Sunday, June 11, 2017

MEREKA YANG “PAHAM”, “TIDAK PAHAM”, DAN HADIRNYA “MANTAN”

Berhenti menutup mata, mulailah berbagi rasa. Berhenti menutup diri, mulailah memberi arti. Act now!” (Class Mild, 2013).

Sebuah kalimat yang sarat makna nan mudah dipahami. Sebuah kalimat nan persuasif yang mengajak kita untuk mengaktualisasikan diri. Sebuah kalimat yang terucap bukan dari seorang ahli kesehatan, pemerhati kesehatan, pemerintah, bahkan sekelas motivator, melainkan terucap dari seorang yang “paham” benar betapa manusia butuh asupan semangat baik secara tindakan maupun verbal. Bukan rahasia umum manakala sesuatu yang penting pasti disampaikan berulang kali, begitu juga mereka yang “paham” secara kontinyu memberikan pesan kehidupan tersebut setiap hari. Namun sungguh disayangkan, mereka yang “paham” justru duduk di kursi dan meja kerja yang tidak tepat, menuangkan gagasan pada kertas yang tidak tepat, pun membawa kepentingan yang tersembunyi dibalik sebuah pesan kehidupan. Kepentingan yang mampu terlindungi oleh karena kontribusinya pada perekonomian dan ketenagakerjaan suatu bangsa cukup bermakna. Kepentingan yang tiada lagi selain bisnis dan pengerusakan suatu bangsa itu sendiri. Kepentingan yang lambat laun memaksa mereka yang “tidak paham” untuk menerima sepenuhnya atau melawan semampunya.

Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin” (PP no 13 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan). Banyak riset tak terbantahkan yang mendasari munculnya kebijakan tersebut. Zat berbahaya dalam rokok terbukti berpotensi besar membawa kita pada kondisi tersebut. Perlu kita apresiasi salah satu perlawanan mereka yang “tidak paham” dengan cara menuliskan tulisan tersebut pada kemasan rokok, berharap sebuah keajaiban terjadi pada triliyunan sel otak para penikmat rokok setelah membacanya. Sungguh disayangkan, tulisan yang informatif namun tak cukup kuat mencapai taraf persuasif. Tulisan yang menakut-nakuti sebagian kalangan sekaligus menggerakkan sebagian kalangan yang lain untuk menantang rasa takut yang ada. Sekalipun ada denda secara materiil berupa denda uang ketika merokok di tempat yang tak seharusnya itupun tak menyurutkan semangat para penikmat rokok. Rasanya bisa dimaklumi seiring dengan ketidaktegasan sang pembuat kebijakan, manakala mulut tidak lagi sejalan dengan tindakan.

Masyarakat yang “tidak paham” pun tak tinggal diam. Muncullah gagasan “No Tobacco Day”, hari tanpa tembakau maupun rokok. Sebuah momen mendunia dimana masyarakat melawan dan menumpahkan ketidaksetujuannya terhadap rokok bahkan penikmatnya. Ketidaksetujuan tersebut disampaikan melalui orasi dan ajakan untuk tidak merokok. Dituliskan melalui poster dengan gambar yang cukup menakutkan seperti asap tengkorak, gigi yang rusak, kanker saluran nafas atas, bahkan paru yang menghitam dan membusuk, sejalan dengan tulisan yang digagas pemerintah. Bahkan dengan totalitas ada sebagian aksi mendatangi penikmat rokok, menjelaskan berbagai hal seputar rokok, lalu rokok tersebut digantikan dengan makanan, minuman, atau minimal dengan sebungkus bunga mawar nan cantik untuk menggantikan kenikmatan rokok. Patut apresiasi perlawanan sekaligus kepedulian mereka yang “tidak paham” karena mau memahami, meski hanya sehari. Sungguh disayangkan, laiknya bunga mawar cantik, sungguh cepat layu, sejalan dengan berakhirnya momen No Tobacco Day. Mereka yang “tidak paham” kembali pada rutinitas masing-masing dan berjalan bak angin berlalu mendiamkan para penikmat rokok yang mungkin tanpa kita sadari hatinya mulai terketuk.

“Berhenti menutup mata, mulailah berbagi rasa”. Bukan berarti harus ikut menjadi penikmat rokok hanya untuk bisa berbagi rasa. Namun, menghadirkan diri tanpa berbekal orasi maupun poster nan menakutkan. Menghadirkan diri yang siap mendampingi bukan menghina, berbagi pesan kehidupan bukan mendakwa, mengajari bukan melarang, sebagai teman seutuhnya bukan sebagai Tuhan yang Mahabenar dan Mahasempurna.“Berhenti menutup diri, mulailah memberi arti”. Bukan berarti harus bergabung seutuhnya dengan penikmat rokok hanya untuk berani memberi arti. Namun, menghadirkan diri tanpa pola pikir bahwa penikmat rokok adalah penikmat dosa yang kelak akan menyesal dengan sendirinya. Menghadirkan diri yang mau memahami pesan kehidupan yang kerap dibutuhkan para penikmat rokok. Bagi kita yang “tidak paham”, pasti akan susah karena mungkin kita masih menutup mata dan menutup diri. Namun, ada kalangan yang sejatinya paham sembari berharap No Tobacco Day dapat diperingati setiap hari. Ada kalangan yang mampu memahami pesan kehidupan dan tidak sedang terikat dengan bisnis maupun kepentingan. Mereka adalah mantan penikmat rokok.


Akhirnya, “Act now!”. Era kekinian identik dengan semangat memperjuangkan eksistensi diri, semangat persatuan, semangat peduli, dan memperbaiki kondisi bangsa melalui kemunculan berbagai komunitas, merupakan suatu masa yang cukup berpotensi. Untuk melawan penikmat rokok, maka hadirkan mantan penikmat rokok. Untuk melawan mereka yang duduk di tempat yang tidak seharusnya, hadirkan mantan penikmat rokok untuk duduk bermusyawarah mengonsep pesan kehidupan. Untuk melawan pesan kehidupan semu, hadirkan mantan penikmat rokok sebagai pembawa pesan. Untuk melawan kontinyuitas pesan semu, hadirkan mantan penikmat rokok yang komitmen mendampingi secara riil dan kontinyu mengetuk hati hingga terbuka. Untuk melawan kepentingan semu, hadirkan mantan penikmat rokok yang mewakili kepentingan ummat. Hadirkan mantan penikmat rokok disetiap seminar kesehatan, disetiap diskusi strategis, disetiap sosialisasi kesehatan, disetiap sudut wilayah, disetiap momen temu warga. Hadirkan mantan penikmat rokok bukan sebagai pendosa, melainkan sebagai yang paling siap berbagi rasa dan memberi arti.