“Berhenti menutup mata, mulailah berbagi
rasa. Berhenti menutup diri, mulailah memberi arti. Act now!” (Class Mild,
2013).
Sebuah
kalimat yang sarat makna nan mudah dipahami. Sebuah kalimat nan persuasif yang
mengajak kita untuk mengaktualisasikan diri. Sebuah kalimat yang terucap bukan
dari seorang ahli kesehatan, pemerhati kesehatan, pemerintah, bahkan sekelas
motivator, melainkan terucap dari seorang yang “paham” benar betapa manusia
butuh asupan semangat baik secara tindakan maupun verbal. Bukan rahasia umum
manakala sesuatu yang penting pasti disampaikan berulang kali, begitu juga
mereka yang “paham” secara kontinyu memberikan pesan kehidupan tersebut setiap
hari. Namun sungguh disayangkan, mereka yang “paham” justru duduk di kursi dan
meja kerja yang tidak tepat, menuangkan gagasan pada kertas yang tidak tepat,
pun membawa kepentingan yang tersembunyi dibalik sebuah pesan kehidupan.
Kepentingan yang mampu terlindungi oleh karena kontribusinya pada perekonomian
dan ketenagakerjaan suatu bangsa cukup bermakna. Kepentingan yang tiada lagi
selain bisnis dan pengerusakan suatu bangsa itu sendiri. Kepentingan yang
lambat laun memaksa mereka yang “tidak paham” untuk menerima sepenuhnya atau
melawan semampunya.
“Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan
jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin” (PP no 13 tahun 2003
tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan). Banyak riset tak terbantahkan yang
mendasari munculnya kebijakan tersebut. Zat berbahaya dalam rokok terbukti
berpotensi besar membawa kita pada kondisi tersebut. Perlu kita apresiasi salah
satu perlawanan mereka yang “tidak paham” dengan cara menuliskan tulisan
tersebut pada kemasan rokok, berharap sebuah keajaiban terjadi pada triliyunan
sel otak para penikmat rokok setelah membacanya. Sungguh disayangkan, tulisan
yang informatif namun tak cukup kuat mencapai taraf persuasif. Tulisan yang
menakut-nakuti sebagian kalangan sekaligus menggerakkan sebagian kalangan yang
lain untuk menantang rasa takut yang ada. Sekalipun ada denda secara materiil
berupa denda uang ketika merokok di tempat yang tak seharusnya itupun tak
menyurutkan semangat para penikmat rokok. Rasanya bisa dimaklumi seiring dengan
ketidaktegasan sang pembuat kebijakan, manakala mulut tidak lagi sejalan dengan
tindakan.
Masyarakat
yang “tidak paham” pun tak tinggal diam. Muncullah gagasan “No Tobacco Day”, hari tanpa tembakau
maupun rokok. Sebuah momen mendunia dimana masyarakat melawan dan menumpahkan
ketidaksetujuannya terhadap rokok bahkan penikmatnya. Ketidaksetujuan tersebut
disampaikan melalui orasi dan ajakan untuk tidak merokok. Dituliskan melalui poster
dengan gambar yang cukup menakutkan seperti asap tengkorak, gigi yang rusak,
kanker saluran nafas atas, bahkan paru yang menghitam dan membusuk, sejalan
dengan tulisan yang digagas pemerintah. Bahkan dengan totalitas ada sebagian
aksi mendatangi penikmat rokok, menjelaskan berbagai hal seputar rokok, lalu
rokok tersebut digantikan dengan makanan, minuman, atau minimal dengan
sebungkus bunga mawar nan cantik untuk menggantikan kenikmatan rokok. Patut
apresiasi perlawanan sekaligus kepedulian mereka yang “tidak paham” karena mau
memahami, meski hanya sehari. Sungguh disayangkan, laiknya bunga mawar cantik,
sungguh cepat layu, sejalan dengan berakhirnya momen No Tobacco Day. Mereka yang “tidak paham” kembali pada rutinitas
masing-masing dan berjalan bak angin berlalu mendiamkan para penikmat rokok
yang mungkin tanpa kita sadari hatinya mulai terketuk.
“Berhenti menutup mata,
mulailah berbagi rasa”. Bukan berarti harus ikut menjadi
penikmat rokok hanya untuk bisa berbagi rasa. Namun, menghadirkan diri tanpa berbekal
orasi maupun poster nan menakutkan. Menghadirkan diri yang siap mendampingi
bukan menghina, berbagi pesan kehidupan bukan mendakwa, mengajari bukan
melarang, sebagai teman seutuhnya bukan sebagai Tuhan yang Mahabenar dan
Mahasempurna.“Berhenti menutup diri,
mulailah memberi arti”. Bukan berarti harus bergabung seutuhnya dengan
penikmat rokok hanya untuk berani memberi arti. Namun, menghadirkan diri tanpa
pola pikir bahwa penikmat rokok adalah penikmat dosa yang kelak akan menyesal
dengan sendirinya. Menghadirkan diri yang mau memahami pesan kehidupan yang
kerap dibutuhkan para penikmat rokok. Bagi kita yang “tidak paham”, pasti akan
susah karena mungkin kita masih menutup mata dan menutup diri. Namun, ada
kalangan yang sejatinya paham sembari berharap No Tobacco Day dapat diperingati setiap hari. Ada kalangan yang
mampu memahami pesan kehidupan dan tidak sedang terikat dengan bisnis maupun
kepentingan. Mereka adalah mantan penikmat
rokok.
Akhirnya,
“Act now!”. Era kekinian identik
dengan semangat memperjuangkan eksistensi diri, semangat persatuan, semangat
peduli, dan memperbaiki kondisi bangsa melalui kemunculan berbagai komunitas,
merupakan suatu masa yang cukup berpotensi. Untuk melawan penikmat rokok, maka
hadirkan mantan penikmat rokok. Untuk melawan mereka yang duduk di tempat yang
tidak seharusnya, hadirkan mantan penikmat rokok untuk duduk bermusyawarah
mengonsep pesan kehidupan. Untuk melawan pesan kehidupan semu, hadirkan mantan
penikmat rokok sebagai pembawa pesan. Untuk melawan kontinyuitas pesan semu,
hadirkan mantan penikmat rokok yang komitmen mendampingi secara riil dan
kontinyu mengetuk hati hingga terbuka. Untuk melawan kepentingan semu, hadirkan
mantan penikmat rokok yang mewakili kepentingan ummat. Hadirkan mantan penikmat
rokok disetiap seminar kesehatan, disetiap diskusi strategis, disetiap
sosialisasi kesehatan, disetiap sudut wilayah, disetiap momen temu warga.
Hadirkan mantan penikmat rokok bukan sebagai pendosa, melainkan sebagai yang
paling siap berbagi rasa dan memberi arti.