Tuesday, December 13, 2011

UJIAN KENIKMATAN


Ujian dari Tuhan. Hal ini oleh mayoritas masyarakat tentu identik dengan suatu bentuk cobaan yang membuat orang tersebut kesusahan, merasa sengsara, merasa kehilangan seseorang atau mungkin harta bendanya. Ya, memang ini adalah bentuk ujian dari Tuhan. Ini adalah contoh bentuk ujian yg “menyusahkan” menurut kita. Namun sebenarnya Tuhan sangatlah adil dalam memberi ujian. Ujian/cobaan tidak hanya sekedar yang menyusahkan kita, namun juga cobaan yang membuat kitaa merasa senang, bangga, merasa dihormati, dll. Bisa saya katakan hal ini sebagai “Ujian Kenikmatan”.


Pembaca, ujian kenikmatan bisa dimaknai “ujian” yang sebaliknya malah membuat orang senang, lebih sempit lagi senang dan puas akan “kenikmatan duniawi”. Kenikmatan duniawi memang banyak, secara umum yang biasa kita sadar seperti halnya harta, wanita, pangkat/jabatan. Bahkan 3 hal tersebut menjadi “kenikmatan” yang sebenarnya paling berbahaya yang diberikan oleh Tuhan. Macam seperti ini mampu menjerumuskan kita kearah duniawi yang lebih dari apapun itu. Banyak contohnya: yang gila harta, mereka berlomba-lomba mengumpulkan memperbanyak atau bahkan menggandakan harta mereka tanpa tujuan yang jelas mengapa hal-hal tidak berguna semacam itu dilakukan, lupa jika sebenarnya mereka dianjurkan atau bahkan diharuskan untuk bersedekah dan berzakat. Mereka yang punya pangkat dan kekuasaan saking senangnya hingga membuat bawahannya sendiri kesusahan hanya demi menyenangkan atasan, mereka lupa tentang adanya kesamaan hak, lupa akan penghargaan atas jasa orang lain dsb. Lebih-lebih (mohon maaf) mereka yang gila akan pasangannya, hingga tega dan berani melakukan hal-hal yang tak patut dilakukan. Naudzubillah….


Sejauh ini, kenikmatan yang tersebut diatas tentunya hanya bisa dilakukan karena adanya kenikmatan akan “kesehatan” dan “waktu luang”. Mengapa demikian?....

Pembaca, Kesehatan, salah satu hal yang penting untuk beraktivitas atau melakukan kegiatan. Saat Tuhan memberikan kesehatan, maka kita diminta untuk menjaganya. Karena betapa sulitnya apabila kesehatan itu sudah diambil kembali oleh Sang Pencipta. Haruslah kita jaga kesehatan itu dengan melakukan aktivitas yang baik untuk kesehatan biasanya melakukan olah raga rutin dan mengkonsumsi makanan yang bergizi baik. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati???. Dengan kesehatan yang alhamdulillah baik, maka tidak ada alasan bagi kita untuk bermalas-malasan. Dalam artian saat tubuh kita fit haruslah kita berniat untuk melakukan suatu aktivitas, tentunya aktivitas yang bermanfaat. Lebih-lebih kita saaaaaangat dianjurkan untuk beribadah dengan kondisi tubuh yang alhamdulillah sehat.

Ini yang lebih saya tekankan. Namun saat kesehatan kita diambil oleh Tuhan sebut saja saat kita sakit, entah itu sakit apa, tetaplah berorientasi bahwa kita tetap bisa melakukan aktivitas meskipun tidak maksimal. Mungkin aktivitas yang biasanya kita lakukan bisa terganggu akibat sakit, tapi tetap, jangan lupakan tujuan diberikannya kesehatan adalah untuk mendukung ibadah kita. Saat sakit betapa baiknya Tuhan memberikan keringanan pada kita. Kita jadi bisa tetap beribadah seperti biasa maupun kondisi fisik kita agak terganggu. Mulailah punya fikiran “Sakit itu bukan halangan, namun adalah untuk penyemangat”. Anda tahu? Saat kita sakit, banyak saya baca referensi yang mengatakan bahwa sakit itu sebagai kenikmatan, mengapa demikian? Ada yang berpendapat bahwa Tuhan berusaha mengurangi dosa-dosa kita terdahulu dengan memberikan sakit tersebut, alhamdulillah. Tentunya orang yang paling beruntung adalah orang-orang yang tetap sabar dan optimis akan hidupnya sekalipun dalam kondisi tubuh yang tidak mumpuni. Berlanjut dari tujuan kesehatan adalah waktu.


Lalu, Waktu, Tuhan melengkapi kehidupan kita dengan sesuatu yang disebut waktu. Tidak lain tidak bukan waktu digunakan untuk penentu segala hal. Adanya waktu telah mengungkapkan berbagai macam sejarah serta detailnya; waktu digunakan untuk mengetahui suatu estimasi tertentu seperti waktu kelahiran, waktu melakukan kegiatan, waktu untuk ini dan itu; bahkan waktu digunakan sebagai penanda sesuatu yang tidak kita ketahui mulainya. Waktu untuk mengatur. Waktu untuk menertibkan. Waktu sebagai alat bantu segala kegiatan. Dalam melakukan kegiatan kita pasti mengacu pada waktu, jam berapa? tanggal berapa? bulan apa? kapan? Berakhir kapan? Dll. Lepas dari kegiatan, maka kita pasti mempunyai suatu kelonggaran antara kegiatan satu dengan lainnya yang biasa disebut “waktu luang”.

Sebenarnya seluruh waktu kapanpun itu adalah waktu luang apabila tidak kita isi dengan kegiatan. Nahh, pembaca, kegiatan inilah yang perlu dipertanyakan. Sebagai ujian dari Tuhan, saya dapat berasumsi ujian waktu luang adalah bagaimana dan untuk apa waktu kita gunakan dalam kehidupan ini. Entah melakukan kegiatan yang baik entah yang buruk kembali pada individu masing-masing. Hal ini semua pasti dan tentu akan dipertanggungjawabkan pada Tuhan kelak. Oleh karena itu, marilah kita “manage” waktu kita dengan baik khususnya lagi lakukan hal-hal yang bermanfaat saja, bermanfaat bagi diri sendiri serta orang lain yang mana akan kembali lagi sebagai manfaat untuk kita kelak di hari akhir.

24 jam adalah waktu yang sering menjadi acuan kita dalam kehidupan sehari-hari. Entah bagaimana kita membaginya pasti sesuai individu dengan kegiatannya masing masing. Gunakan waktu untuk hal yang bermanfaat seperti sekolah, les dan bekerja, hal ini seakan kita sudah berjuang di jalan Tuhan tentunya dengan niat dan tujuan yang benar. Selepas itu, bisa kita mungkin ada kegiatan di rumah. Nah, setelah semua kegiatan inti selesai, maka adakalanya kita manfaatkan waktu luang, biasanya untuk bersantai, berkumpul dengan keluarga atau dengan teman, mengisinya untuk hobby kita, sekedar membaca, dll. Bagi umat islam, mungkin lebih bermanfaat lagi seperti melakukan ibadah shalat sunnah disamping shalat wajib, mungkin bisa shalat dhuha, qab’liyah ba’diyah, dll. atau bisa juga membaca Al-Qur’an bila ada waktu luang. Barulah jika kita sudah lelah maka kita bisa benar-benar beristirahat (tidur) hal ini juga demi alasan kesehatan untuk melakukan kegiatan hari berikutnya.

Hal yang paling . . . . . adalah tentang hidup kita. Kapan kita akan kembali pada Pencipta??? Tentu kita tidak akan tahu. Kesehatan kita tak dapat menjadi penentu, karena tak sedikit orang sehat justru kembali dahulu. Pun waktu tidak dapat menjawab pertanyaan ini karena Tuhan lah yang merahasiakan dan mahatahu segalanya termasuk hal yang tidak diketahui manusia. Jadi mulai sekarang sebelum terlambat, mari kita siapkan segalanya, kita gunakan nikmat kesehatan dan waktu luang untuk melakukan segala hal yang seharusnya lebih berorientasi untuk kehidupan kelak. Mari kita siapkan bekal untuk masa depan (kehidupan sebenarnya) tentunya dengan amalan ibadah. Ibadah, semua hal baik adalah ibadah, maka gunakanlah kesehatan juga waktumu untuk beribadah dengan baik.
Terima kasih, syukran….

Saturday, December 3, 2011

IBADAH BERKELANJUTAN


Setiap orang pasti pernah beribadah, melakukan ibadah yang umum dilakukan (wajib) sampai ibadah-ibadah yang sunnah kita kerjakan. Tentu ibadah yang kita lakukan ini bermacam-macam cara serta aturannya. Untuk kaum muslim, pastinya tak akan asing dengan kata-kata ibadah wajib dan sunnah, contohnya saja shalat 5 waktu, puasa ramadhan, zakat fitrah dan mal, membaca mempelajari mengajarkan dan mengamalkan ajaran pada Al-Qur’an serta Al-Hadits dan masih banyak lainnya. Juga ibadah sunnah seperti shalat sunnah: Dhuha, tahajud, taubat, istikharah, shalat gerhana, dll. Ibadah puasa sunnah senin-kamis, puasa syawal, puasa muharram dll. Zakat yang secara sunnah adalah zakat yang tidak lansung (selain zakat fitrah dan mal).

            Pembaca, kaum muslim, dalam ibadah kita mengenal istilah “istiqomah” yang secara umum bisa saya definisi sebagai ibadah dengan pendirian teguh, iman kokoh dan dilakukan secara kontinyu atau berkelanjutan. Memang sulit bila sesuatu tidak dimulai dari 0. Apalagi memulainya tidak dengan pendasaran yang benar dan tepat. Maka dari itu dalam ibadah kita harus memantapkan pendasaran kita melakukan ibadah itu untuk apa? Lalu cara dan aturan dalam suatu ibadah itu seperti apa saja? Kemudian kita praktikkan dan kita harus bisa memahami diri kita sendiri, sejauh mana kita beribadah (sudah baikkah atau belum) meskipun sebenarnya hanyalah Allah SWT yang tahu soal kadar ibadah kita. Setelah berusaha beribadah dengan baik tentunya kita tak boleh berhenti, karena kesempurnaan tak akan bisa dicapai maka kita haruslah beribadah secara kontinyu atau “istiqomah” ini. Diharapkan dengan istiqomah akan memperbaiki dan meningkatkan kadar ibadah kita di mata Allah SWT, lebih berusaha lagi untuk mencapai kesempurnaan sebisa mungkin (meskipun kesempurnaan hanya milik-Nya) namun kita tetap diwajibkan untuk berusah mencapai suatu bentuk ketaqwaan.

Nahh, memang segala sesuatu tidak ada yang instan, sekalipun mie instan tetap harus direbus dengan ait dahulu agar matang, begitu juga dengan ibadah, harus kita rebus dulu untuk mencapai suatu bentuk istiqomah dalam beribadah. Di rebus dalam artian terus dilakukan, lebih melatih, memperbanyak dll. Pernah saya tanya pada seorang teman, “pernah nggak ngelakuin shalat sunnah qab’liyah ba’diyah??”. Terus teman saya menjawab kurang lebih sbb, “pernah, tapi aku belum bisa istiqomah e”. Dari sini bisa saya simpulkan pasti ada kendala dalam beribadah secara istiqomah. Yaaaaahh kembali lagi, semua tidak instan, butuh perjuangan, butuh kesabaran, harus memperbanyak melakukannya lagi, harus berusaha menyempurnakan yang sudah pernah dilakukan, dan itu wajib dilakukan secara berkelanjutan.

            Sebenarnya istiqomah telah dicapai apabila kita melakukan suatu ibadah secara berkelanjutan. Sebut saja shalat 5 waktu, mungkin kita memang sudah istiqomah dalam melakukannya meskipun tak dimungkiri masih ada saja waktu yang terlewat entah sengaja maupun tidak disengaja. Saya sebagai penulis memang pernah, hehehehe. Itu adalah ibadah yang biasa, saya katakan begitu karena memang sudah sewajarnya dan seharusnya dilakukan. Disini saya lebih mengajak lagi untuk ibadah sunnahnya saja. Lebih2 untuk ibadah yang sekiranya bisa diusahakan.

            Untuk shalat sunnah, shalat dhuha, mari kita sempatkan saja sekitar 10 menit di antara waktu sebelum matahari tepat diatas kepala untuk melakukannya. Bagi yang di rumah mungkin bisa lebih sering lagi karena memang tidak ada pekerjaan lain. Bagi pelajar, bisa kita manfaatkan jam istirahat sekitar jam 9 atau jam 10 untuk mampir di musholla atau masjid di sekolah. Bagi yang sedang bekerja memang sulit apabila banyak tugas, namun tiada salahnya memantapkan niat dan meluangkan sedikit saja waktunya, begitu juga dengan lainnya.

            Untuk shalat sunnah Tahajud, malam hari 1/3 malam terakhir memang waktu yang baik. Memang setiap wilayah memiliki waktu estimasinya masing2. Untuk wilayah Indonesia WIB khususnya jawa timur seperti saya mungkin waktu yang baik adalah kisaran jam 11.00-12.00 malam ini waktu pertama yang baik, jam 12.00 malam-02.00 dini hari waktu kedua yang dianjurkan pula, dan jam 02.00 dini hari-waktu menjelang Subuh waktu ketiga yang sangat dianjurkan dan paling baik. Memang susah membiasakan bangun malam. Namun kembali, niatkanlah insya Allah niat baik akan terlaksana. Kita bisa memasang alarm jam, alarm hp juga. Setidaknya kita sudah berusaha bangun, entah pada kenyataannya kita gimana. Setidaknya luangkan 15 menit, jika ingin juga berjam-jam  boleh, dengan bacaan Surat Al-Ikhlas dan Al-Kafirun atau surat2 lainnya. Perlu diketahui, shalat Tahajud sangaaaaaaaaatlah baik, berdo’a lah yang khusyuk, beristighfar sebanyak mungkin, curhat apa saja pada Allah, minta apa saja.

            Ada juga shalat sunnah lainnya yang tidak ada spesifik waktu, namun cara dan bacaan shalatnya berbeda dan bahkan lebih banyak lebih panjang. Contohnya saja shalat Taubat, bacaannya memang panjang, hehehehe sebenarnya saya tidak tahu lengkapnya gimana jadi yaa ndak saya bahas. Tapi tetap, silakan dilakukan, dicoba, mau mencoba adalah jalan menuju sikap istiqomah dalam beribadah.

            Pembaca, selain itu juga puasa sunnah, ambil mudahnya saja tapi bisa rutin, puasa senin-kamis (senin dan kamis lhooo). Saya pernah membaca salah satu buku yang bahkan jelas2 mengatakan bahwa belum bisa dikatan umatnya rasul Muhammad SAW kalau belum pernah melakukan puasa sunnah senin-kamis sekalipun, wow!!!!. Ingatkan salah satu hadits nabi bahwa kita harus mengikuti sunnahnya??? Tentu sunnah rasul salah satunya puasa senin-kamis ini. Puasa selain menyehatkan juga membawa berkah. Istri atau ibu tidak perlu banyak2 memasak, pelajar tak perlu dapat uang saku banyak2, heheheheheeee itu hanya pendapat. Kita niatkan paginya bisa sahur, pasang alarm lagi. Alternatifnya lainnya yang lebih baik, kita bisa bangun lebih awal untuk melakukan shalat tahajud baru selesai shalat langsung kita sahur, jadi tidak membuang-buang waktunya, bisa kita teruskan dengan hal lainnya jika ingin sekalian nunggu shalat subuh. Benar2 tidak rugi kalau seperti ini. 1 minggu seenggaknya 1 kali insya Allah bisa kontinyu pada minggu berikutnya juga, maka bisa kita meraih istiqomah untuk puasa sunnah senin-kamis juga shalat tahajudnya.

            Dan Alhamdulillah, saat menulis postingan ini teman saya SMS ada info tentang puasa tanggal 9 dan 10 Muharram. Disebutkan bahwa melakukan puasa ini seolah telah melakukan ibadah selama 2 tahun, dan siapa yang mengingatkan orang lain akan hal ini seolah melakukan ibadah selama 80 tahun… Subhanallah. Jadi mari kita lakukan ini semua. Dan kebetulan juga tanggal 9 atau 10 Muharram besok bertepatan hari senin, mungkin, maka bisa kita niatkan 2 puasa sekaligus, puasa senin-kamis dan puasa muharram ini… ehh maaf, boleh kan?????

Yaaaa masih banyak lagi ibadah sunnah lainnya yang saya juga kurang mengerti tata cara melaksanakannya, hehehe penulis mohon maaf. Nahh istiqomahlah, kita harus terus berusaha berusaha dan berusaha. Sebenarnya tanpa disadari istiqomah ini akan muncul dengan sendirinya. Mungkin salah satu tandanya adalah semakin rutin dalam ibadah. Mari mulai dari awal, mari kita mmenata niat yang baik, mencoba memahami segalanya dengan lebih tepat, mempraktikkannya sebisa mungkin sesering mungkin juga sebaik mungkin. Istiqomah memang susah pada awalnya, namun bila kita terbiasa maka sikap istiqomah dengan sendirinya akan kita raih. Anda tahu? Saat kita mendapat sikap istiqomah lalu kita tidak melakukan hal yang biasanya kita lakukan, maka dengan sendirinya akan muncul rasa dan fikiran yang mengganjal bahwa ada suatu hal yang seharusnya kita lakukan, lalu otomatis kita akan melakukan hal yang kita lupakan tadi, begitu juga juga dengan selanjutnya (seterusnya) kita akan melakukan sikap yang sama bila terlupa, nah beranjak dari sini maka secara tidak langsung kita diajak untuk bisa kontinyu, untuk melakukan hal yang belum kita lakukan tadi. Alhamdulillah, ini pengalaman yang nyata bagi saya. Semoga bermanfaat dan terimakasih.

Wednesday, November 2, 2011

RELATIFITAS HASIL BELAJAR PELAJAR TERPELAJAR


Bagi para pelajar, TK sederajat sampai kuliah, pernahkah anda mendapat nilai tugas, nilai ujian atau rapor yang kurang memuaskan (dibawah standar atau pas)? Tak bisa dimungkiri pun diragukan, pasti pernah. Pernahkah mendapat nilai yang memuaskan (lebih tinggi dari standar)? Alhamdulillah juga pernah (meskipun 1x yang penting pernah, hehehe). Nilai yang kurang memuaskan alamat 1. Dimarahi orang tua, 2. Dimarahi guru, 3. Marah pada diri sendiri. Kalau nilanya sangat memuaskan alamat 1. Dipuji orang tua, 2. Disegani guru, 3. Bangga pada diri sendiri. Nah, nilai baik maupun jelek itu juga menganut hukum relatifitas. Jadi faktor X apapun itu bisa menentukan hasilnya.

Pembaca, jika nilai kita kurang memuaskan, ada baiknya bila kita introspeksi diri kita lagi. Banyak hal yang perlu direview dan dibenahi. Misal bila kita mendapat nilai 50, hal yang bisa kita fikir kembali adalah:
1.      Nilai 50, maksimal 100, berarti tingkat belajar kita masih 50%
2.      50% sisanya kita buat apa?
3.      Melakukan hal baik lain atau hal yang useless, kurang bermanfaat?
4.      Bila hal baik, maka ada kemungkinan kita bisa lebih dari itu.
5.      Bila hal kurang bermanfaat, maka kita lebih pantas mendapatkan pas atau kurang dari itu.
6.      Bagaimana cara belajar kita? Cukup? Atau perlu ditingkatkan terus dan terus? Udah niat?
7.      Sudahkah kita imbangi dengan do’a? Ingatkah kita siapa yang memberi itu semua?
8.      Yang paling urgent, bagaimana proses mendapat nilai tersebut?

Memang masih banyak yang perlu dipertanyakan pada diri sendiri, nilai jelek tak selamanya jelek. Tak perlu berputus asa bila kurang memuaskan tak sesuai harapan.
Bagi yang merasa kurang, pertama, ada kata2 dari film2: “Pemain utama menang diakhir” bahasa inggrisnya “Lakon menang mburi”. Kalimat tersebut bisa dijadikan penyemangat J .

Kedua, ingat2, bagaimana cara belajar anda?. Mungkin saat di kelas kita tidak mendengarkan apa2 yang guru utarakan karena kita sibuk dengan hal lain, malas mencatat, tidur di kelas, keluar kelas ijin ke kamar kecil belok dulu ke kantin, dll. Mungkin waktu di rumah juga tidak kita pelajari hal2 yang kita pelajari di sekolah, mungkin juga karena tidak sempat belajar, tidak konsen belajar, atau bahkan penyakit paling parah stadium akut aka “MALAS”.

Bila dirasa cukup, next step, kita imbangi dengan do’a, bisa saya katakan harus bahkan wajib hukumnya bagi yang memang niat dan benar2 mau totalitas. Agama apapun itu, yang penting kita meminta bantuan pada Tuhan. Karena yang memberi nilai bukan guru, hehehe, tapi Tuhan. Tapi kalau nilai jelek jangan sekalipun menyalahkan Tuhan. Karena yang salah adalah kita sendiri. Dosanya 2x lho karena kita dengan bangganya menyalahkan Tuhan dan kita juga tidak mensyukuri pemberian Tuhan. Jadi, HATI-HATI!!!

Lanjut, keempat, yang paling penting. Bagaimana proses kita atau cara kita meraih nilai tersebut. Jujur? Tidak?... Niat? Tidak?... 2 bekal tak kalah penting dari hal2 sebelumnya. Saya ambil contoh saat ujian saja, apakah kita jujur? Alhamdulillah bila iya, astaghfirullah bila tidak. Mencontoh, melihat pekerjaan teman, copy paste, bertanya itu sama saja dengan yang biasa kita sebut ngrepek dan nyonto. Hal2 tersebut maknanya sama sebenarnya. Akan saya teruskan penjelasannya diakhir.



Nah, untuk yang merasa nilainya memuaskan, silahkan bilang alhamdulillah dan bersyukur namun juga harus tetap introspeksi. Saya ambil contoh ujian nilai sempurna 100. Seperti hal sebelumnya yang harus kita fikir ulang adalah:
1.      Nilai 100 itu apakah 100% hasil belajar, usaha dan hasil pemikiran kita?
2.      Apa kita memang pantas mendapat nilai itu?
3.      Coba evaluasi diri kita lagi melalui nilai ini
4.      Sudahkah kita berdo’a dan beribadah lainnya?
5.      Bagaimana proses kita mendapatkan nilai tersebut?

Banyak yang bangga bila mendapat hasil baik, padahal bisa saja itu bukan nikmat, melainkan cobaan. Cobaan bila mereka lupa bagaimana mereka mendapatkan itu semua. Tidak salah bila saya bilang terpelajar yang lupa diri. Apalagi bila dalam prosesnya sering melakukan hal-hal yang kurang baik tak sesuai aturan, maka perlu dipertanyakan lagi kemampuannya, keahliannya, kejujurannya. Apalagi dengan bangganya menunjukkan hasil terbaiknya, bukankah itu sombong?.... Terkadang juga mendapat hasil hampir sempurna, dan dia mengeluh ini itu seharusnya harus sempurna, bukankah ini namanya kufur nikmat?.... Dia mendapat hasil yang baik dengan cara yang buruk, membuat orang lain yang seharusnya memang laik mendapatkannya jadi tidak mendapatnya? Bukankah itu termasuk mengambil hak orang lain?....

Semuanya sama! nilai bagus tak selamanya bagus. Semua hal tak ada yang sempurna pun nilai yang sempurna masih memiliki banyak ketidaksempurnaan. Cari ketidaksempurnaan itu bila anda bisa. Bila tidak bisa, silakan minta orang lain mengevaluasi diri anda.



Jadi, banyak yang patut kita benahi, hukum relatifitas benar adanya, terbukti dalam segala bidang. Entah kita sadar atau tidak telah melakukan banyak hal baik itu berguna maupun itu tak berguna yang membuat kita berakar baru pada banyak hal lainnya.

Kesimpulan:

Pertama, pantaskah kita mendapatkan nilai baik atau jelek itu? Coba kita lihat, bila kita sudah belajar keras, tekun, rajin, banyak latihan soal2, mempelajari materi2 pengembangan maka 30% cara belajar yang baik telah kita lakukan. Jika belum seperti itu, coba buat koreksi.

Kedua, sudahkah kita berdo’a dan ikhtiar? Mari kita ingat2, bila kita sudah berdo’a dan banyak melakukan ibadah2 penunjang, mungkin bisa kita bilang bahwa kita sudah memenuhi 30% lagi usaha dibarengi dengan do’a. Insya Allah, apa yang diberikan memanglah pantas. Bila kita merasa kurang dalam hal ini, buat koreksi lagi, ubah pemikiranmu!

Kemudian, proses, sama seperti tadi, saat ujian, apakah itu hasil usaha, hasil fikiranmu sendiri ataukah hasil fikiran orang lain? Jujurkah kita saat itu? Apa mungkin kita melakukan hal yang tak patut kita lakukan? Mencontoh? Melihat pekerjaan teman?.... Ini ilmu kita, Tuhan telah memberikannya, jadi bila ilmu kita tidak kita gunakan dan malah menggunakan ilmu orang lain, sama saja kita kufur atas nikmat ilmu yang kita dapat. Yaaaa, alhamdulillah bila kita melakukan hal2 yang baik saja, maka 30% lagi dan lagi kita peroleh. Bila kita masih mencontoh, melihat buku, lirik kanan kiri depan belakang dan bawah, sebaiknya kita tidak perlu susah-susah sekolah mencari ilmu bawa tas berat2, bawa bekal ini itu, merepotkan orang tua saja dengan beban biaya yang harus mereka tanggung, maka kita SANGAT TIDAK PATUT untuk mendapatkan nilai sesempurna itu.

Yang 10% bisa kita katakan keberuntungan. Sebenarnya keberuntungan itu adalah usaha dan do’a yang berlebih. Maka jika ingin mendapatkan 10% terakhir, berusahalah lebih baik dari point pertama sampai ketiga J


Pembaca, jadilah pelajar yang baik, pelajar sebenar-benarnya pelajar, pelajar yang memang terpelajar, dan pelajar yang berlandaskan agama, apapun itu. Lakukan hal2 yang sesuai kaidah, sesuai aturan baik formal pendidikan maupun isyarah agama masing-masing. Saya yakin juga saya berharap bahwa generasi-generasi sekarang adalah generasi terpelajar yang agamis. Jadi, nilai jelek maupun nilai baik itu relatif, tergantung dari cara kita belajar, berusaha, berdo’a, ikhtiar dan keyakinan kita bahwa kita harus bisa, kita optimis bahwa kita mampu memperoleh itu semuanya dengan cara yang baik-baik saja. Akhir kalimat, terima kasih dan semoga bermanfaat.

Saturday, October 15, 2011

AJAL SI MUDA


Suatu saat
Sungguh tak ingat aku punya janji
Tak dirasa aku telah mengharap
Tak sadar rupaku telah didatangi
Ku kenal dia yang mendekat
Dinginnya membelai lembut
Ingin mendekapku erat, ya?

Tunggu
Lihatlah aku
Rupaku yang gemilang nan tampan nian cantik
Dengan mahkota cemerlang yang melekat
Pandanganku tak terkikis waktu
Lihatlah
Pilar-pilar tubuhku sekokoh besi baja
Tak retak, tak remuk, tiada hancur
Kenapa kau inginkan aku?

Sungguh kau tak ubahnya pikiranmu
Tak kuasa kulihatmu, teganya kau ini
Hempas semua besi baja nan megah
Membutakan jalan hidupku
Merenggut hidupku nan indah ini
Hanya itu yang kau mau kan?

TIDAK….
Engkau pinta satu hal lain
Tidakkah kau lihat sayangnya
Amalku minim, ibadahku cukuplah kurang
Hartaku berlimpah, dosaku menggunung
Kesenjangan yang nyata
Kenapa tak lihat kau
Tak inginkah kau, aku memperbaikinya?

TIDAK….
Yah, kamu menang
Ajal telah menghampiri
Tak kuasa menolak rayuannya
Sekarang aku milikmu sepenuhnya
Andai lepas dekapannya
Harap-harap aku lebih bersiap diri

Wednesday, September 7, 2011

GELAR ABADI DI DUNIA

Pembaca, berapakah usia anda? Sudahkah anda bekerja? Jika sudah, anda lulusan pendidikan apa? Apakah anda sudah menyandang gelar? Jika sudah, gelar apa sajakah itu? Banggakah anda dengan gelar itu semua?....

Berbicara soal gelar, gelar sendiri adalah suatu bukti tertulis yang mana menunjukkan kedudukan atau jabatan, pekerjaan, tingkat sosial maupun ekonomi maupun tingkat pendidikan seseorang tersebut. Ada yang bergelar sarjana (S.) yang sering dikenal lulusan tingkat S-1 seperti sarjana pendidikan (S.Pd.); sarjana keperawatan (S.Kep.) sarjana ekonomi (S.E.) dan lain-lain,  begitu juga master (M.) dikenal dengan lulusan S-2, adapun slanjutnya adalah doktor (DR.) lulusan S-3. Ada juga gelar sesuai pekerjaannya seperti dokter (Dr.), insinyur (Ir.) bagi seorang arsitek atau teknisi, Kepala bagian (Kabag.), Jendral (Jend.), mayor (May.), komisaris (Kom.) dkk yang biasanya pada satuan keamanan negara. Ada lagi karena suatu hal yang pernah dicapainya seperti Haji (H.) atau Hajjah (Hj.) bagi muslim atau muslimah yang sudah menunaikan ibadah haji, profesor (Prof.) bagi yang sudah benar-benar ahli dalam bidangnya dan masih banyak gelar-gelar yang mungkin tidak kita ketahui.

Pernahkah kita jumpai seseorang yang gelarnya sangat banyak, sampai-sampai apabila ditulis dalam papan nama mungkin hampir 1 meter panjangnya??... Hal ini sangat jarang, namun tidak menutup kemungkinan tidak ada yang seperti ini. Mari sejenak kita lihat, untuk apa gelar banyak-banyak? Apakah biar jadi pusat perhatian seseorang karena panjangnya? Atau menunjukkan betapa hebatnya ilmu yang kita miliki? atau betapa banyaknya uang yang kita keluarkan untuk mendapat gelar seperti itu?.... Entah karena itu tergantung individunya.

Pembaca, gelar memang paling berguna untuk mencari pekerjaan, bahkan suatu pekerjaan yang tingkatannya tinggi atau jabatannya tinggi membutuhkan gelar yang tinggi pula. Di saat inilah gelar baru dibutuhkan. Mulai dari pekerjaan satu ke pekerjaan lain bisa kita coba bermodal gelar ini asalkan masih sejalan dengan gelar yang kita miliki. Betapa bangganya kita jika sudah seperti ini, memang tak bisa dimungkiri. Namun pernahkah terbesit bagaimana dengan mereka-mereka yang tak punya gelar? Bisakah mereka mendapat pekerjaan yang layak, yang pantas, yang sesuai? Lalu bagaimana mencari mencari nafkah tanpa bekerja selayaknya?.... Dari sini dapat berarti gelar juga penentu status ekonomi seseorang, mereka yang bergelar banyak pasti sudah menghabiskan banyak biaya demi tercapainya itu semua, lalu bagaimana dengan yang tidak bergelar? Berarti mereka tidak cukup ekonomi karena tak mampu membiayai ini semua?.... Naudzubillah, jangan sampai kita punya pemikiran seperti ini akan seseorang yang mungkin statusnya dibawah kita. Karena belum tentu kita tau dan mengerti untuk apakah sebenarnya kita mencari gelar.

Bagi mereka yang tak bergelar, jangan khawatir, sesungguhnya semua manusia di dunia ini akan mendapat gelar yang sama pada akhirnya. Bolehlah kita bangga dengan gelar yang terpampang di depan atau belakang nama kita. Boleh kita bangga telah menyelesaikan berbagai studi atau berbagai hal sehingga mendapat suatu gelar. Namun ingat, jangan terlalu bangga. Gelar yang wajib dimiliki seseorang adalah “ALMARHUM (Alm.)” bagi kaum laiki-laki atau “ALMARHUMMAH (Almh.)” bagi kaum perempuan. Suatu gelar yang tak akan terpisahkan saat waktunya. Suatu gelar yang PASTI dihibahkan kepada kita tanpa memandang tingkat pendidikan, sosial, ekonomi, pekerjaan, jabatan dan lain-lain. Suatu gelar hitam yang tertera diatas putih dan tidak tertera lagi pada papan nama atau pakaian kita melainkan tertera pada nisan batu maupun kayu kita. Pembaca, inilah “GELAR ABADI” di dunia. Inilah puncak pencapaian seseorang di dunia. Inilah gelar penutup yang pantas dan sepantasnya kita dapatkan. Jika gelar ini telah kita sandang, masih bisakah kita tersenyum puas akan semua yang kita peroleh? Masih bisakah kita menunjukkan semua kemampuan kita pada siapa saja? Masih sanggupkah kita melanjutkan studi untuk mendapat gelar lain?.... Gelar Abadi ini adalah pemberian Tuhan, bukan gelar sementara hasil penetapan manusia….

Pembaca, inilah hidup, serba sementara.. Pastilah ada yang abadi kelak dikemudian hari.. Gelar boleh beragam, boleh panjang boleh pendek, bahkan tanpa gelar sekalipun. Semua yang kita miliki sebenarnya juga pemberian Tuhan yang diwakilkan pada seseorang untuk memberikannya pada kita, jangan lupa bersyukur atas pencapaian kita, jangan juga terlalu bangga, yang terpenting adalah gunakanlah gelar tersebut sebaik mungkin, gunakanlah pemberian Tuhan ini sebaik mungkin untuk kemaslahatan umat manusia di dunia ini, Insya Allah sekalipun gelar abadi telah kita raih, gelar-gelar duniawi kita tetaplah membekas sebagai bekas yang baik, sebagai contoh yang bagus untuk generasi-generasi berikutnya, amin amin Allahuma amin.

Wednesday, August 17, 2011

KEMERDEKAAN TIDAK SEPENUHNYA BEBAS

Sebelumnya, selamat Hari Kemerdekaan yang ke-66 buat Indonesia! Semoga Indonesia bisa menjadi negara yang senantiasa berpegang pada Pancasila demi memajukan kehidupan rakyat-rakyat yang menaunginya ini. Semoga keistimewaan Indonesia sebagai negara yang terkenal dengan budaya sopan dan menghargai serta menghormatinya ini tetap terjaga, saya berharap itu.

Pembaca, apa yang akan saya jabarkan berikut ini ada kaitannya dengan harapan saya tadi, yahh budaya sopan dan saling menghargai serta menghormati kita. Berikut ini merupakan contoh riil yang baru saja saya alami tepat tanggal 17 Agustus 2011 ini ketika mengikuti upacara memperingati hari Kemerdekaan. Bagi pihak yang merasa terlibat, mohon mengerti dan jadikan ini sebagai bahan tela’ah untuk kedepannya saja.

Mojokerto, 17 Agustus 2011, upacara hari Kemerdekaan yang diadakan kecamatan sooko tepatnya di lapangan yang bersebelahan dengan SMAN 1 Sooko, MAN 1 Sooko, dan SD Japan ini memang berjalan lancar pada awalnya. Upacara diikuti dengan baik oleh peserta upacara dari SD, SMP, SMA dan yang sederajat.. juga dari guru-guru pengajarnya.. pegawai desa, kecamatan, daerah dan lainnya. Lalu dimana letak kekurangannya???....

Sebagai peserta upacara apalagi dalam rangka hari besar Indonesia yang harusnya menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma yang baik, berikut adalah yang perlu diperhatikan:


1.      Jangan ramai sendiri saat acara! dengan suasana yang sedikit panas, dengan waktu yang agak lama, dan sedang berpuasa bagi yang menjalankan, tentunya peserta acara akan merasa lelah sendiri. Kalau sudah lelah dan bosan, apalagi dibarisan paling belakang (kebetulan Penulis dibarisan belakang, hhehehe…) yang sulit sekali fokus ke acara karena memang prosesi acara tidak terlihat jelas karena tertutupi ribuan punggung warna-warni dari pojok timur anak SD putih-merah, putih-hijau, putih-biru, putih-abuabu, coklat, batikbiru-hitam, biru sampai paling pojok barat itu warna hijau alias bagian keamanan dan sipil, alhasil akan berbicara sendiri dengan sekitarnya (Penulis juga kog…) . Saya yakin dan percaya hal ini memang wajar terjadi di acara apa saja. Namun hal ini justru menunjukkan tidak ada rasa hormat terhadap acara tersebut, otomatis juga mengurangi suasana kemerdekaan ini, bukan berarti merdeka dan bebas berbicara tanpa lihat situasi lowhh yaaa….


2.      Tetaplah fokus!! kalau sudah friendly sama lawan bicara pasti akan terbawa suasana baru yang senantiasa membuat kita terus berbicara juga (lagi-lagi Penulis mengalami…) . Bayangkan jika 1 peserta sibuk akan kemauannya sendiri tanpa pandang dulu sekitarnya pasti akan merangsang dan menggoda peserta lainnya untuk tidak fokus juga, laiknya 1 virus yang mampu menginfeksi semua software dan hardware 1 komputer. Saya ambil contoh, kebetulan selama upacara berlangsung banyak siswi yang tumbang, alias pingsan, umumnya siswi SMP dan SMA (salut buat siswi SD yang tak pernah tumbang…) kebetulan juga saat perwakilan sedang membacakan do’a. Waaah, niat berdo’a namun agak bergeser 180 derajat menjadi niat ingin tahu. Banyak yang menoleh kebelakang kesamping dan kemana-mana ingin melihat yang pingsan tadi. Sekali lagi, ini memang wajar terjadi, namun juga menimbulkan kesan tidak menghormati acara. Biarlah yang bersangkutan (tim medis atau PMR) yang bertindak, kita cukup membantu bila sekiranya perlu. Itu saja, tak usah dilebih-lebihkan, bahkan sampai jadi bahan pembicaraan. Fikiran memang merdeka karena boleh ingin tahu, namun fikiran tetap tak boleh untuk tidak fokus pada apapun acaranya….


3.      Ikuti dengan baik sampai selesai!!! awal acara sudah, pertengahan sudah, ini nihh yang terakhir. Lagu yang sebelumnya dibawakan oleh tim paduan suara sebagai penutup memanglah bagus, menarik perhatian, namun tak hanya itu, beberapa siswa-siswi gabungan, mengadakan semacam teatrikal tentang perjuangan rakyat Indonesia terdahulu. Awal teaternya memang Indonesia dari sudut barat yang bersenjatakan bambu runcing kalah n terpukul mundur oleh penjajah dari sudut timur yang bersenjatakan senapan (dari bambu juga sihh…), kemudian juga ada teatrikal penyiksaan terhadap kaum perempuan oleh para penjajah (padahal perempuannya abis pulang belanja lowh…) mereka dipukuli, dihina, disiksa habis-habisan (kasihan yaah…), namun kubu Indonesia disemangati kembali dan dengan jumlah armada yang besar, mereka berani melawan penjajah yang entah kenapa jadi sedikit, dan……….. (maaf, Penulis keburu meninggalkan tempat, hhehehe…). Inilah yang janggal dan benar-benar tidak punya sikap menghargai dan menghormati!!! Awalnya diprovokasi dari pihak guru yang mana mereka bubar duluan entah kenapa. Kemudian disusul siswa-siswi (termasuk Penulis…), pegawai dan peserta lainnya. Alhasil, drama teatrikal yang heroik ini lama kelamaan kehabisan penonton!!!. Entah apa yang ada dalam fikiran penonton, yang jelas penonton memang tak berpendidikan kewarganegaraan yang baik!!! dimana letak penghormatan kita?? Dimana letak penghormatan kita terhadap perjuangan merebut kemerdekaan ini sekalipun hanya teatrikal?? Dimana letak kesadaran bahwa mereka sama saja telah menghina dan meremehkan perjuangan terdahulu?? Berapa nilai Pkn dan Sejarah kita?? Inikah cerminan bangsa yang besar?? Bangsa yang menjunjung tinggi sejarahnya?? Pantaskah itu menjadi emblem kita?? Pantaskah itu kita lakukan setelah hormat pada sang saka merah putih berani nan suci kita?? Lalu apa gunanya kemerdekaan diperingati?? Padahal kenyataan berbicara lain!!! Hai para warga Indonesia, ini memang hari kemerdekaan, namun bukan kemerdekaan yang mana kita seenaknya berbuat tanpa aturan, tanpa nilai dan norma!!! Apakah kita bebas sebebas bebasnya?? Apakah arti sebenarnya “KEMERDEKAAN” dimata kalian?? Apaa?? Apaaa?? Apaaaa???....


Pembaca, 3 sikap yang saya jelaskan tadi (baik dan buruknya) adalah realita, jangan dimungkiri. Pun Penulis mengakui kesalahannya juga sebagai peserta acara tersebut. Untuk kesekian kalinya, itu wajar terjadi, namun kewajaran yang sebenarnya tak sesuai dan tak wajar. Sebagai warga negara yang baik, mari.. ayo.. perbaiki kualitas diri ini.. perbaiki kualitas pemahaman kita.. perbaiki segalanya.. malulah pada negara jika kita menyalahi aturan negara.. malulah pada diri sendiri jika kita menyalahi ilmu yang kita dapat.. malulah pada pejuang terdahulu, tanpa mereka mungkin kita sekarang pantas menerapkan sistem romusha, kerja paksa dan lain lainnya itu.. malulah pada Tuhan yang telah memberi kita ilmu dan akal jika tak kita kombinasi dengan baik..

Bismillahirahmanirahim.. KEMERDEKAAN ini menjadi awal perubahan bagi segalanya..
Semoga bermanfaat, Penulis yang ikut terlibat juga minta maaf karena tak dapat memberikan contoh yang baik, namun ada baiknya kita sama-sama ambil sisi positifnya saja sesuai penjabaran saya tadi….

Selamat hari Kemerdekaan bagi Indonesia!!! Bagi umat muslim, jangan lupa kalau hari ini juga hari besar islam, Nuzulul Qur’an!!, Umat islam, mari memerdekakan juga Al-Qur’an dengan setia membaca, mengerti dan memahami serta menerapkannya…. Syukron katsiran :)