Wednesday, November 2, 2011

RELATIFITAS HASIL BELAJAR PELAJAR TERPELAJAR


Bagi para pelajar, TK sederajat sampai kuliah, pernahkah anda mendapat nilai tugas, nilai ujian atau rapor yang kurang memuaskan (dibawah standar atau pas)? Tak bisa dimungkiri pun diragukan, pasti pernah. Pernahkah mendapat nilai yang memuaskan (lebih tinggi dari standar)? Alhamdulillah juga pernah (meskipun 1x yang penting pernah, hehehe). Nilai yang kurang memuaskan alamat 1. Dimarahi orang tua, 2. Dimarahi guru, 3. Marah pada diri sendiri. Kalau nilanya sangat memuaskan alamat 1. Dipuji orang tua, 2. Disegani guru, 3. Bangga pada diri sendiri. Nah, nilai baik maupun jelek itu juga menganut hukum relatifitas. Jadi faktor X apapun itu bisa menentukan hasilnya.

Pembaca, jika nilai kita kurang memuaskan, ada baiknya bila kita introspeksi diri kita lagi. Banyak hal yang perlu direview dan dibenahi. Misal bila kita mendapat nilai 50, hal yang bisa kita fikir kembali adalah:
1.      Nilai 50, maksimal 100, berarti tingkat belajar kita masih 50%
2.      50% sisanya kita buat apa?
3.      Melakukan hal baik lain atau hal yang useless, kurang bermanfaat?
4.      Bila hal baik, maka ada kemungkinan kita bisa lebih dari itu.
5.      Bila hal kurang bermanfaat, maka kita lebih pantas mendapatkan pas atau kurang dari itu.
6.      Bagaimana cara belajar kita? Cukup? Atau perlu ditingkatkan terus dan terus? Udah niat?
7.      Sudahkah kita imbangi dengan do’a? Ingatkah kita siapa yang memberi itu semua?
8.      Yang paling urgent, bagaimana proses mendapat nilai tersebut?

Memang masih banyak yang perlu dipertanyakan pada diri sendiri, nilai jelek tak selamanya jelek. Tak perlu berputus asa bila kurang memuaskan tak sesuai harapan.
Bagi yang merasa kurang, pertama, ada kata2 dari film2: “Pemain utama menang diakhir” bahasa inggrisnya “Lakon menang mburi”. Kalimat tersebut bisa dijadikan penyemangat J .

Kedua, ingat2, bagaimana cara belajar anda?. Mungkin saat di kelas kita tidak mendengarkan apa2 yang guru utarakan karena kita sibuk dengan hal lain, malas mencatat, tidur di kelas, keluar kelas ijin ke kamar kecil belok dulu ke kantin, dll. Mungkin waktu di rumah juga tidak kita pelajari hal2 yang kita pelajari di sekolah, mungkin juga karena tidak sempat belajar, tidak konsen belajar, atau bahkan penyakit paling parah stadium akut aka “MALAS”.

Bila dirasa cukup, next step, kita imbangi dengan do’a, bisa saya katakan harus bahkan wajib hukumnya bagi yang memang niat dan benar2 mau totalitas. Agama apapun itu, yang penting kita meminta bantuan pada Tuhan. Karena yang memberi nilai bukan guru, hehehe, tapi Tuhan. Tapi kalau nilai jelek jangan sekalipun menyalahkan Tuhan. Karena yang salah adalah kita sendiri. Dosanya 2x lho karena kita dengan bangganya menyalahkan Tuhan dan kita juga tidak mensyukuri pemberian Tuhan. Jadi, HATI-HATI!!!

Lanjut, keempat, yang paling penting. Bagaimana proses kita atau cara kita meraih nilai tersebut. Jujur? Tidak?... Niat? Tidak?... 2 bekal tak kalah penting dari hal2 sebelumnya. Saya ambil contoh saat ujian saja, apakah kita jujur? Alhamdulillah bila iya, astaghfirullah bila tidak. Mencontoh, melihat pekerjaan teman, copy paste, bertanya itu sama saja dengan yang biasa kita sebut ngrepek dan nyonto. Hal2 tersebut maknanya sama sebenarnya. Akan saya teruskan penjelasannya diakhir.



Nah, untuk yang merasa nilainya memuaskan, silahkan bilang alhamdulillah dan bersyukur namun juga harus tetap introspeksi. Saya ambil contoh ujian nilai sempurna 100. Seperti hal sebelumnya yang harus kita fikir ulang adalah:
1.      Nilai 100 itu apakah 100% hasil belajar, usaha dan hasil pemikiran kita?
2.      Apa kita memang pantas mendapat nilai itu?
3.      Coba evaluasi diri kita lagi melalui nilai ini
4.      Sudahkah kita berdo’a dan beribadah lainnya?
5.      Bagaimana proses kita mendapatkan nilai tersebut?

Banyak yang bangga bila mendapat hasil baik, padahal bisa saja itu bukan nikmat, melainkan cobaan. Cobaan bila mereka lupa bagaimana mereka mendapatkan itu semua. Tidak salah bila saya bilang terpelajar yang lupa diri. Apalagi bila dalam prosesnya sering melakukan hal-hal yang kurang baik tak sesuai aturan, maka perlu dipertanyakan lagi kemampuannya, keahliannya, kejujurannya. Apalagi dengan bangganya menunjukkan hasil terbaiknya, bukankah itu sombong?.... Terkadang juga mendapat hasil hampir sempurna, dan dia mengeluh ini itu seharusnya harus sempurna, bukankah ini namanya kufur nikmat?.... Dia mendapat hasil yang baik dengan cara yang buruk, membuat orang lain yang seharusnya memang laik mendapatkannya jadi tidak mendapatnya? Bukankah itu termasuk mengambil hak orang lain?....

Semuanya sama! nilai bagus tak selamanya bagus. Semua hal tak ada yang sempurna pun nilai yang sempurna masih memiliki banyak ketidaksempurnaan. Cari ketidaksempurnaan itu bila anda bisa. Bila tidak bisa, silakan minta orang lain mengevaluasi diri anda.



Jadi, banyak yang patut kita benahi, hukum relatifitas benar adanya, terbukti dalam segala bidang. Entah kita sadar atau tidak telah melakukan banyak hal baik itu berguna maupun itu tak berguna yang membuat kita berakar baru pada banyak hal lainnya.

Kesimpulan:

Pertama, pantaskah kita mendapatkan nilai baik atau jelek itu? Coba kita lihat, bila kita sudah belajar keras, tekun, rajin, banyak latihan soal2, mempelajari materi2 pengembangan maka 30% cara belajar yang baik telah kita lakukan. Jika belum seperti itu, coba buat koreksi.

Kedua, sudahkah kita berdo’a dan ikhtiar? Mari kita ingat2, bila kita sudah berdo’a dan banyak melakukan ibadah2 penunjang, mungkin bisa kita bilang bahwa kita sudah memenuhi 30% lagi usaha dibarengi dengan do’a. Insya Allah, apa yang diberikan memanglah pantas. Bila kita merasa kurang dalam hal ini, buat koreksi lagi, ubah pemikiranmu!

Kemudian, proses, sama seperti tadi, saat ujian, apakah itu hasil usaha, hasil fikiranmu sendiri ataukah hasil fikiran orang lain? Jujurkah kita saat itu? Apa mungkin kita melakukan hal yang tak patut kita lakukan? Mencontoh? Melihat pekerjaan teman?.... Ini ilmu kita, Tuhan telah memberikannya, jadi bila ilmu kita tidak kita gunakan dan malah menggunakan ilmu orang lain, sama saja kita kufur atas nikmat ilmu yang kita dapat. Yaaaa, alhamdulillah bila kita melakukan hal2 yang baik saja, maka 30% lagi dan lagi kita peroleh. Bila kita masih mencontoh, melihat buku, lirik kanan kiri depan belakang dan bawah, sebaiknya kita tidak perlu susah-susah sekolah mencari ilmu bawa tas berat2, bawa bekal ini itu, merepotkan orang tua saja dengan beban biaya yang harus mereka tanggung, maka kita SANGAT TIDAK PATUT untuk mendapatkan nilai sesempurna itu.

Yang 10% bisa kita katakan keberuntungan. Sebenarnya keberuntungan itu adalah usaha dan do’a yang berlebih. Maka jika ingin mendapatkan 10% terakhir, berusahalah lebih baik dari point pertama sampai ketiga J


Pembaca, jadilah pelajar yang baik, pelajar sebenar-benarnya pelajar, pelajar yang memang terpelajar, dan pelajar yang berlandaskan agama, apapun itu. Lakukan hal2 yang sesuai kaidah, sesuai aturan baik formal pendidikan maupun isyarah agama masing-masing. Saya yakin juga saya berharap bahwa generasi-generasi sekarang adalah generasi terpelajar yang agamis. Jadi, nilai jelek maupun nilai baik itu relatif, tergantung dari cara kita belajar, berusaha, berdo’a, ikhtiar dan keyakinan kita bahwa kita harus bisa, kita optimis bahwa kita mampu memperoleh itu semuanya dengan cara yang baik-baik saja. Akhir kalimat, terima kasih dan semoga bermanfaat.