama respect of time. Bangun pagi benar, bisa. Sahur mendekati shubuh, bisa. Shalat Shubuh jamaah, bisa. Beraktivitas, masuk kerja, masuk sekolah, tetap tepat waktu, bisa. Shalat dhuhur, ashr, maghrib, berjamaah dan tepat waktu, bisa. Berbuka puasa tepat waktu tet saat adzan, bisa. Shalat isya dan tarawih tepat waktu, bisa. Tetap tilawah dan beraktivitas malam sampai tidur lalu bangun shalat malam tepat waktu, bisa. Apakah setelah “ngoyo” atau berupaya seperti itu lalu kita kelelahan? Jatuh sakit? Tidak pula. Sebuah kondisi time management yang kondusif dan bukti nyata bahwa kita mampu tepat waktu. Bukan sehari dua hari, namun 1 bulan. Dan kini #RamadhanAkanPergi.

Yang hilang itu, bernama saudara-pejuang-pemakmur masjid. Merasakan penuhnya jadwal piknik ke taman-taman surga dari pagi sampai malam. Melihat penuhnya masjid diawal ramadhan, sebanyak itulah saudara kita. Melihat depan, belakang, kanan, kiri, sudut-sudut ruang, baik yang melingkar atau berjajar, sama-sama tilawah Al-Qur’an, menjaga pintu-pintu masjid terbuka dan lampu-lapun masjid tetap menyala sampai larut malam. Sunnah, so pasti, namun dilain sisi lagi-lagi suatu kondisi yang kondusif, kondisi yang “hidup”, kondisi yang diidam-idamkan oleh masjid manapun. Dan kini #RamadhanAkanPergi.

Yang hilang itu, bernama lailatul qadr. 1 malam saja, bernilai lebih baik dari 1000 bulan. Disaat malam-malam lain hanya membuat kita galau karena single, menatap takjub langit yang mendung, maupun menatap kosong langit indah penuh bintang, 1 malam ini benar-benar menggerakkan kegalauan dan tatapan palsu itu menjadi lantunan kalamullah sembari berdo’a memohon ampunan atas segala jenis dosa yang telah melangit ini. 1 malam tak terduga yang mampu menggerakkan semangat taqwallah minimal dalam 10 hari terakhir ini. Dan kini #RamadhanAkanPergi.

Yang hilang itu, double-triple-quadruple-infinity exp. Gamer setia pasti tahu exp (experience) berguna untuk naik level. Namun kita orang biasa cukup paham dengan pahala. Saat  1 kebaikan dilipatgandakan 10x atau 700x atau lebih dari itu, disaat yang sama sunnah dinilai wajib, yang wajib dilipatgandakan sekian kali yang wajib. Matematika Allah memang beda. Namun cukup menyadarkan betapa pahala benar-benar ready stock dalam jumlah tak terbatas dan siap kita raup sebanyak mungkin, setiap hari, setiap waktu, every where. Dan kini #RamadhanAkanPergi.

Pembaca yang terhormat, penulis yakin sebenarnya masih banyak hal yang akan hilang ketika bulan ramadhan ini usai. Dan, “...kenikmatan tiada tara ketika sebuah pintu dibuka dan pintu yang lain ditutup...”, ketika pintu-pintu neraka dibuka selebar-lebarnya, syaithan tidak lagi dibelenggu, apakah hati ini akan rindu ramadhan? Akankah diri ini tergerak untuk “melanjutkan” nafas-nafas ramadhan? Akankah diri ini mampu “menjaga” ramadhan sampai ramadhan berikutnya?.... Apakah kita yakin masih diperkenankan Allah bertemu dengan ramadhan tahun depan hanya untuk mendapatkan kebahagian-kebahagian tersebut?....


Akhir kata, penulis mohon maaf atas segala hal yang tidak selayaknya ditulis, maafkan atas segala sindiran yang ada. Mohon maaf juga atas segala kesalahan pribadi penulis didunia nyata. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan oleh penulis. Wassalamu’alaykum, Pembaca.

No comments:

Post a Comment