Wednesday, February 19, 2014

PERGESERAN LEMPENG "NIAT"


Assalamu’alaykum, Pembaca. Syukur alkhamdulillah kita kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan nikmat kesehatan dan nikmat waktu sehingga kita bisa beraktivitas dengan semestinya. Pembaca yang terhormat, beberapa waktu lalu kita disuguhi sebuah fenomena yang menarik nan dianggap kontroversial, bukan Gunung Kelud lagi, namun tentang pemberitaan shalat berhadiah mobil, umroh, dan haji, hehe. Iya menarik, terbukti ratusan jamaah tertarik tuh. Program yang dilakukan ini diniatkan untuk membuat masyarakat giat beribadah shalat lebih-lebih berjamaah. Tidak tanggung-tanggung 2 unit mobil, dan kesempatan umroh/haji dananya telah disiapkan. Karena dianggap kontroversial, pro kontra pun pasti ada.

Pembaca terhormat, kekhawatiran beberapa masyarakat, termasuk kekhawatiran penulis pribadi hadir bilamana niat sudah sedikit keluar dari rel nya. Memang benar niat hanya diri pribadi dan Allah SWT yang tahu, sedangkan berspekulasi negatif  seenaknya sendiri juga tidak dibenarkan, namun tetap saja khawatir. Akankah niat pergi ke masjid (mohon maaf) mulai tergeser dengan kesibukan ke tukang fotokopi??.. Akankah niat mengambil air wudhu (mohon maaf) mulai tergeser dengan kesibukan fotokopi dan mengumpulkan KTP??.. Dan yang paling dikhawatirkan bagaimana bila niat ibadah karena Allah SWT (mohon maaf) mulai tergeser dengan mobil mewah dan kesempatan umroh/haji??.. Oh Meeen, bukan maksud bersu’udzon, tetapi apa daya pikiran tak sampai hati nurani terdalam. Dan yang membuat penulis heran, apakah program berhadiah ini berlanjut ketika sudah ada yang menang? Apakah berlanjut sampai seluruh jamaah mendapatkan masing-masing 1 unit mobil dan tiket umroh/haji? Lucu rek kalau memikirkan jawabannya, setiap 40 hari harus menyediakan 1 unit mobil baru, dananya diambil dari APBD, nah itu uang loe dipakai beliin mobil baru buat orang lain, ckckck. Ini heranku, mana heranmu? ^_^


Satu lagi, ini yang lebih membuat penulis bingung. Dari sebuah pemberitaan di televisi yang namanya penulis samarkan menjadi “bunga”, ada yang menyebut bahwa cara menarik umat untuk beribadah dengan memberikan hadiah itu pernah dilakukan pada jaman Nabi SAW ketika mengadakan kompetisi shalat dengan khusyu’ dan menghadiahkan salah satu barang milik beliau. Sehingga fenomena seperti itu dianggap tidak menyalahi aturan. Oke itu pendapat orang, bagaimana pendapat Anda? Jangan tanya pendapat saya ya, masih bingung mencari relasinya.


Overall, yuk kita apresiasi salah satu bentuk usaha saudara kita. Sulit memang mengajak, lebih sulit lagi membiasakan, dan alangkah sulitnya mempertahankan, namun manakala murni kita niatkan karena Allah SWT, kita niatkan sebagai jalan dakwah, bismillah, Allah SWT pasti akan menunjukkan kebenaran dan kebermanfaatan semua perintah-Nya kepada kita, entah itu sekarang ataupun nanti. Dan yang terpenting, yuk selalu berdo’a agar niat kita selalu diluruskan oleh Nya, bila kita merasa mau akan hampir saja nyaris mepet-mepet (#alay) keluar rel jangan lupa beristighfar dan meniatkan kembali dengan sepenuh nyawa. Penulis belumlah menjadi orang yang sebaik-baiknya telah dikatakan, masih belajar menjadi orang yang baik sebenar-benarnya, pun penulis tak lebih baik dari pembaca terhormat sekalian. Kurang lebihnya mohon maaf, semoga bermanfaat, terima kasih, Wassalamu’alaykum, Pembaca. :)

Saturday, February 1, 2014

DARURAT BENCANA BIN DARURAT MORAL


Assalamu’alaykum, Pembaca. Syukur alkhamdulillah kita kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan nikmat kesehatan dan nikmat waktu. Bismillah, sudah lama tidak posting opini, kali ini sedikit balik kepada kontroversi beberapa tayangan yang kini hadir di channel televisi kita. Sebut saja acara yang isinya “guyonan” tanpa arah dan joged-joged yang aduhai. Banyak yang menganggap beberapa tayangan tersebut terkesan merusak moral bangsa dan kurang mendidik. Namun pro-kontra tetaplah ada.

Satu sisi, kubu yang masih ingin ber-positive thinking berpendapat tayangan tersebut hadir untuk menghibur masyarakat yang kian jenuh dengan masalah yang terjadi di Indonesia. Masyarakat perlu bersenang-senang, perlu bersantai ria. Masyarakat pun dibuat sedikit tidak tegang memikirkan segala masalahnya. Dilain sisi sebuah koin, kubu yang sudah tidak ingin ber-positive thinking karena merasa nyatanya sudah melihat berbagai hal negative, menganggap acara tersebut justru memperburuk keadaan bangsa. Beberapa hal juga dianggap “mengeksploitasi” hak asasi dan aib seseorang. Lebih-lebih generasi muda penerus bangsa kini sudah kalah telak karena sukses menjadi target. Dilain sisi koin lagi (Koin punya 3 sisi??..), penayangan acara semacam itu ternyata dipengaruhi oleh “rating” dan tanggapan dari penonton. Alhasil “rating” digunakan oleh stasiun penayang program tersebut untuk mempertahankan acara tersebut, so I can say, they’re Pro. Pro dan kontra, 2:1, secara umum sekarang seperti itu. Kalau penulis pribadi cenderung untuk memperkuat kubu kontra, hehe. Alasannya???....


Bangsa Indonesia yang kini dikata sedang “Darurat Bencana”, sepertinya akan bertambah lagi menyandang status “Darurat Moral”. Belum cukup rasanya sebagian besar wilayah darat di Indonesia tergenang air bah yang bukan main efeknya. Sering kita lihat di televisi, rumah terendam 3 meter, kendaraan terseret arus, penduduk dilaporkan hanyut dan ditemukan terdampar di benua lain (Nah!). Bagaimana dengan yang rumahnya tiba-tiba rusak tersena hempasan badai ala Indonesia? Belum lagi yang tebing longsor, alhasil yang mau pulang kampung harus di delay karena jalanan tertutup material longsor. Bagaimana dengan saudara kita di kaki gunung yang sudah bangun dari masa hibernasinya? Setiap hari harus melihat indahnya erupsi, menikmati awan panas yang meluluhlantahkan segala yang dilewatinya. Apa lagi? Gempa? Tsunami? Naiknya permukaan laut? Kebakaran hutan? Berapa banyak manusia yang sudah mendapat “hadiah” berupa teguran bencana atau bahkan teguran kematian?.. Miris ketika musibah dianggap sebagai musibah saja. Sedih saat melihat banyak yang belum sadar sekalipun musibah sudah menimpa. Kecewa saat mendengar bahwa “itu hanyalah musibah yang sudah rutin melanda kawasan kami”. Pembaca, bukan bermaksud aneh-aneh, pernahkah kita berpikir bahwa bencana adalah teguran atas sikap, moral, akhlak, ketaatan kita kepada Allah SWT? Pertanyaan intinya, apakah ada keterkaitan atau relasi antara keduanya?.... :)


Lain merasa kesusahan dan kesedihan, lain rasanya “merasa” bersenang-senang. Tayangan yang hanya mengumbar aib seseorang, terkesan mengeksploitasi hak asasi, bahkan menebarkan virus-virus sensualitas (maaf bila kurang sopan). Tegakah Anda melihat saudara Anda berjoged tidak jelas? Tegakah Anda melihat kerabat Anda dibujuk untuk melakukan hal-hal yang melecehkan kehormatannya sendiri? Tegakah Anda 1 generasi Indonesia kedepan sudah berada diambang batas “kebobrokan” bangsa?.. Bersenang-senang itu asyik, tertawa itu menurunkan rasa stres, bergembira itu membawa ketenangan untuk diri yang sudah dilingkupi kepenatan. Tapi apa harus dengan cara itu? Menggadaikan moral? Menggadaikan akhlak? Menggadaikan keilmuan kita?.... :(


Oh meeen, Penulis pribadi khawatir saat mendengar ada yang mengatakan “jangan-jangan bencana yang mereka tanggung adalah akibat perbuatan kita”, meskipun tidak menutup kemungkinan itu murni teguran untuk mereka. Dan entah benar atau tidak silahkan dipikirkan, namun Penulis pikir ada relasi antara bencana alam dan moral suatu kaum, hehe menilik kaum-kaum terdahulu saat jaman Nabi yang kisahnya ditimpakan suatu musibah akibat perbuatan kaum tersebut yang sudah “keterlaluan”. Overall, yuk kita sama-sama memperbaiki kualitas diri kita. Memperbaiki kualitas keimanan kita kepada Allah SWT dan memperbaiki kualitas kepedulian kita terhadap umat. Bila ada yang tertimpa musibah, yuk membantu. Bila ada yang tertimpa musibah moral, yuk sama-sama saling mengusahakan perbaikan kearah yang lebih baik dan benar. Terima kasih sudah membaca curhatan saya, maaf bila panjang lebar kali tinggi, sekali lagi ini adalah opini yang inshaAllah tidak bermaksud buruk. Ini opini saya, saya tunggu opini Pembaca terhormat, wassalamu’alaykum.... ^_^