Saturday, July 16, 2011

LOWONGAN : DICARI ORANG JUJUR

Satu kalimat penuh makna kutipan dari buku berjudul "Tuhan, Maaf, kami sedang sibuk" karya Ahmad Rifa'i Rif'an. Lowongan: Dicari orang jujur, kalimat tersebut tepat sekali menggambarkan keadaan sebenarnya masyarakat era modern sekarang. Yah, kejujuran menjadi hal yang sangat langka, bahkan lebih langka dari BBM yang kabarnya mulai habis dari bumi ini ataupun hewan2 langka yang makin terancam hidupnya. Begitu juga supply orang jujur yang kian hari stocknya juga kian berkurang. 

Tanpa kita sadari, majunya era ini, menjadi awal kemunduran mental manusia. Ketatnya pendidikan dan pekerjaan, ekonomi, strata sosial, hukum dkk lah salah banyak faktornya :) Alhasil manusia jaman sekarang memiliki semboyan yang wajib digunakan dalam keadaan darurat "HALALKAN SEGALA CARA". Disini, saatnya agama berkomentar dan bertindak.
                                      

PENDIDIKAN. Pembaca setia, persaingan sudah dimulai sejak dini. Pekerjaan menuntut pendidikan yang serba tinggi, serba mahal, serba segalanya jika mau pekerjaan yang laik dan satu lagi hal yang tak kalah penting "pokoknya bisa mapan, punya istri anak, rumah mewah, tambah mobil oke!". Pendidikan yang sewajarnya mendidik, bisa jadi merupakan lahan subur tumbuhnya ilalang ketidakjujuran. Banyak sekolah2 yang bisa dikatakan menyeleweng akan garis2 pendidikan dan agama.
Contoh umum oleh oknum sekolah adalah dengan melakukan pungutan liar yang mana maksud, tujuan maupun manfaat penarikan tersebut sangatlah tidak jelas, tidak bermanfaat, bahkan tak berguna bagi pelajar. Alhasil akibat ketidakjujuran ini banyak juga wali siswa yang menuntut pada sekolah tersebut namun pada kenyataannya hal itu tak kunjung ditanggapi positif. Seperti kasus di Surabaya, wali murid melaporkan kecurangan, namun malah dianggap merusak nama baik sekolah. Alhasil wali murid dan anaknya mendapat cemooh dari pihak sekolah bahkan dari wali murid lainnya. Nah, apakah kejujuran itu harus dipertanyakan kebenarannya???....
Contoh umum oleh pelajar saat ujian, para siswa yang umumnya tidak yakin akan kemampuannya, pasti akan ragu dengan jawabannya, alhasil mereka mencari kejelasan atau bisa dibilang menyontek jawaban teman lain. Begitu juga dengan mereka yang takut akan hasil pas2an atau hasil kurang, pasti akan melakukan hal yang sama. Mereka takut tidak mendapat nilai bagus, takut tidak mendapat ranking, yang mana itu semua menentukan tingkat pendidikan selanjutnya. Itu hal yang wajar namun kurang ajar :). Bila setiap siswa seperti itu, tak khayal bila ujian yang sewajarnya tenang, bisa menjadi tempat barter, tiada lain adalah saling tukar jawaban. Ini contoh hal kecil yang wajar dilakukan namun itu SALAH BESAR. Disini mereka telah mengambil hak yang bukan miliknya. Kasihan melihat siswa-siswi yang memang murni dan benar2 berusaha jujur dengan semuanya. Mereka yang terbawah tidak karena curang. Mereka yang terhina karena kebenaran mereka. Kami menuntut kejujuran!!!....
Hal ini berlanjut bahkan sampai jenjang pendidikan sebelum angkatan kerja. Yaa, untuk yang lanjut ke universitas. Banyak yang ingin mengenyam pendidikan di universitas ternama di Indonesia. Saat penerimaan mahasiswa baru, jika kita kritis, maka akan terlihat lagi satu kebobrokan sistem pendidikan kita. Yang mana juga terjadi kecurangan umumnya pada keadministrasian. Saat mendaftar, tak sedikit oknum yang curang, dengan menyogok atau memberi uang pelicin agar calon mahasiswa dapat masuk dengan mudah. Padahal andaikata tidak melakukannya, masih mungkin ada jalur lain yang lebih baik. Namun lagi, lagi, dan lagi, pun saat tes hal itu juga terulang. Mereka yang tidak lulus tes dengan mudahnya ‘meluluskan’ diri, umumnya bagi mereka yang beruang. Jika hal ini terjadi, beruntunglah mereka2 yang tidak begitu beruang, karena mereka tak akan melakukannya. Tapi sekali lagi, kapan dan dimanakah kita tak lagi menemukan ketidakjujuran ini???....


            PEKERJAAN. Selangkah lebih maju dari  pendidikan, selangkah lebih maju pula ketidakjujurannya. Dunia pekerjaan penuh persaingan, yang mana tak juga peduli satu sama lain, “cuek, gapeduli kalian sukses ehh bangkrut, apa adanya, yang penting diri sendiri sukses!!”. Mungkin ada beberapa orang yang berfikiran seperti ini, sampai2 juga mencoba berbuat yang tidak seharusnya. Pekerjaan yang rawan kejujuran adalah pekerjaan dimana rupiah bisa mengalir bebas pada suatu oknum, sebut saja bea cukai, perpajakan, perbankan dkk. Mereka2 yang berjiwa Gayus Tambunan, berhati Nazarudin, bernadi siapa lagi lahh buanyak contohnya yang melakukan penyelewengan. Kejujuran seperti lenyap termakan jaman. Sadarkah mereka2 memakan uang rakyat? Mengambil hak rakyat? Jelas2 di jelaskan pada Al-Qur’an bahwa kita dilarang keras mengambil hak orang yang membutuhkan!!!...
 Korupsi Kolusi Nepotisme sudah gencar2nya mencari anggota baru kayak NII aja dehh, bahkan pihak berwajib kewalahan menampung mereka2 itu. Akal bulus mereka tak henti kog, oknum polisi pun ada yang masih saja mau menerima gaji buta korupt2 tersebut. Tidak malu ya? Aparatur negara kok tunduk pada tahanan negara? Dimanakah kewibawaan anda? Tidak bermaksud menyinggung, namun kenyataan dan kejujuran yang sudah membeberkan contoh vitalnya ke publik. Kecil tidak jujur, dewasa juga tidak jujur, kita tunggu saja masa tuanya….


STRATA SOSIAL, EKONOMI & HUKUM. Ingat kasus nenek disidang setelah dilaporkan oleh pihak penggugat akibat beliaun mengambil buah yang jatuh dari pohonnya tanpa ijin pemilik?? Ingat kasus kakek yang didakwa hanya karena mencuri anak ayam?? Ingat kasus Prita Mulyasari yang didakwa karena pencemaran nama baik RS Omni?? Daaann ketidakjujuran juga beranak dibidang hukum, namun lebih tepat dibilang ketidakadilan. Yaa lihat saja 3 kasus diatas, mulai dari ibu Prita sampai kakek nenek pun didakwah hanya karena persoalan sepele. Dilihat dari strata sosialnya, mereka hanyalah orang2 biasa dengan pendidikan seadanya, bahkan mereka mungkin kurang tahu banyak seluk beluk hukum yang sebenarnya. Alhasil mereka dipermainkan hukum itu sendiri. Bagaimana mereka yang status ekonominya pas2an akan menyewa seorang pengacara yang konon katanya biayanya tak kalah mahal? Bahkan saksi yang dihadirkan tak kuasa membantah keputusan hakim ketua?? Sungguh malang mereka2 itu….
Jujur dari dulu saya memang tak mengerti hukum bahkan tak menyukai hukum karena ketidakadilannya itu. Kalau fikiran mereka bisa jujur, pasti perbuatan kecil itu tak akan diadili dengan pasal yang sangat membebani, karena bisa kita bandingkan mereka yang didakwa karena hal kecil, dengan mereka yang memang pantas didakwa karena hal kecil (ketidakjujuran) yang menjadi sangat besar, terhadap individu, kelompok, masyarakat bahkan negara. 


Pembaca, sebenarnya sungguh menyesal saya hidup di dunia yang tak adil dan tak jujur, lihatlah saat kejujuran dipertaruhkan demi segalanya. Mulai dari bangku pendidikan, pekerjaan, bermasyarakat dll. Padahal kejujuran itu enak, dengan jujur hidup tak akan ada perasaan tidak tenang akibat kejujuran kita. Dengan jujur kita mampu melatih diri kita memahami sesuatu dengan lebih tegas, lebih sesuai kenyataan dan tentunya lebih bermakna. Begitu juga kebalikannya, dengan ketidakjujuran kita senantiasa diliputi perasaan cemas, ragu dalam berbuat, khawatir akan ketidakjujuran kita, khawatir akan ketahuan semua tipu daya kita dll. Saya hanya ingin suatu saat tak ada lagi berita2 miring akibat kejujuran yang terkalahkan oleh manusia itu sendiri. Namun saya tak akan menyesal karena sesungguhnya keadilan dan kejujuran pasti, pasti dan pasti dapat dipertanggungjawabkan nantinya, kelak, di akhirat, saya yakin J

Semoga pembaca dan admin sendiri dapat mengambil hikmah dari sedikit post diatas, insyaAllah dengan KEJUJURAN yang terjaga, terjaga pula kita dari siksa Tuhan kelak, amin amin Allahuma amin 

No comments:

Post a Comment