“Pemuda Indonesia Berani Bersatu”
(Kemenpora RI, 2017).
Assalamu’alaykum,
Pembaca. Syukur alkhamdulillah, Allah
masih memberikan kesempatan kepada kita untuk sekali lagi berada pada puncak
atau minimal turut merasakan semangat para pemuda. Ya, tentunya momentum Sumpah
Pemuda pada hari Sabtu (28/10) ini turut menjadi charger semangat kita.
Tak
sejengkal tanah pada dunia di genggaman tangan Pembaca sekalian kecuali sudah dipenuhi
dengan bibit-bibit jasmerah melalui ceritera perjuangan poetra dan poetri Indonesia
terdahulu, peran penting pemuda yang disebut oleh salah satu Founding Father mampu mengguncang dunia,
hingga tantangan dan pesan perjuangan kekinian terhadap pemoeda jaman now. Pun, pemerintah
melalui Kemenpora dengan tegas mengusung big
concept “Pemuda Indonesia Berani Bersatu” untuk menjadikan ledakan semangat
ini sebagai suplai energi penguat dan penjaga keutuhan serta kemajuan NKRI.
Bukan
sebaliknya, ledakan yang membumihanguskan NKRI dari sel yang terkecil yaitu
diri kita sendiri, dengan contoh riil adalah berani bersatu menebar kebencian terhadap
saudara sendiri terlebih saudara seiman, berani bersatu unjuk kekuatan atas
nama penjagaan tradisi (yang negatif), hingga berani bersatu unjuk diri kaum
yang dulu merasa teraniaya namun tetap sabar menunggu permintaan maaf serta
pengakuan atas nama hak asasi dan eksistensinya yang tidak membahayakan.
Ledakan
semangat tersebut sejatinya tidak hanya muncul pada momentum Sumpah Pemuda
saja, karena pemuda memang identik dengan semangat menggelora, penyadaran
kompetensi, pengakuan diri, aktualisasi diri, dan sebagainya, di berbagai waktu
dan kondisi. Buah dari semangat tersebut cukuplah membenarkan bahwa pemuda
berpotensi mengguncang dunia: semangat dalam pembinaan diri, berbakti kepada
orang tua, peduli dengan kerabat serta sahabat, pemuda prestatif akademik,
pemuda aktivis keagamaan, pemuda aktivis kepartaian, pemuda aktivis peduli
bencana, komunitas pemuda sosiopreneur, komunitas pemuda pembina kaum marginal
dan anjal, komunitas pemuda pejuang
daerah 3T, komunitas pemuda pejuang 1000 Startup,
hingga sekaliber aliansi pemuda pejuang anti reklamasi, aliansi pemuda pejuang anti
korupsi, aliansi pemuda peduli kinerja pemerintah, dan sebagainya. Ya, pemuda
jaman now sudah berani bersatu
menghadirkan dirinya sebagai garda terdepan, analis, sekaligus problem solver di tengah masyarakat.
Pembaca
yang terhormat, namun kemudian menjadi pertanyaan adalah sejauh mana analisis
dan problem solving yang ditawarkan
oleh pemuda. Mengingat pernyataan seorang tokoh pendidikan nasional yang
menyatakan bahwa “Anak muda memang minim
pengalaman, maka dari itu mereka tak tawarkan masa lalu, mereka menawarkan masa
depan”. Ya, pemuda terkini memang minim pengalaman karena terlahir setelah
pemuda terdahulu, sebuah konsekuensi logis, faktor U. Analisis dan problem
solving tentu sejalan dengan pengalaman, tapi tetap saja semangat tak akan
terbendung maupun surut seiring dengan kesadaran kurangnya pengalaman diri.
Disebut
dari arah yang tak terduga karena hal yang rumit nan canggih lagi kekinian bisa
jadi kalah dengan hal yang sederhana namun sesuai kebutuhan masyarakat lagi
terjangkau, atau bahkan sebaliknya. Ibaratnya penggunaan energi dari ledakan
tersebut kurang efisien, mungkin akan bertahan jangka pendek, tanpa menafikkan
sedikitpun kebermanfaatan yang pasti ada.
Pembaca
yang terhormat, betapa besar dan beragamnya potensi pemuda, bukan berarti
pemuda harus menemukan, menganalisis, dan memecahkan masalah dengan
kemampuannya sendiri. Memang benar bahwa pengalaman akan berkembang seiring
bertambahnya temuan masalah, komprehensifnya analisis, hingga solusi yang tepat
guna, manakala itu dilakukan langsung oleh pemuda. Hal tersebut agaknya menjadi
dalil wajib bagi para pemuda terdahulu untuk tega dan segan “melepas” pemuda
terkini atas nama kedewasaan dan kemandirian. Maupun dengan dalil demi
tercapainya kualitas pemuda terkini yang diharapkan sama dengan atau bahkan
lebih dari kualitas pemuda terdahulu yang mengaku telah melewati masa-masa
sulit dijamannya hingga menjadi “orang” sekarang.
Riskan
itu manakala pemuda terdahulu sukses bernostalgia dengan perjuangannya jaman
dahulu ketika ditanya masalah, analisis, dan solusi oleh pemuda terkini,
dijaman ini. Riskan itu manakala pemuda terdahulu sukses membuat sistem yang
berjalan sempurna jaman dahulu ketika ditanya menyoal sistem yang hendak
dikembangkan oleh pemuda terkini, dijaman ini. Riskan itu manakala pemuda
terdahulu menyatakan bahwa perjuangannya kini telah usai maka sekarang giliran
pemuda penerus, ketika mendapat ajakan oleh pemuda terkini, dijaman ini. Riskan
itu manakala pemuda terdahulu sukses meyakini, menginternalisasikan, dan
mengimplementasikan secara penuh dalil wajib yang penulis sampaikan diatas,
ketika berhadapan dengan pemuda terkini, dijaman ini.
Dari
kesemuanya, kemudian muncul hal yang lebih riskan yaitu manakala pemuda terkini
sudah tidak percaya, tidak berkenan untuk menganggap penting pemuda terdahulu,
tidak ingin menimba ilmu darinya. Padahal pemuda terdahulu merupakan kunci
sekaligus penyempurna kelemahan atau kekurangan pemuda terkini, yaitu
pengalaman.
Ketidakpercayaan
tersebut tak jarang kembali membuat geram para pemuda terdahulu yang merasa
tidak dipedulikan, tidak dihormati, tidak dianggap berkontribusi, dianggap
sudah tidak relevan, dan sebagainya. Laiknya lingkaran syaithan, satu bermasalah,
maka yang lainpun kena getahnya, hingga getah tersebut kembali pada yang
memulai masalah. Bukan lagi salah pemuda terkini, pun bukan salah pemuda
terdahulu, atau memang salah keduanya. Perlunya kesadaran diri masing-masing,
meskipun alangkah baiknya pemuda terdahulu semangat memberikan contoh atau
teladan yang baik.
Seorang
tokoh muslim dari kalangan Shahabat, Ali bin Abi Thalib, menyatakan “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan jamannya,
karena mereka bukan hidup dijamanmu”. Pembaca, secara tekstual memang
ditujukan untuk anak, namun perluas wawasan kita. Tidak hanya sebatas orang tua
(ibu-bapak) terhadap anak, namun berlaku juga untuk kakak terhadap adik kandung,
kakak terhadap adik angkatan meskipun hanya berbeda 1 generasi, pimpinan
terhadap stafnya meskipun hanya berbeda
1 generasi, apalagi dengan yang jarak antar generasi cukup jauh. Karena berbeda
1 generasi pun tak menutup kemungkinan akan berbeda kondisi. Sejatinya hanya
menyoal siapa yang lebih dulu lahir dan siapa berikutnya. Meskipun kita
sama-sama familiar dengan istilah Baby
Boomers, Gen X, Gen Y, Gen Z, Gen Alpha, dan sebagainya.
Maka,
alangkah baiknya apabila pemuda terdahulu turut bersatu dengan pemuda terdahulu
yang lain, yang sama-sama berpengalaman. Suksesnya nostalgia kita hanya sebagai
teladan bagaimana pemuda terkini harus semangat berjuang. Selebihnya, pemuda
terdahulu tetap memiliki kewajiban untuk mendidik pemuda terkini, dijaman ini,
sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, harus kembali berjuang untuk menilik
balik atau me-review perkembangan
jaman lintas generasi. Pemuda terdahulu tidak perlu khawatir, ragu, atau gengsi
untuk belajar dari pemuda terkini terkait jamannya. Apabila ada kesalahan atau
ketidakberkenanan kita terhadap pemuda terkini, maka dipastikan itu merupakan
buah dari keengganan pemuda terdahulu untuk berbagi ilmu maupun memberikan
teladan.
Akhirnya,
pemuda itu bukanlah yang memang usia muda, luaskan wawasan kita bahwa pemuda
itu merupakan JIWA, yang sah-sah saja dimiliki oleh semua kalangan, semua umur,
kapanpun, dimanapun. Buktikan bahwa pemuda terdahulu tetap memiliki jiwa pemuda
terkini untuk mampu berjuang dijaman ini. Buktikan bahwa pemuda terdahulu
merupakan sebenar-benar teladan. Ketika kelak pemuda terkini menjadi pemuda
terdahulu, Penulis berkeyakinan kuat bahwa pemuda terkini di masa depan kelak minimal
akan melakukan hal yang sama kepada pemuda terkini di masa depan, dan begitulah
seterusnya. Inilah sebenar-benar era kolaboratif untuk menyongsong era dengan
tantangan yang jauh lebih rumit.
Penulis
memohon maaf karena dalam kepenulisan lebih bersifat subjektif sehingga mungkin
ada hal/ pemikiran/ konsep yang kurang berkenan. Saling mengingatkan dalam
kebaikan dan kesabaran. Saran yang membangun selalu dinantikan untuk terus
memperluas wawasan kita bersama.
Wassalamu’alaykum,
Pembaca.