Saturday, October 28, 2017

JIWA PEMUDA INDONESIA: TERKINI DAN TERDAHULU, BERANI BERSATU

Pemuda Indonesia Berani Bersatu” (Kemenpora RI, 2017).

Assalamu’alaykum, Pembaca. Syukur alkhamdulillah, Allah masih memberikan kesempatan kepada kita untuk sekali lagi berada pada puncak atau minimal turut merasakan semangat para pemuda. Ya, tentunya momentum Sumpah Pemuda pada hari Sabtu (28/10) ini turut menjadi charger semangat kita.

Tak sejengkal tanah pada dunia di genggaman tangan Pembaca sekalian kecuali sudah dipenuhi dengan bibit-bibit jasmerah melalui ceritera perjuangan poetra dan poetri Indonesia terdahulu, peran penting pemuda yang disebut oleh salah satu Founding Father mampu mengguncang dunia, hingga tantangan dan pesan perjuangan kekinian terhadap pemoeda jaman now. Pun, pemerintah melalui Kemenpora dengan tegas mengusung big concept “Pemuda Indonesia Berani Bersatu” untuk menjadikan ledakan semangat ini sebagai suplai energi penguat dan penjaga keutuhan serta kemajuan NKRI.

Bukan sebaliknya, ledakan yang membumihanguskan NKRI dari sel yang terkecil yaitu diri kita sendiri, dengan contoh riil adalah berani bersatu menebar kebencian terhadap saudara sendiri terlebih saudara seiman, berani bersatu unjuk kekuatan atas nama penjagaan tradisi (yang negatif), hingga berani bersatu unjuk diri kaum yang dulu merasa teraniaya namun tetap sabar menunggu permintaan maaf serta pengakuan atas nama hak asasi dan eksistensinya yang tidak membahayakan.

Ledakan semangat tersebut sejatinya tidak hanya muncul pada momentum Sumpah Pemuda saja, karena pemuda memang identik dengan semangat menggelora, penyadaran kompetensi, pengakuan diri, aktualisasi diri, dan sebagainya, di berbagai waktu dan kondisi. Buah dari semangat tersebut cukuplah membenarkan bahwa pemuda berpotensi mengguncang dunia: semangat dalam pembinaan diri, berbakti kepada orang tua, peduli dengan kerabat serta sahabat, pemuda prestatif akademik, pemuda aktivis keagamaan, pemuda aktivis kepartaian, pemuda aktivis peduli bencana, komunitas pemuda sosiopreneur, komunitas pemuda pembina kaum marginal dan anjal, komunitas pemuda pejuang daerah 3T, komunitas pemuda pejuang 1000 Startup, hingga sekaliber aliansi pemuda pejuang anti reklamasi, aliansi pemuda pejuang anti korupsi, aliansi pemuda peduli kinerja pemerintah, dan sebagainya. Ya, pemuda jaman now sudah berani bersatu menghadirkan dirinya sebagai garda terdepan, analis, sekaligus problem solver di tengah masyarakat.

Pembaca yang terhormat, namun kemudian menjadi pertanyaan adalah sejauh mana analisis dan problem solving yang ditawarkan oleh pemuda. Mengingat pernyataan seorang tokoh pendidikan nasional yang menyatakan bahwa “Anak muda memang minim pengalaman, maka dari itu mereka tak tawarkan masa lalu, mereka menawarkan masa depan”. Ya, pemuda terkini memang minim pengalaman karena terlahir setelah pemuda terdahulu, sebuah konsekuensi logis, faktor U. Analisis dan problem solving tentu sejalan dengan pengalaman, tapi tetap saja semangat tak akan terbendung maupun surut seiring dengan kesadaran kurangnya pengalaman diri. 

Riskan itu manakala negeri dinaungi oleh beragam masalah sedangkan yang berwenang kurang atau bahkan tidak memberikan prioritas serta arahan yang jelas, siapa dan masalah apa yang akan diselesaikan terlebih dahulu. Kurangnya prioritas dan arahan pada umumnya juga dibumbui dengan gebrakan nama yang persuasif seperti gerakan seratus X, gerakan seribu Y, gerakan sejuta Z, dan seterusnya, sekaligus bumbu utama berupa sekian lembar kertas atau cek bernominal untuk Leading Innovation dari arah yang tak terduga, nyatanya sukses menggaet hati para pemuda yang rindu akan aktualisasi dan kontribusi, tanpa mengesampingkan niat baik untuk berdharma bakti pada negeri.

Disebut dari arah yang tak terduga karena hal yang rumit nan canggih lagi kekinian bisa jadi kalah dengan hal yang sederhana namun sesuai kebutuhan masyarakat lagi terjangkau, atau bahkan sebaliknya. Ibaratnya penggunaan energi dari ledakan tersebut kurang efisien, mungkin akan bertahan jangka pendek, tanpa menafikkan sedikitpun kebermanfaatan yang pasti ada.

Pembaca yang terhormat, betapa besar dan beragamnya potensi pemuda, bukan berarti pemuda harus menemukan, menganalisis, dan memecahkan masalah dengan kemampuannya sendiri. Memang benar bahwa pengalaman akan berkembang seiring bertambahnya temuan masalah, komprehensifnya analisis, hingga solusi yang tepat guna, manakala itu dilakukan langsung oleh pemuda. Hal tersebut agaknya menjadi dalil wajib bagi para pemuda terdahulu untuk tega dan segan “melepas” pemuda terkini atas nama kedewasaan dan kemandirian. Maupun dengan dalil demi tercapainya kualitas pemuda terkini yang diharapkan sama dengan atau bahkan lebih dari kualitas pemuda terdahulu yang mengaku telah melewati masa-masa sulit dijamannya hingga menjadi “orang” sekarang.

Riskan itu manakala pemuda terdahulu sukses bernostalgia dengan perjuangannya jaman dahulu ketika ditanya masalah, analisis, dan solusi oleh pemuda terkini, dijaman ini. Riskan itu manakala pemuda terdahulu sukses membuat sistem yang berjalan sempurna jaman dahulu ketika ditanya menyoal sistem yang hendak dikembangkan oleh pemuda terkini, dijaman ini. Riskan itu manakala pemuda terdahulu menyatakan bahwa perjuangannya kini telah usai maka sekarang giliran pemuda penerus, ketika mendapat ajakan oleh pemuda terkini, dijaman ini. Riskan itu manakala pemuda terdahulu sukses meyakini, menginternalisasikan, dan mengimplementasikan secara penuh dalil wajib yang penulis sampaikan diatas, ketika berhadapan dengan pemuda terkini, dijaman ini.

Dari kesemuanya, kemudian muncul hal yang lebih riskan yaitu manakala pemuda terkini sudah tidak percaya, tidak berkenan untuk menganggap penting pemuda terdahulu, tidak ingin menimba ilmu darinya. Padahal pemuda terdahulu merupakan kunci sekaligus penyempurna kelemahan atau kekurangan pemuda terkini, yaitu pengalaman.

Ketidakpercayaan tersebut tak jarang kembali membuat geram para pemuda terdahulu yang merasa tidak dipedulikan, tidak dihormati, tidak dianggap berkontribusi, dianggap sudah tidak relevan, dan sebagainya. Laiknya lingkaran syaithan, satu bermasalah, maka yang lainpun kena getahnya, hingga getah tersebut kembali pada yang memulai masalah. Bukan lagi salah pemuda terkini, pun bukan salah pemuda terdahulu, atau memang salah keduanya. Perlunya kesadaran diri masing-masing, meskipun alangkah baiknya pemuda terdahulu semangat memberikan contoh atau teladan yang baik.

Seorang tokoh muslim dari kalangan Shahabat, Ali bin Abi Thalib, menyatakan “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan jamannya, karena mereka bukan hidup dijamanmu”. Pembaca, secara tekstual memang ditujukan untuk anak, namun perluas wawasan kita. Tidak hanya sebatas orang tua (ibu-bapak) terhadap anak, namun berlaku juga untuk kakak terhadap adik kandung, kakak terhadap adik angkatan meskipun hanya berbeda 1 generasi, pimpinan terhadap stafnya meskipun hanya  berbeda 1 generasi, apalagi dengan yang jarak antar generasi cukup jauh. Karena berbeda 1 generasi pun tak menutup kemungkinan akan berbeda kondisi. Sejatinya hanya menyoal siapa yang lebih dulu lahir dan siapa berikutnya. Meskipun kita sama-sama familiar dengan istilah Baby Boomers, Gen X, Gen Y, Gen Z, Gen Alpha, dan sebagainya.

Maka, alangkah baiknya apabila pemuda terdahulu turut bersatu dengan pemuda terdahulu yang lain, yang sama-sama berpengalaman. Suksesnya nostalgia kita hanya sebagai teladan bagaimana pemuda terkini harus semangat berjuang. Selebihnya, pemuda terdahulu tetap memiliki kewajiban untuk mendidik pemuda terkini, dijaman ini, sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, harus kembali berjuang untuk menilik balik atau me-review perkembangan jaman lintas generasi. Pemuda terdahulu tidak perlu khawatir, ragu, atau gengsi untuk belajar dari pemuda terkini terkait jamannya. Apabila ada kesalahan atau ketidakberkenanan kita terhadap pemuda terkini, maka dipastikan itu merupakan buah dari keengganan pemuda terdahulu untuk berbagi ilmu maupun memberikan teladan.

Akhirnya, pemuda itu bukanlah yang memang usia muda, luaskan wawasan kita bahwa pemuda itu merupakan JIWA, yang sah-sah saja dimiliki oleh semua kalangan, semua umur, kapanpun, dimanapun. Buktikan bahwa pemuda terdahulu tetap memiliki jiwa pemuda terkini untuk mampu berjuang dijaman ini. Buktikan bahwa pemuda terdahulu merupakan sebenar-benar teladan. Ketika kelak pemuda terkini menjadi pemuda terdahulu, Penulis berkeyakinan kuat bahwa pemuda terkini di masa depan kelak minimal akan melakukan hal yang sama kepada pemuda terkini di masa depan, dan begitulah seterusnya. Inilah sebenar-benar era kolaboratif untuk menyongsong era dengan tantangan yang jauh lebih rumit.

Penulis memohon maaf karena dalam kepenulisan lebih bersifat subjektif sehingga mungkin ada hal/ pemikiran/ konsep yang kurang berkenan. Saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran. Saran yang membangun selalu dinantikan untuk terus memperluas wawasan kita bersama.

Wassalamu’alaykum, Pembaca.