Assalamu’alaykum,
Pembaca. Semoga Pembaca sekalian sedang dalam keadaan baik, sehat wal ‘afiyah. Sudah hampir satu tahun
penulis menghilang, lost contact,
keluar dari garis orbital sistem peredaran notes
facebook dan blogger, hehe.
Penulis memohon do’a dari Pembaca sekalian agar kita semua dijadikan serta
tetap istiqamah sebagai insan yang tidak merugi: mereka yang beriman, beramal
shalikh, mengajak pada jalan yang benar, serta saling menguatkan kesabaran
selama meniti jalan tersebut, Allahumma
aamiin.
Engkau
tahu, Kawan? Akhir-akhir ini Penulis kepikiran sesuatu hal yang berkaitan
dengan do’a. Sejenak me-review, entah
sudah berapa kali semenjak zaman kecil imut-imut hingga se-gedhe (besar) ini, request
do’a itu hadir.
....“Mohon do’anya saja ya, Le”, ucap seorang
kakak yang dijahilin adik cowoknya perkara hijab.
....“Donga (do’a) ne yo, Dhik”, “Donga’no yo, Har”, ucap rekan-rekan
dengan berbagai rencana aktivitasnya.
....“Mohon do’anya ya, insyaaAllah kami....”,
ucap seorang guru (!) yang memiliki project
keummatan yang bikin baper karena
diperuntukkan bagi anak yatim, piatu, dan dhuafa.
....“Mohon do’a nya saja deh, Mas”, ucap
seorang “adik” yang otw menuntaskan
amanah studinya, atau ucap mereka yang lain ketika merasa l-e-l-a-h memiliki
kakak yang cerewet.
....“Mohon do’a untuk ....” (1), ucap seorang
laki-laki, seorang perempuan, beserta masing-masing keluarganya, yang
hendak/telah mengucapkan suatu “perjanjian” yang besar.
....“Mohon do’a untuk ....” (2), ucap
orang-orang yang sedang ditimpa ujian terhadap dirinya, keluarganya, maupun kerabatnya,
oleh karena sakit, bencana, hingga kematian.
Lalu
“kepikiran dibagian mananya??? Akutu
kepikiran:
....“Do’a ku bakal sampai gak ya?”
....”Yang minta do’a kok justru yang lebih mantap
ibadahnya ya?”
....”Shalat, biasa ae. Shaum, arang. Tahajud, opo
maneh. Ngaji, asal-asal-an. Piye do’a ku?”
....”Zina mata, jalan. Zina tangan, jalan. Zina
telinga, jalan. Zina pikiran, jalan. Njaluk dikabulne?”
Hingga
kemudian Akutu merasa tidak berguna,
secara tidak langsung merasa mengecewakan orang yang memohon bantuan do’a,
ekstremnya bisa jadi mutung dari do’a
bahkan terhadap diri sendiri. Pernahkah Pembaca sekalian terlintas pikiran
sedemikian rupanya? Sudah pikiran bergejolak, pun hati “terdalam” tak mau kalah
gejolaknya.
....”Halaaah, tinggal do’a saja kok”
....”Ya masa’ gak mendo’akan??? Dia sakit lho,
Dia kena musibah lho”.
....”Sombong amat ini orang tidak mau berdo’a”.
....”Ulama pernah bilang kalau kita belum dikata
mukmin kalau belum mendo’akan saudaranya (!)”.
Komplit
sudah konflik internal pada diri ini. Namun
semuanya berubah ketika.... (Opening film Avatar, hehe)
“....Tidak ada seorang muslim pun yang mendo’akan kebaikan bagi saudaranya
(sesama mmuslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan
bagimu juga kebaikan yang sama”, (HR. Muslim).
Kau
tahu, Kawan? Ternyata tidak ada alasan untuk tidak mendo’akan orang lain, pada
umumnya kepada saudara sebangsa setanah air, dan terlebih kepada saudara seiman
yang tersebar di segala penjuru Bumi ini. Why?
Karena secara substansi do’a itu ternyata tidak hanya tertuju pada orang yang
dido’akan saja, namun juga akan kembali kepada orang yang mendo’akan. U know, Gengs, Malaikat langsung yang
meng-aamiin-kan do’a kita! Ya,
Malaikat! Brothers, Sisters, tidak salah kok ku menyebutkan
M-A-L-A-I-K-A-T. Kalau kita-kita yang berdo’a, meng-aamiin-i, sangat mungkin tertahan karena tingkah polah kita
sehari-hari yang nakal. Beda level dengan Malaikat, makhluk ciptaan Allah yang
nol kesalahan, tidak ada dosa, hanya melakukan yang baik-baik saja, tentu do’a
ibarat berada pada jalan bebas hambatan.
Ketika
kita main di dunia nyata maupun main di medsos, lalu dipertemukan maupun
diperlihatkan oleh Allah dengan saudara berbagai usia yang sedang jihad
memperjuangkan finansial serta kelangsungan hidup diri dan keluarganya dengan
cara yang ma’ruf, kita turut membantu
atau seminimal mungkin sembari hati bergetar turut mendo’akan agar yang
bersangkutan dimudahkan aktivitasnya, dilariskan jualannya, dicukupkan
ekonominya, diberi kesehatan yang terbaik, sejatinya kita sedang mengiba pada
Yang Maha Kaya agar diri ini mampu menahan diri dari pemborosan, mengelola
aktivitas, hingga merasakan nikmatnya bershadaqah.
Ketika
kita berada di lingkungan kerja, sebelum memulai aktivitas di pagi hari kita
langkahkan kaki ke mushala terdekat. Ambil wudhu, shalat 4 rakaat dhuha,
kemudian berdo’a agar rekan-rekan kantor diberikan petunjuk serta kelancaran
dalam menuntaskan amanahnya hari itu, berharap agar diberikan penjagaan dari
hal-hal yang tidak diinginkan, maka sejatinya kita sedang mendo’akan kelancaran
dan keberkahan atas aktivitas atau amanah kita pada hari tersebut.
Ketika
ada saudari kita yang berperang dengan batinnya dalam otw hijrah dari segi penampilan dengan berbagai tantangannya, kita
berdo’a agar yang bersangkutan diberikan kekuatan, bimbingan, dan keistiqamahan
dalam menunaikan syariat wajib dalam berpenampilan, maka sejatinya kita ikut
mendo’akan diri agar bisa terus menuntut ilmu-ilmu syariat sehingga kemudian
istiqamah menjaga pengamalan syariat islam, yang sedang kita upayakan dan yang
akan kita upayakan kelak dikemudian hari.
Ketika
saudara kita hendak berkarya atau menuntaskan amanahnya, kita berdo’a agar
Allah memberikan petunjuk, arahan, bimbingan, sehingga nafsu tidak mudah
mengontrol segala niat dan aktivitasnya, maka sejatinya kita sedang berdo’a
agar Allah pun membukakan “jalan” yang penuh berkah dan hampir tidak mungkin
dicemari begitu mudahnya dengan hawa nafsu maupun amarah, atas tantangan dan
masalah yang akan kita hadapi.
Ketika
ada saudara yang sakit, kita berdo’a agar yang bersangkutan diberikan kekuatan
untuk bersabar sekaligus dikaruniai pengampunan dosa dan lekas kembali
beraktivitas pada normalnya, maka sejatinya kita juga sedang mendo’akan diri
kita agar dikaruniai nikmat sehat wal ‘afiyah maupun kelak ketika kita jatuh
sakit diberikan kesabaran dan pengampunan dosa.
Ketika
ada saudara yang tertimpa musibah bencana (selaiknya kondisi terkini di Negeri
tercinta), kita berdo’a agar yang bersangkutan mampu bersabar, tidak serta
merta putus asa, dan berupaya mengambil hikmahnya, maka sejatinya kita sedang
memohon agar diri ini diberikan kesabaran ekstra, keyakinan untuk tetap
berpegang teguh pada Allah, serta kejernihan hati agar tergolong sebagai orang
yang “berpikir”.
Termasuk,
ketika ada saudara di luar Bumi Pertiwi nan damai ini yang sedang mengalami
penindasan tiada henti (selaiknya saudara Palestina), kita berdo’a agar masyarakat
disana kesabarannya going extra miles,
tidak ada rasa putus asa, tetap menjaga Al-Qur’an meski dalam kecamuk perang,
semakin semangat jihad fii sabilillah
secara fisik, bahkan kita berharap atas kemenangan mutlak yang dinanti-nanti,
sejatinya kita sedang meminta pada Allah agar diri ini peka dalam merasakan
perih sakitnya, merasakan kobar semangatnya, merasakan manisnya buah
perjuangan, merasakan cinta matinya pada Al-Qur’an, merasakan cita-cita
tertinggi ummat Muslim.
Berdo’a
terhadap diri sendiri, maka akan kembali pada diri sendiri saja. Berdo’a
terhadap orang lain, maka akan tersampaikan pada orang tersebut plus kembali
pada diri kita. Selaiknya kita memohon “dunia”, maka dunia saja yang akan kita
dapatkan. Beda cerita bila kita memohon “akhirat”, maka kita mendapatkan paket
komplit dunia dan akhirat. Penulis teringat ada seorang ‘Ulama yang mengatakan,
“Saya do’akan seluruh santri-santri
saya....”. Sudah santrinya makin mantap oleh karena dido’akan oleh ‘ulama, plus
sejatinya do’a tersebut akan kembali dan semakin menambah kemuliaan ‘ulama
tersebut, pikir saya.
Betapa
pentingnya do’a sehingga tidak main-main penyebutan do’a sebagai senjatanya
orang islam. Selaiknya senjata, kita harus merawat tuas, selongsong, hingga
pelurunya. How to merawat kekuatan do’a? Silahkan browsing, bisa
dipastikan akan banyak jawaban yang jleb.
Penulis mengambil contoh satu hal saja, yaitu perkara halal dan haram. Perkara
yang satu ini sejatinya luas. Berharap do’a manjur tapi makanan-minumannya
HARAM? Yakin do’a manjur tapi yang dipakai barang HARAM? Ngarep banget do’a manjur tapi pakai duit HARAM? Ngebet do’a manjur tapi melakukan
perbuatan HARAM demi mendapatkan itu semua? Dari keempat hal tersebut, yang kita banget pada umumnya perkara makanan
dan minuman. Penulis yakin banyak diantara kita yang sudah paham kok mana
makanan dan minuman yang diharamkan, semoga Allah menjaga kita dari yang jelas
keharamannya tersebut. Pun penulis yakin tak sedikit diantara kita yang sudah
khatam mana makanan dan minuman yang jelas dihalalkan, semoga Allah melimpahkan
setetes ilmu-Nya sehingga kita selalu terpaut dengan yang jelas halalnya.
Namun semuanya berubah
ketika.... Ketika yang jelas halal dan haram itu
sedikit sekali sedangkan yang samar-samar, abu-abu, syubhat, misterius, dan sejenisnya, jauuuuuuuuuh lebih banyak, terlebih ketika zaman semakin kompleks.
Ketika komposisi makanan dan minuman lebih kompleks dari komplek perumahan. Maka
kita sama-sama berdo’a, berharap supaya Allah memberikan kepekaan dan
kehati-hatian pada diri kita terhadap yang samar tadi, melalui ilmu. Seminimal
mungkin adalah dengan mengucap do’a sebelum makan/minum. Apabila kita ragu yang
tidak seberapa karena ilmu cukupan, maka dimantapkan saja. Apabila kita
benar-benar ragu, dan keraguan itu dibuktikan dengan ilmu yang mumpuni, maka
baiknya ditinggalkan. Penulis teringat kisah seorang Kiai di sebuah daerah, saking mantapnya penjagaan diri dari
yang samar, bahkan beras (yang notabene halal) pun diperoleh dengan cara
menanam padi secara mandiri di ladang miliknya.
Dua
hal lagi, pertama, karena do’a yang ditujukan kepada orang lain akan kembali
kepada kita, maka jangan mendo’akan
keburukan. “Ya Allah, semoga dia
celaka”, maka bagi kita juga demikian. “Mugo-mugo
dagangan e gak payu (tidak laris)”, maka bagi kita hal yang sama. “Ndang cepet mati!”, maka siap-siap saja.
Kedua, karena do’a yang ditujukan pada orang lain itu dikabulkan, bisa jadi
kemudahan dalam aktivitas, kejernihan dalam berpikir, kebijaksanaan dalam
keputusan, terhindar dari lubang ketika berkendara, mudah cari makan, uang
bulanan lancar, dagangan laris, jodoh mantap, keluarga sakinah mawaddah
warahmah dan berkah, sangat mungkin ada faktor X sebagai buah dari do’a orang
lain pada kita, maka jangan sombong atas
capaian/kondisi terbaik kita.
So,
Brothers n Sisters fillah, yuk saling mendo’akan dalam kebaikan. Orang lain
dapat, pun kita juga dapat tanpa dikurangi sedikitpun. Gak ada ruginya saling
mendo’akan, selaiknya tiada rugi dalam bershadaqah. Tak ada yang dikurangi, tak
ada yang diuntungkan satu sisi saja, namun justru akan bertambah, semua pihak
diuntungkan. Cuman tinggal kitanya percaya atau tidak, yakin atau tidak,
mengimani atau tidak, berani membuktikan atau tidak. Ngapunten karena Penulis secara pribadi masih banyak kurang
disana-sini.