Thursday, December 31, 2015

KIAN SADAR 31 DESEMBER

Assalamu’alaykum, Pembaca. Syukur alkhamdulillah atas segala nikmat yang diberikan Allah ta’ala hingga diperkenankan sampai pada akhir tahun 2015 Masehi. Penulis mengucapkan selamat hari jum’at, karena 1 Januari 2016 Masehi besok bertepatan pada hari jum’at, setuju?


Pembaca tercinta, tidak dimungkiri pergantian tahun baru ya begitu adanya. Tercium bau khas hura-hura, bau khas pesta tiada henti, bau khas panggung hiburan malam, bau khas campur baur dusel-duselan tak terbendung, bau khas bubuk pelangi yang ditembakkan keatas, dan bau khas yang lain yang mungkin unit K-9 milik polisi tidak sampai hati mengendusnya. Sebagai seorang muslim, tentu kita patut prihatin apabila nyatanya saudara-saudari kitalah yang tidak sampai hati diendus unit K-9. Tentu kita patut prihatin bila ternyata kerabat maupun keluarga kitalah yang tidak sampai hati diendus unit tersebut. Mungkin masih ada yang belum yakin akan makna dari itu semua.


Namun tidak sedikit kok muslim di Indonesia ini yang peduli sama hal begituan, silahkan browsing makna atribut yang biasa digunakan saat tahun baru. Silahkan browsing makna terompet. Silahkan browsing makna petasan/ kembang api. Silahkan browsing makna dentuman jam tanda pergantian tahun. Silahkan browsing sejarah pergantian tahun baru di Indonesia pun di dunia. Saudara-saudari kita merelakan harta, waktu, tenaga dan perasaannya untuk mengkaji dengan detail hingga menyajikannya secara lugas hal-hal yang memang benar adanya secara sejarah. Kini masyarakat kian sadar bukan, bagaimana menyadarkan saudara-saudarinya yang mungkin terbius bau khas pergantian tahun baru? Patut kita syukuri hal itu. Mungkin dulu kita seperti itu, lalu sadar atas ijin Allah, melalui saudara-saudari kita.


Pembaca, kini masyarakat kian sadar. Masyarakat semakin sadar betapa memanfaatkan waktu pergantian tahun begitu penting. Ya, to the point, silahkan browsing betapa banyak orang yang malam ini, ya malam ini, memanfaatkan waktunya untuk menghadiri majelis ilmu, kajian, tabligh akbar di masjid. Silahkan browsing bagaimana aparat negara sekelas PolRes mengadakan tabligh akbar. Silahkan browsing bagaimana mereka memasang spanduk berisi ajakan untuk memanfaatkan malam tahun baru yang identik dengan hura-hura, bising, mengotori lingkungan, menghabiskan uang, diganti dengan muhasabah bersama sekaligus bersedekah. Silahkan browsing bagaimana seorang walikota menginstruksikan pengurus masjid di kotanya untuk mengadakan doa bersama serentak ba’da shalat isya. Silahkan browsing bagaimana ormas menggencarkan shalawat bersama, doa bersama, dzikir bersama, muhasabah akhir tahun, tidak tanggung-tanggung langsung menghadirkan sekian banyaknya juru dakwah. Kini masyarakat kian sadar bukan, bagaimana secara bertahap namun totalitas berusaha membuat iklim baru saat pergantian tahun? Patut kita syukuri. Mungkin dulu lingkungan kita seperti itu, namun atas ijin Allah, lingkungan kita menjadi lebih kondusif atas usaha saudara-saudari kita.


Pembaca yang terhormat, penulis yakin trend pergantian tahun baru berikutnya akan menjadi semakin baik. Semakin banyak yang memanfaatkan waktunya dengan tepat. Semakin gencar amar ma’ruf nahi munkar, esspecially saat pergantian tahun baru. Ketika kita sudah tersadar, lingkungan semakin mendukung, pertanyaannya hanya satu, “Sudah siapkah diri ini?”. Ya, sudah siapkah diri ini mengambil posisi strategis dalam mengawal saudara-saudari kita yang lain? Sudah siapkah diri ini menjadi bagian dari pioneer lingkungan yang semakin kondusif? Sudah siapkah saudara-saudari kita terdahulu mengambil manfaatnya manakala kita mampu meneruskan perjuangannya?. Masihkah kita berdiam diri duduk di depan laptop (penulis juga sih hehe) dan sekedar berangan-angan semata? Masihkah kita tidak mau beranjak dari diri yang jahiliyah menuju diri yang terang benderang? Bukankah seorang muslim dinanti kebermanfaatannya? Bukankah seorang muslim sudah memiliki bekal yang rahmatan lil’alamin? Alangkah baiknya seorang muslim sadar bahwa dirinya muslim. Sadar akan tanggung jawab dan konsekuensinya, tidak hanya terhadap diri pribadi, namun terhadap saudara-saudarinya. Bukankah masuk surga enaknya rame-rame?



Penulis mohon maaf bila banyak teori semata, banyak bicara saja namun less action ever, no action. Mohon maaf atas tulisan yang kemungkinan menyinggung hati Pembaca. Semoga dapat diambil manfaatnya, meski hanya 1 kalimat yang membekas di hati. Semangat tahun baru, bersama menjadi pribadi muslim yang utuh, yang kaffah. Bersama, mengingatkan akan nahi munkar. Bersama, membudayakan hal-hal yang nyatanya bermanfaat. Bersama, meluruskan hal-hal yang nyatanya banyak mudharatnya. Wassalamu’alaykum.

Wednesday, July 22, 2015

SAYA ANAK, SAYA COBAAN.. SADARKAH SAYA ???

Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”, QS. Al-Anfaal: 28.

 Assalamu’alaykum, Pembaca, syukur alkhamdulillah kita telah dipertemukan dengan bulan Ramadhan, bulan yang penuh ampunan dari-Nya, semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita yang telah lalu. Dan kini, bulan Syawal serta 11 bulan kedepan, semoga kita tidak pernah berputus asa dari memohon ampunan atas dosa yang pasti kita lakukan kedepannya. Tak lupa penulis ucapkan selamat Hari Anak Nasional, 23 Juli, teruntuk kalian-kalian yang berstatus sebagai “anak”. Bukan hanya anak kecil maupun adik-adik kita namun juga kita yang secara fisik telah dewasa ataupun tua, karena sejatinya kita semua adalah anak dari ibu-bapak kita, benar?

Pembaca yang terhormat, secara tekstual terjemahan dari ayat Al-Qur’an di atas menunjukkan bahwa “anak” sesungguhnya merupakan cobaan bagi kedua orang tua kita, atau bahkan cobaan bagi keluarga kita, masyarakat, juga bangsa ini. Teruntuk anak-anak termasuk diri penulis pribadi, sadarkah bahwa diri kita berstatus “cobaan”? Apakah hadirnya kita membawa dampak positif atau justru sebaliknya? Apakah yang kita perbuat menunjukkan betapa terdidiknya kita atau justru sebaliknya? Apakah diri kita menjadi salah satu jalan bagi orang lain terutama keluarga kita untuk mendapatkan kenikmatan tiada duanya atau justru siksaan tiada henti di akhirat kelak? Bila sudah sadar bahwa kita, sebagai anak, adalah “cobaan” yang nyata bagi keluarga kita, tentunya kita harus berusaha mengerahkan dan mengarahkan setiap langkah dan semangat kita kepada hal-hal yang berdampak positif untuk kehidupan akhirat kelak yang insyaaAllah akan berdampak positif pula pada kehidupan kita di dunia, setuju?

Anak-anak yang terhormat, hehehe, sikap, sifat, dan keseharianlah yang biasanya dinilai orang lain sebagai bentukan dari lingkungan tak terkecuali keluarga kita. Tentunya kita harus bersikap, bersifat, dan melakukan hal-hal yang baik saja dalam koridor islam dengan syarat dan ketentuan bahwa tanpa ada niat untuk pamer terhadap hal-hal yang kita lakukan.

Anak yang #SadarCobaan, sadar bahwa kehadirannya berbanding lurus dengan bertambahnya pengeluaran keluarga. Ingatlah bahwa kita menjadi sebesar ini, mengenyam pendidikan setinggi ini, tidak lain tidak bukan adalah hasil jerih payah keluarga kita. Keluarga membiayai sekolah kita, jangan sampai kita justru tidak mensyukurinya dengan 1001 cara, sebut saja nongkrong tanpa arah, shopping barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, mentraktir rekan-rekan hanya agar dipandang dermawan nan supel, tidak menggunakannya untuk membeli buku penunjang sekolah, apalagi sampai jatuh pada gemerlap dunia game online yang menduakan waktu hidupmu ataupun jatuh pada nikmatnya dunia rokok-merokok yang menggadaikan nyawamu serta rekanmu. Bukan tidak mungkin kelak keluarga harus mempertanggungjawabkan untuk apa hartanya dipakai? Bagaimana bisa digunakan oleh anak untuk hal yang tidak bermanfaat? Bagaimana peran keluarga dalam mendidik anak tentang darimana harta, dibelanjakan untuk apa, digunakan untuk apa saja?

Anak yang #SadarCobaan lebih memilih mengelola uangnya untuk membeli perlatan penunjang pendidikan, membeli buku pelengkap khasanah keilmuan islam kita, sengaja menyisihkan sebagian untuk didonasikan atau disedekahkan rutin, syukur-syukur sengaja menyisihkan sebagian untuk bekal masa depan. Dan alangkah hebatnya seseorang bila sebagian lagi dimanfaatkan untuk merintis usaha kecil-kecilan sebagai langkah nyata menuju anak yang #MandiriFinasial dengan harapan mencoba mengurangi pengeluaran keluarga.

Anak yang #SadarCobaan, sadar bahwa identitas islam harusnya sudah mendarah daging tidak hanya yang tertera pada KTP. Salah satunya adalah penampilan, laki-laki maupun perempuan, sudahkan menjaga “kehormatan” kita dengan pakaian taqwa? Dengan pakaian yang sesuai syariat islam? Seorang muslimah tidak perlu lagi bingung bilamana dihadapkan dengan berbagai mode pakaian, mulai dari atas hingga bawah yang serba ketat seketat jajanan tradisional lepet, atau yang hijabnya masih menerawang indah mahkota dibaliknya, atau model hijab yang aduhai serumit jalanan dipemukiman padat penduduk, model rainbow roll cake yang warna-warni digulung muter-muter kesana kemari, hingga model yang terinspirasi dari eksotisnya bentuk candi, tumpeng, dan punuk unta, atau model hijab sederhana beraksesoriskan kiloan perhiasan mulai dari pernak-pernik, batu permata nan mulia, hingga batu akik.

Anak yang #SadarCobaan, bilamana seorang muslimah, sudah pasti say yes to hijab syar’i, tidak ada namanya mahkota dikibas-kibaskan kesana kemari. Hijab terpilih sudah pasti yang kerudung yang sederhana, tidak dimodel yang aduhai, tidak menerawang alias warna gelap dan agak tebal atau berlapis, dipadu dengan busana longgar yang tidak membentuk lekuk tubuh dari atas hingga bawah, dan jauh lebih cantik dan pantas mengenakan rok, tampil rapi sebagai muslimah seutuhnya. Muslimah yang #SadarCobaan, sadar bahwa diri yang tidak berhijab sesuai syariat bisa menjadi salah satu jalan mulus bagi keluarga untuk gagal mencium bau surga yang sebenarnya bisa tercium dari jarak yang cukup jauh, naudzubillah.

Anak yang #SadarCobaan, sadar bahwa lisan adalah harimau, lisan adalah pisau, lisan adalah salah satu hal yang mendapat prioritas urgent untuk dijaga. Bukan hal langka lagi seorang anak kecil sudah fasih mengumpat ini itu dengan kecepatan 1 umpatan perdetik, atau seorang anak yang terlalu banyak bercanda tertawa saling hina dengan rekannya, atau seorang anak yang tidak ragu untuk ceplas ceplos ini itu tanpa dipikir dahulu dengan siapa dia berceplas-ceplos ria. Bukan tidak mungkin kelak keluarga harus mempertanggungjawabkan bagaimana mendidik lisan anak yang seharusnya bisa terjaga dari pembicaraan tidak bermanfaat, seharusnya bisa digunakan untuk mengedepankan berpikir sebelum berbicara/bertindak, seharusnya bisa jauh lebih banyak mengingat Allah ta’ala, namun pada kenyataan berkata sebaliknya.

Anak yang #SadarCobaan, sadar bahwa lisan sebaiknya diam daripada berbicara hal yang tidak perlu. Lisan sebaiknya dikontrol dari perkataan yang menyayat hati terutama dalam candaan tak bermutu maupun saat amarah menginvasi diri. Lisan sepantasnya banyak mengingat Allah ta’ala dengan banyak bersyukur dan beristighfar. Syukur alkhamdulillah bila lisan ini lebih senang tilawah Al-Qur’an daripada tilawah komik, novel-novel gak jelas sumber galau, atau tilawah ramalan berdasarkan bintang, golongan darah, cara duduk, nomor sepatu, nomor telepon, atau apalah itu. Syukur alkhamdulillah bila lisan ini lebih senang muraja’ah Al-Qur’an daripada berlelah-lelah muraja’ah keburukan dan aib rekan alias nggosip. Syukur alkhamdulillah bila lisan ini kelak menjadi jalan bagi keluarga kita untuk memperoleh persembahan tiada duanya, penghargaan super spesial berupa jubah dan mahkota dari cahaya, dari para hafidz-hafidzah yang tidak lain adalah anaknya, ya, anaknya! Allahumma aamiin.

Dan seorang anak yang #SadarCobaan, sadar akan peringatan “hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”, QS. At-Tahrim: 6.

Seorang anak yang #SadarCobaan tidak akan pernah absen mengambil bagian dalam hal mendo’akan diri beserta keluarga agar Allah ta’ala senantiasa menaungi keluarganya dalam ketaatan dan niat yang benar, agar keluarganya senantiasa dimudahkan untuk mengingat Allah dalam kondisi lapang maupun susah, agar keluarga diberikan rizki yang halal lagi thayyib, serta berdo’a agar kelak dihindarkan dari Neraka yang menyala-nyala dan bersama-sama dipertemukan di dalam Surga-Nya, Allahumma aamiin.


Akhirnya, penulis memohon maaf atas perkataan yang kurang berkenan, pujian dalam bentuk apapun tidak ada apa-apanya melainkan hanya cobaan yang kian menambah list cobaan bagi penulis maupun Pembaca sendiri, namun kritik sekecil apapun itu yang membangun insyaaAllah akan bernilai. Masih banyak hal baik lainnya yang bisa kita usahakan sebagai seorang anak yang sadar bahwa dirinya adalah cobaan. Yuk sesama anak-anak kita sama-sama memperbaiki diri, mempelajari islam secara kaffah serta berusaha menerapkannya, terutama saling mengingatkan dan berlomba dalam kebaikan. Wassalamu’alaykum, Anak-anak. (mw)

Friday, May 1, 2015

SEMANGAT HARI PENDIDIKAN: KARENA KITA MENGAKU PEDULI

Assalamu’alaykum, Pembaca. Alkhamdulillah, semoga selalu terucap dari mulut dan hati yang dikaruniakan Allah ta’ala kepada kita. Kalau Allah tidak meridhoi sepersekian tetes ilmu-Nya mendarah daging pada mulut dan hati ini, mungkinkah rasa syukur ini bisa kita rasakan? Pembaca yang terhormat, tak lupa penulis ucapkan selamat hari libur bagi mereka yang sadar hari ini tanggal merah dan selamat Hari Pendidikan Nasional bagi mereka yang sadar hari ini tanggal 2 Mei, hehe.

Meski bertepatan dengan long weekend, harinya bersantai, harinya berlibur ke destinasi favorit kita, semoga tidak mengurangi semangat Hari Pendidikan ini dalam setiap waktu kita. Karena sejatinya menuntut ilmu itu mulai dari kita dilahirkan sampai masuk liang lahat kembali pada Sang Pemilik dan Pemberi Ilmu-ilmu kita selama singgah di dunia.

Pembaca yang dirahmati Allah ta’ala, berbicara masalah pendidikan tentu kita tidak akan lupa dengan pemberitaan beberapa anak kecil sudah terbiasa merokok oleh karena teman mainnnya sekaliber perokok, kan? Atau pelajar yang melakukan adegan asusila pada rekannya oleh karena menonton tayangan tak bermoral? Atau pelajar yang awalnya terpaksa namun akhirnya menikmati asupan rutin tembakau oleh karena gengsi atau takut dikata gak gaul oleh teman ngopinya?

Atau mereka yang merayakan kelulusan dengan foya-foya dan pesta pakaian dalam oleh karena trend? Atau mereka yang kecanduan game online sampai lupa sekolah, lupa makan, bahkan lupa rumah, oleh karena ajakan rekan dekatnya? Atau yang asyik nih seorang bocah SD tewas setelah dikeroyok rekan-rekannya oleh karena meniru tontonan televisi yang tak layak? Sungguh, inilah potret kisi kristal dari Zamrud Khatulistiwa. #PedulikahKita

Media pun ramai memberitakannya seakan hal yang lumrah terjadi di sudut manapun dari Indonesia. Pun siapa sangka bisa jadi pemberitaan semacam itu justru menjadi senjata makan tuan, satu sisi menginformasikan untuk waspada di lain sisi melakukan hal tersebut sudah biasa dan bisa dimaklumi adanya. Sungguh, dalamnya laut kita tahu namun apa yang ada di dalam hati (pikiran) orang lain, kita tak tahu. #PedulikahKita

Pembaca tercinta, sudah sejauh mana rasa peduli kita terhadap generasi penerus Indonesia ini? Ada yang peduli dengan turut berduka, turut merasa miris, dan prihatin terhadap hal-hal tersebut, itukah kita? Ada yang peduli dengan langsung terjun melakukan edukasi pascakejadian itu terjadi pada masyarakat, itukah kita? Ada yang peduli dengan melakukan berbagai gerakan penyelamatan dengan hastag #SaveIndonesia dan aksi nyata habis-habis, itukah kita? Yuuuk kita apresiasi mereka yang mengusahakan hal-hal tersebut, inilah potret terang kisi Zamrud Khatulistiwa tercinta.

#PedulikahKita dengan generasi penerus Indonesia? Jawabannya adalah seberapa kita peduli dengan pribadi kita ini. Ya, bila kita peduli dengan nasib generasi penerus maka kita akan bersikap bagaimana seharusnya kita bersikap sebagai seorang negarawan yang visioner. Bukan karena yang dahulu, namun karena kita yang sekarang!

Kita mau generasi mendatang bukanlah generasi penyakitan kanker paru maupun kantong kering? Apakah kita masih berinteraksi dan berteman akrab dengan rokok? Masihkah kita menyisihkan sebagian harta kita untuk pabrik rokok? Masihkah kita gengsi dan sungkan kalau kumpul dengan teman lalu tidak membawa lintingan tembakau plus pematiknya? Masih adakah anggota keluarga kita yang merokok? Apakah kita masih saja tenang dengan semerbak asap rokok yang kita hirup, yang dihirup oleh adik-adik kita, oleh anak-anak kita? Karena mereka melihat, mereka meniru.

Sebagai gantinya, yuuuk latih diri ini, adik, anak, bahkan kerabat kita untuk memanfaatkan uang dengan benar dan tepat guna. Ajak untuk menyisihkan uang jajannya bukan untuk jajanan yang lain, namun untuk sedekah ataupun infaq. Dan wajib kita bimbing, kita contohkan, serta kita beritahu berbagai manfaat sedekah atau infaq yang kita atau orang lain rasakan dan yang akan kita perloleh kelak.

Kita mau generasi mendatang bukanlah generasi pegiat asusila? Apakah kita masih suka menonton tayangan yang memperlihatkan aurat? Sudahkah kita mengganti channel televisi kesayangan keluarga manakala ada adegan seronok di dalamnya? Apakah mata “liar” kita masih belum cukup terkontrol?

Yuuuk kita kontrol hawa nafsu kita dengan melatih diri untuk menjaga pandangan, tertunduk malu bila berpapasan dengan mereka yang mengalihkan dunia kita, melatih mata supaya tidak jelalatan “liar” memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan pakaian, lebih-lebih kita latih kita dengan berpuasa. Puasa tak hanya soal makan, minum, dan nafsu belaka, namun juga seluruh sikap kita. Pun kita jaga pakaian kita untuk selalu menutup aurat dengan sempurna, tidak memakai pakaian ketat, tidak memakai wewangian khas malam sabtu kliwon, dan tak lupa kita ingatkan dan ajak adik, anak, kerabat, rekan-rekan kita siapapun itu.

Kita mau generasi mendatang bukanlah generasi yang “Game Yes, Prestasi No”? Apakah kita masih menjadi member tetap game online tertentu? Kita masih rela menghabiskan beasiswa orang tua atau bahkan beasiswa negara untuk mengurus “char/hero” (karakter kita dalam game) membelikannya ini itu supaya bagus dan “wah” di mata gamer lain? Masih suka menghasut rekan kita yang hendak belajar untuk nemanin main game? Sudahkah kita mendahulukan susahnya perjuangan dalam belajar dibandingkan mudahnya bermain game? Lupakah kita dengan kalimat bijak “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”?

Yuuuk jangan lupakan pesan orang tua kita, mereka ingin kita belajar, bukan bermain-main! Karena mereka tahu dunia akan semakin kejam bagi siapapun yang tak berilmu. Kurangi bermain yang tidak jelas manfaatnya, sebagai gantinya manfaatkan waktu luang dengan membaca, menulis, melatih softskill kita untuk masa depan, syukur-syukur kegiatan kita bernilai ibadah insyaaAllah masa depan kita terjamin baiknya. Ajak teman kita untuk duduk bersama dan diskusi masalah sekolah, perkuliahan, masalah yang update di masyarakat, dan sebagainya. Sungguh dunia memang melenakan, benar Pembaca?

Kita mau generasi mendatang bukanlah generasi penghancur Zamrud Khatulistiwa? Yuuuk mulai introspeksi diri, muhasabah selalu diri yang sudah dijamin tak luput dari salah dan dosa sekecil mungkin. Apa yang kita lakukan, itulah yang akan ditiru sebagian orang. Apa yang kita lakukan, itulah yang dilihat dan akan dicontoh oleh adik, anak, kerabat, dan rekan-rekan kita. Apa yang kita usahakan, itulah yang akan dilanjutkan oleh orang lain. Semangat dakwah bil hal, dakwah dengan perbuatan nyata inilah yang kini dinanti.


Kita harus senantiasa menimba ilmu-ilmu titipan Allah ta’ala, meski kita sadar tak akan bisa menimba seluruhnya. Dan alangkah baiknya kita menyampaikan ilmu tersebut pada orang lain, bukankah sebaik-baik manusia adalah yang belajar dan mengajarkan? Tentunya belajar dan mengajar dalam hal kebaikan yang haq serta senantiasa menjaga diri dari kebathilan/ keburukan yang sudah jelas adanya, karena #KitaPeduli, #PembacaPeduli, dan #PenulisPeduli. Penulis mohon maaf atas segala hal yang kurang berkenan, segala bentuk masukan dan kritikan pedas akan siap diterima, karena penulis tak lebih baik dari Pembaca, wassalamu’alaykum. (mw)

Saturday, April 25, 2015

BULAN RAJAB, "MENANAM", DAN "BIBIT UNGGUL"

Assalamu’alaykum Pembaca, syukur alkhamdulillah selalu kepada Allah ta’ala yang selalu melimpahkan nikmat sehat, waktu, islam, dan iman. Syukur alkhamdulillah sebentar lagi kita dipertemukan dengan bulan yang super spesial. Hayooocount down to Ramadhan sudah H-berapa detik nih? Detik?? Iya detik, semoga setiap detik yang telah terlalui, bertambah pula kebahagiaan kita menyambut bulan Ramadhan, dan kita selalu berdo’a supaya dipertemukan dengan bulan ini, allahumma aamiin.


Oh ya, tak lupa saya ucapkan selamat memasuki bulan “menanam”! Menanam apa nih? Padi? Gandum? Sayur? Buah? Yups, bagi Pembaca yang punya usaha pertanian maupun perkebunan. Nah yang gak punya? Tenaaang tidak perlu iri, punya usaha tersebut maupun tidak, insyaaAllah Pembaca termasuk penulis tetap bisa “menanam”. Ya! selamat datang di bulan Rajab! suatu bulan yang diistilahkan sebagai bulannya “menanam”, sebelum nantinya masuk bulan “menyiram” dan bulan “memanen”.. if you know what I mean :)


So apa sih yang kita “tanam” di bulan Rajab ini? Sudah tentu “bibit”nya. Bibit kebaikan, bibitamar ma’ruf, bibit nahi munkar. Plus gak perlu tanggung-tanggung, tanam langsung bibit kualitas super alias bibit unggul, insyaaAllah hasilnya pun nomor wahid!


Pembaca,di bulan inilah kita mulai dengan sebenar dan sebaik-baik niat “menanam” halbaik yang diperintahkan Allah ta’ala dan hal yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad.


Kalau bulan Ramadhan sudah wajib kita berpuasa. Nah pada bulan Rajab ini ayo deh bersama-sama kita membiasakan puasa sunnah. Minimal puasa ayyamul bidh nih, pada tanggal 13, 14, 15 setiap bulan pada penanggalan Hijriyah yaaa bukan Masehi lho. Hanya 3x dalam 1 bulan lho, gak pingin? Nanti nyesel lho, hehe insyaaAllah dimudahkan, ciyus deh.


Atau kita berpuasa senin dan kamis, nih 2x dalam 1 pekan atau sekitar 8x dalam 1 bulan, asyik nih upgrade dari yang 3x.


Naaah kalau sudah siap nih ayo coba puasa sunnah yang utama, ya puasa Daud. Sehari berpuasa, sehari tidak, bisa dihitung tuh dapat berapa hari kalau lancar jaya. Hehe jujur nih penulis pribadi belum pernah mencoba puasa Daud. Tapiii alangkah baiknya kalau mulai detik ini mulai kita niatkan bahwa kita akan bisa puasa seperti puasanya Nabi Daud. Alangkah lebih baiknya lagi kalau kita tanam bibit unggulnya.


Bibit Unggul puasa? Pembaca yang dirahmati Allah ta’ala, kalau bibit biasa, puasa kita adalah puasa menahan lapar, dahaga, dan nafsu biologis saja, iya saja! Jadi yang kita rasakan tentunya hanya lapar, haus, dan itu tuh.


Naaah kalau versi bibit unggul, puasa kita adalah puasa menahan lapar, dahaga, nafsu biologis, dan plus plus. Plus menahan pandangan kita dari pandangan liar,menjaga sikap dan perilaku kita di depan orang lain.


Lhaaa ada lagi versi bibit super nih, syukur-syukur saat puasa justru kita menyenangkan orang lain, banyak membantu, banyak bersedekah tenaga, sedekah ilmu, sedekah waktu untuk hal yang jauh lebih bermanfaat. Perbanyak baca Al-Qur’an, perbanyak belajar ilmu-ilmu yang kita minati, kurangi bermain-main, kurangi berfoya-foya menghamburkan uang, tenaga, bahkan waktu.


Dan yang paling penting adalah betapa kita ikhlas berpuasa hanya mencari ridho Allahta’ala saja, iya saja! Bukan puasa karena kita ikut-ikut teman, bukan puasa karena kita sungkan tidak puasa sendiri, bukan puasa karena ingin hemat uang bulanan, apalagi puasa karena ingin diet ?!? Plis yo.


Yuuuk, Pembaca sekalian, yuk kita bersama saling mengingatkan dan kerjasama “menanam” salah satu macam bibit unggul atau bahkan bibit super, hehe masih satu nih. Kalau kita bisa menanam lebih dari satu macam bibit, why not? Pasti hasil “panen”nya jauh lebih banyak dan variatif.


Yuk kita mulai sadar dan segera mencari “bibit-bibit” lain yang, yang jelas tidak bakal tersedia di toko bibit kesayangan Anda maupun kebun bibit di daerah Pembaca sekalian. Yuk niatkan hal ini bukan sebagai latihan puasa, namun lebih sebagai ibadah sekaligus kita hidupkan sunnah Rasulullah Muhammad sedari dini, karena kita umatnya! Karena kita penerus perjuangan Beliau! HamasahSyemangats Kakaaaak :)


Karena sunnah itu bukan yang dilakukan berpahala dan ketika tidak dilakukan tidak apa-apa, namun sunnah adalah pelengkap dan penunjang ibadah wajib kita. Emang situ sudah merasa pantas dan yakin ibadah situ gak bermasalah blas? Apalagi puasa, Allah ta’alalangsung lho yang membalas amal ibadah spesial yang satu ini, kagak mau nih? Hehe.


Mohon maaf atas pemilihan kata atau diksi yang kurang berkenan maupun konten yang kurang berkenan untuk dibaca. Kritik dan saran yang membangun selalu dinanti, karena penulis tidak lebih baik dari Pembaca. Terima kasih, jazakumullahWassalamu’alaykum, Pembaca tercinta. (mw)

Saturday, February 14, 2015

14 FEBRUARI.. CINTA MEREKA, CINTA RASULULLAH, CINTAKU, CINTAMU

Assalamu’alaykum, Pembaca tercinta. Syukur alkhamdulillah kepada Allah ta’ala atas segala nikmat islam, iman, ilmu, sehat, waktu, dan syukur alkhamdulillah atas segala cobaan yang silih berganti. Begitulah kiranya bentuk cinta Allah ta’ala kepada hamba-Nya. Dan alkhamdulillah hari ini bertepatan tanggal 14 Februari dalam penanggalan masehi oleh karena itu ijinkan saya dari lubuk hati terdalam mengucapkan “Selamat Hari Sabtu, Pembaca tercinta!”.

Pembaca yang terhormat, 14 Februari merupakan tanggal yang tidak asing bagi mereka-mereka khususnya para remaja, muda-mudi yang sedang mencari jati diri. Sebuah peringatan bertajuk cinta dan kasih sayang, “Valentine Day” atau seringkali diartikan “Hari Kasih Sayang” yaaa meskipun kalau lihat kamus atau buka google translate, “Valentine” artinya bukan kasih sayang. Nah, apa sih Valentine Day itu? Mengapa diperingati khususnya oleh muda-mudi? Siapa yang boleh memperingati? Apa kata mereka tentang peringatan ini?

Pembaca yang terhormat, silahkan tanya google dan cari dengan keyword “Valentine Day” pasti dia bisa jawab dengan berbagai versi kisah terkait Valentine. So pasti penulis tidak akan membahasnya.

Bukan rahasia lagi kini pegiat anti-Hari Valentine mem-blow up berbagai penyimpangan terkini dalam peringatan ini seperti remaja yang kian “liar” dalam memaknai cinta, maraknya “(ber)hubungan” diluar nikah atas dasar suka sama suka, hingga pembelian sesuatu dengan bonus k***** khusus pada tanggal ini. Inilah bentuk cinta antimainstream mereka yang begitu kritis dan ingin menyampaikan betapa menakutkannya cinta bila keluar dari relnya #Anjlok.

Ada pula yang mem-blow up anjuran untuk menikah sebagai jalan utama mengatasi masalah perzinaan yang kian meremaja. Ketika coklat dan bunga diberikan dengan nafsu belaka, saatnya buku nikah dan mahar diberikan dengan penuh tanggung jawab kepada Allah, mertua, dan pasangan sah #AsliSoSwit. Itulah bentuk cinta mereka yang ingin generasi penerus Indonesia tidak jatuh (lagi, lagi, dan terus) kedalam jurang perzinaan.

Ada juga kelompok yang mem-blow up aksi Gerakan Menutup Aurat #GEMAR dengan agenda bagi-bagi hijab sebagai counter-isu pada umumnya dan sebagai bentuk ajakan untuk kembali kepada syari’at islam, ajakan untuk taat kepada Allah ta’ala dengan mengenakan jilbab, kerudung, dan sejenisnya khusus untuk kaum hawa. Pun kaum adam juga harus menutup aurat, mungkin bisa bagi-bagi sarung.

Perlu (dan harus) kita apresiasi perjuangan saudara-saudari kita yang mengupayakan perbaikan diri dan perbaikan bangsa Indonesia dengan mengedepankan syari’at agama yang rahmatan lil’alamin, bukan dengan mengedepankan budaya dan kebiasaan yang jelas-jelas banyak mudharatnya. Itu cerita cinta mereka yang peduli dengan bangsa Indonesia.

Pembaca yang dirahmati Allah, berbicara cinta tentulah Rasulullah Muhammad menjadi teladan dan bukti suksesnya cinta yang tidak keluar dari relnya. Sebagai umat islam, penulis percaya bahwa Pembaca sekalian tidak lagi awam dengan kisah saat Rasulullah dengan sabar dan istiqomah menyuapi seorang yang buta dan selalu menghina beliau. Dan orang buta tadi masuk islam ketika tahu bahwa yang biasa menyuapinya adalah Rasulullah.

Rasanya juga tidak awam dengan kisah seorang badui yang buang air di dalam masjid dan hendak dimarahi oleh sahabat. Namun dengan bijak Rasulullah membiarkan badui tersebut dan meminta sahabat untuk membersihkan bekasnya hanya karena badui tersebut belum tahu adabnya.

Kita juga tidak asing dengan kisah saat Rasulullah selalu dihina dan dilempari sesuatu yang menjijikkan oleh seseorang. Manakala orang tersebut sakit Rasulullah menanyakan keberadaannya dan dengan senang hati ingin membesuk/ menjenguk sembari membawa roti untuk orang tersebut. Orang tersebut menangis lalu menyatakan masuk islam ketika tahu bahwa Rasulullah lah orang yang pertama menjenguknya.

Dan satu lagi kisah saat Rasulullah diakhir usianya, siapa yang beliau ingat? Putri beliau? Istri beliau? Sahabat beliau? Tentu kita tahu beliau berkata yang artinya “umatku, umatku, umatku”. Pembaca, betapa cinta Rasulullah begitu besar kepada umatnya, bahkan diakhir usianya beliau ingat pada kita! Cinta semacam itu tidak lain tidak bukan, pasti didasari bukan karena suka sama suka, namun karena cinta hanya kepada Allah ta’ala. Cinta inilah yang tidak keluar dari relnya. Begitulah cerita cinta ala Rasulullah terhadap umatnya.

Pembaca sekalian, 14 Februari adalah hari biasa sebagaimana hari lainnya. Namun tidak ada salahnya bila hari ini kita melakukan hal yang lebih baik dibandingkan tanggal 13 Februari kemarin. Berhubung hari sabtu, kita bisa berkumpul dengan keluarga dan melakukan hal yang disukai. Saat mereka diluar sana bertukar coklat, bersama keluarga kita bertukar cerita, sharing masalah sekolah/ perkuliahan, sharing masalah pekerjaan, atau sekedar bincang-bincang hangat sekaligus mempererat kekeluargaan.

Atau disaat mereka sedang deg-deg-an membaca surat cinta dari “pasangan” mereka, kita dengan tenang dan kalem membaca Al-Qur’an dan memperbanyak dzikir ataupun membaca buku-buku yang bermanfaat.

Saat mereka nun dekat disebelah saling memberi hadiah kepada “pasangan”nya, kita dengan hati yang ikhlas memberi sedekah dan infaq kepada yang membutuhkan atau bahkan memberi hadiah kepada saudara-saudari kita.

 Disaat mereka saling mengucap “I love yu”, “Aku suka kamu”, “Gue naksir loe”, “Aku tresna kowe (kowe = anak monyek dalam bahasa jawa)” atau cipika-cipiki saat bertemu, kita senantiasa mengucap “Assalamu’alaykum” sembari berjabat tangan saat bertemu saudara kita (kalau saudari cukup salam deh ya, hehe). Dan masih banyak hal baik yang bisa kita lakukan syukur-syukur tanggal 15 Februari besok lebih baik dari tanggal 14 Februari. Ini cerita cintaku, mana cerita cintamu??


Pembaca yang terhormat, penulis memohon maaf bila ada perbedaan pemikiran bahkan pendapat dari penulis yang kurang berkenan. Kritik dan saran yang membangun selalu ditunggu, itulah bukti cinta dan kasih sayang Pembaca. Karena penulis tidak lebih baik dari Pembaca. Yuk sama-sama memperbaiki diri dan berwasiat dalam hal kebaikan. Wassalamu’alaykum, Pembaca tercinta. (mw)

Tuesday, January 13, 2015

AL-QUR'AN DI TANGAN KITA.. IBARAT TUMPUKAN KITAB, TONGKAT, ATAU MU'JIZAT


Assalamu’alaykum, syukur alkhamdulillah semoga selalu terucap dari mulut dan hati yang tiada hari tanpa melakukan dosa. Alkhamdulillah atas segala nikmat super spesial yaitu islam dan iman yang diberikan Allah Ta’ala. Lebih-lebih bersyukur atas ilmu yang Allah titipkan kepada kita sehingga kita dengan ikhlas mau mengucap suatu kata yang insyaaAllah akan menambah nikmat yang diberikan oleh-Nya. Perlu kita sadari, ilmu yang dititipkan oleh Allah kepada kita ibarat setetes air di lautan dan lautan tersebut ternyata tidak cukup bila dijadikan tinta untuk menuliskan seluruh ilmu Allah.

Pembaca yang terhormat, ilmu yang dititipkan Allah kepada kita secara nyata tertuang dalam mu’jizat Rasulullah Muhammad, yaitu Al-Qur’an. Sebagai umat islam, ibarat guidebook wajib yang memandu hidup kita berkualitas di dunia dan insyaaAllah selamat di akhirat kelak. Guidebook sudah pasti berisi hal standar, pengenalan, perakitan atau perawatan, peringatan, masalah, beserta solusinya.

Namun ibarat guidebook, adakalanya dibaca terlebih dahulu karena ingin tahu segalanya secara detail dan menyeluruh, adakalanya dibaca sebagai buku biasa atau hanya ketika benar-benar di butuhkan, dan adakalanya guidebook tersebut masih terbungkus rapi tidak tersentuh sedikitpun meskipun kita tahu. Begitu juga Al-Qur’an. Kalau kata salah satu guru saya, Al-Qur’an di tangan umat islam itu ada 3 kondisi.

Pertama, tidak tersentuh sedikitpun meskipun kita tahu. Yuk buka Al-Qur’an, surat Al Jumu’ah ayat 5, dijelaskan disitu ibarat tumpukan kitab yang dipikul seekor keledai. Keledai tahu bahwa dipunggungnya ada barang tapi dia tidak tahu untuk apa barang tersebut, bahkan mungkin tidak tahu untuk apa dia harus susah payah membawa barang tersebut. Lebih asyik merumput atau melepas dahaga di sungai. Kita punya Al-Qur’an, diletakkan di rak, sudah selesai. Tidak sempat ditengok pun tidak terlintas pula dibenak untuk sekali saja mendapatkan 10 kebaikan dari 1 huruf dalam Al-Qur’an.

Kedua, dibaca sebagai buku biasa atau ketika butuh saja. Yuk buka Al-Qur’an lagi, surat Thaahaa ayat 18, dijelaskan ibarat tongkat milik Nabi Musa sebelum menjadi mu’jizat beliau. Sebatas tongkat pada umumnya untuk membantu berjalan dan bertumpu, sebagai alat mengambil dedaunan untuk hewan ternak, dan sebagainya. Al-Qur’an dibaca saja, salah maupun benar pengucapannya, mengerti maupun tidak terkait terjemahan dan asbabun nuzulnya, tidak begitu peduli. Tidak begitu mementingkan hikmah tersembunyi dibalik setiap kisah sejarah, perumpamaan, peringatan, dan sebagainya.

Ketiga, ingin tahu lengkap hingga detailnya. Yuk buka lagi dan lagi Al-Qur’an surat Asy Syu’araa’ ayat 63, dijelaskan ibarat tongkat Nabi Musa yang telah menjadi mu’jizat membelah lautan sebagai jalan keluar untuk kaumnya dari kejaran Fir’aun dan kawan-kawan. Al-Qur’an dianggap sebagai sebuah mu’jizat. Apapun masalahnya solusinya ada, apapun yang tercantum kebenarannya terjamin, apapun yang tertulis disitu dilindungi dan langsung dijamin oleh Allah Ta’ala. Ada penyakit belum ditemukan obatnya? Ada di Al-Qur’an. Mau cari solusi masalah perekonomian negara? Ada di Al-Qur’an. Mau mengetahui strategi perang dan pertahanan? Ada banyak sejarahnya di Al-Qur’an. Mau apa lagi hayooo? Tidak kunjung dapat jodoh? Pasti sudah tahu jawabannya.

Kita juga lebih percaya fenomena alam sebagai kuasa Allah bukan sebagai hal mistis. Kita lebih semangat meneliti hal berdasar Al-Qur’an daripada penelitian yang tidak jelas tujuannya. Semangat membaca, menghafal, mentadabburi, mengamalkan, dan mengajarkan, bahkan itu semua menandingi kesibukan kita sehari-hari.

Pembaca yang dirahmati Allah, dari ketiga kondisi tersebut, kita sudah bisa tahu seberapa dekat dan seberapa besar kecintaan kita pada Al-Qur’an. Oleh karena itu, yuk sama-sama selalu memperbaiki diri, dalam hal ini perlakuan kita terhadap kitab Al-Qur’an. Bersama, mulai menyadari bahwa Al-Qur’an lah sumber informasi dan sebenar-benarnya petunjuk. Tidak hanya dimiliki dan disimpan, tapi juga dibaca, khatam dan dihafal, ditadabburi hikmah dan kaitannya dengan masa kini, serta diamalkan dalam segala lini kehidupan, tak lupa kita ajarkan karena sebaik-baik manusia adalah yang belajar dan mengajarkan Al-Qur’an. Yang pasti islam itu tak lekang oleh jaman dan tempat, rahmatan lil ‘alamin dulu, sekarang, dan selamanya. Mohon maaf bila ada pemahaman yang berbeda, kritik selalu dinanti untuk perbaikan. Terima kasih dan wassalamu’alaykum. (mw)