Tuesday, December 23, 2014

SETIDAKNYA KEMARIN SEMPAT INGAT... IBU


Assalamu’alaykum, Pembaca. Syukur alkhamdulillah selalu kita ucapkan kepada Allah swt. Atas ijin-Nya kita masih berkesempatan menikmati secuil nikmat dunia hingga akhir tahun masehi ini. Dan alkhamdulillah kemarin telah kita peringati Hari Ibu nih yang disebut-sebut menjadi trending topic di dunia maya, dunia nyata, dan mungkin dunia lain. Berbicara tentang Hari Ibu nih, pasti kemarin Pembaca sudah memberikan hal terbaik untuk ibu, mulai dari ucapan lisan “terima kasih ibuk, selamat hari ibu, ibu baik deh!” (pasang wajah memelas), “Love u Mom, you’re my everthing!” (iklan susu deh), dan sejenisnya, hingga yang berbentuk hadiah spesial berupa hal-hal yang disukai ibu mulai dari masakan spesial dari anak tercinta, membantu pekerjaan rumah, dan sebagainya dengan harapan yang berbeda pula, berharap senyum spesial seorang ibu, pelukan hangat dari ibu, ridho dan do’a seorang ibu, pokoknya bukan berharap uang saku ditambah saja #ups. Sungguh hebat kalau Pembaca memanfaatkan momen kemarin dengan meminta maaf, do’a, dan ridho ibu. Tak jauh berbeda dengan mereka yang sudah ditinggal terlebih dahulu, pastinya do’a paling spesial-lah yang mereka ucapkan. Overall setidaknya kemarin kita sempat ingat pada ibu kita, bukan begitu?


Sempat ingat”? Ya, kemarin kita “sempat” ingat ibu kita. Seakan-akan kita jarang ingat kepada ibu kita, benar? Seolah kita ini anak yang jarang memikirkan ibu kita, setuju? Bagi yang serumah dengan ibu, tidak jarang lho kita bangun pagi lalu teringat tugas-tugas yang menanti kita, bergegas mandi, ganti pakaian, makan pagi, lalu cusss ke sekolah atau tempat kerja. Kita tidak begitu peduli siapa yang memasak makanan yang membuat kita siap sedia menjalani hari demi hari. Kita pulang dari sekolah atau tempat kerja, rumah sudah begitu cantik dan rapinya, dengan kasur dan makanan yang siap memanjakan kita. Dan alhasil kita mungkin lupa siapakah behind the scene kenyamanan yang kita rasakan. Bagi Pembaca yang berstatus perantau kos-lover jauh dari ibu, berapa kali dalam 1 tahun Anda memberi kabar pada ibu tanpa beliau hubungi dahulu? Berapa kali dalam 1 bulan Anda memberi kabar bahwa dompet Anda sudah tidak berpenghuni sebelum ibu Anda yang bertanya? Berapa kali dalam 1 minggu terbesit dalam pikiran Anda keingintahuan akan kabar ibu? Lalu bagaimana dengan mereka yang sudah berkeluarga? Yang sudah berbeda rumah dengan orang tua #ehm, apalagi yang sudah tidak bisa dipertemukan kembali untuk saat ini, seberapa ingatkah kita sebelum akhirnya kelak dipertemukan? Bukan bermaksud buruk sangka lho.


Pembaca yang terhormat, dengan momen Hari Ibu kemarin, yuk yuk yuk kita selalu bersyukur kepada Allah swt atas segala kebaikan yang Allah berikan melalui ibu kita. Allah memberikan berkah makan makanan buatan ibu, Allah memberikan berkah pakaian yang bagus yang dibelikan oleh ibu atau bahkan ibu kita yang membuatnya untuk kita, Allah memberikan sebuah berkah yang insyaaAllah tidak bisa kita dapatkan untuk kedua kalinya dan pasti tidak didapatkan oleh anak lain yaitu nikmat lahir dengan selamat ke dunia ini melalui rahim ibu atas ijin Allah meskipun pada saat itu kita sebagai bayi tidak tahu bagaimana apa yang dirasakan ibu kita. Ibu hanya berpikir dan pasti berbaik sangka, bangga bisa melahirkan seorang generasi penerus bangsa dambaan umat, berusaha menepis rasa sakit yang saya sebagai laki-laki tidak tahu seberapa sakit itu. Pun ketika seorang ibu ketika melahirkan harus dijemput oleh Pemilik Kehidupan, insyaaAllah surga lah balasannya. Masih adakah alasan untuk tidak memikirkannya sedetik saja? Masih adakah alasan untuk tidak membuatnya tersenyum sekali saja? Masih adakah alasan untuk tidak menyisipkan nama ibu kita dalam setiap lantunan do’a? Betapa Rasulullah Muhammad saw menegaskan untuk menghormati ibu 3x melebihi hormat kita pada bapak. Pembaca, sadarlah setetes air susu ibu tidak akan terbalas oleh dunia seisinya bila kita persembahkan untuk beliau. Namun bukan berarti tidak ada gunanya apa yang kita berikan pada beliau. Justru harusnya membuat kita semakin memperbanyak berbuat baik pada ibu. Guru saya pernah berkata bahwa ridho Allah ridhonya orang tua (termasuk ibu). Dan ketika ibu kembali pada Penciptanya, hilanglah ridho tersebut, selamanya. Oleh karena itu yuk sama-sama ingat sembari bersyukur atas hadirnya ibu dalam kehidupan kita. Jangan sampai beliau sedih ataupun kecewa atas tingkah laku kita. Terlebih jangan sampai beliau menyesal kelak di akhirat atas tingkah laku kita. Karena penulis tak lebih baik dari Pembaca, penulis mohon maaf atas kata-kata yang kurang berkenan di hati. Terima kasih dan wassalamu’alaykum. (mw)

Saturday, September 20, 2014

KELUAR JALUR ITU SAKITNYA "DISANA"


Assalamu’alaykum, Pembaca yang dirahmati Allah. Bagaimana kabar Anda sekalian? Insya Allah dan semoga selalu dalam kondisi terbaik, dalam kondisi bersyukur saat sehat maupun sakit, dalam kondisi fit untuk melakukan seluruh list kebaikan yang telah direncanakan dalam 1 hari ini. Mungkin Pak MTGW akan mengucapkan 2 kata super memotivasi, super menghargai usaha kita, super membuat kita untuk selalu menjadi super, ya Anda “Super Sekali” (sembari menyodorkan secuil jempol tangan kanan). Salah satu guru saya juga pernah bilang bahwa saat kita bangun tidur usahakan langsung memikirkan hal baik dan perbaikan selama sehari ini, waw, how about kita saat bangun tidur? Mungkin yang terbesit pertama adalah “masih ngantyuuuuk, bubuk agy aaaah” z_z. Pembaca yang terhormat, memang benar alangkah baiknya kita membuat list kebaikan yang sebisa mungkin kita lakukan dalam 1 hari ini: mengucap salam, menanyakan kabar, membantu teman nyelesaiin tugasnya, membantu agenda organisasi, silaturahim, banyakin baca dan memahami Al-Qur’an, ikut pengajian dan kajian ilmu, nraktir orang se-kampus (what???), de el el, sesuai kemampuan, syarat dan ketentuan yang berlaku. Cukup “super sekali” kan list tersebut? Melakukannya untuk kebaikan diri sendiri, mengucap salam dan menanyakan kabar teman dekat kita. Membantu teman menyelesaikan tugasnya karena ingin dianggap pintar, baik hati, tidak sombong, suka menabung atau mungkin karena dia yang (ehm) menjadikan hidup kita “terasa” spesial bila, haha. Membantu jutaan agenda organisasi biar tidak dicap mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang kuliah pulang). Belain ikut pengajian dan kajian karena ada si dia, dia, dan dia atau biar terlihat alim oleh ribuan pasang mata. Mentraktir orang se-kampus karena ingin update, gahooool, biar gak dibilang cupu, kudet, atau apalah sebutan hinanya. Benar begitu Pembaca??? Bila iya, Anda dapat 100 poin karena Anda jujur dan berani mengakuinya tapi -100 poin bila Anda bangga melakukannya. Bila tidak, selamat Anda mendapat 1 dikali X poin karena mungkin ada alasan lain untuk itu.


Pembaca yang saya banggakan (eh tapi jangan Ge’eR ya), salah satu guru saya pernah mengingatkan saya dengan sangat halus melalu 3 kata “Karenanya atau karena-Nya”. Beda font size saja padahal, yang satu n (normal) satunya N (capslock), namun interpretasi dan konsekuensinya itu lhooo. Ya, kriminolog nyebutnya motif, kalau motivator nyebutnya motivasi, kalau Penulis normal saja deh “NIAT”. Apapun yang kita lakukan pasti diawali sebuat niat, “sesuatu” yang ingin kita dapat/ capai/ tuju, sekalipun perbuatan tersebut kurang baik juga diawali oleh niat. Guru saya yang lain juga pernah cerita tentang seorang pemuda yang ikut hijrah Rasulullah SAW karena niatnya ingin bersama seorang perempuan, alhasil hijrah yang kebaikan dan besar (pahala)nya sungguh luar biasa tidak didapatnya, melainkan hanya seorang perempuan yang sedari awal dia inginkan. Coba flashback pada list kebaikan yang telah kita buat atau bahkan telah kita lakukan. Sudah benarkah niat kita? Sudah luruskah niat kita? Sudah konsistenkah niat kita? Kita menyapa, bersosialisasi, dan sebagainya hanya untuk mencari teman, hanya ingin dikenal orang, hanya ingin mencari kesenangan ngobrol ngalor ngidul etan kulon? Kita kuliah, sekolah, hanya ingin mendapat nilai A/100? Masihkah kita mencontek saat ujian? Kita bekerja, hanya ingin mendapat uang gaji bulanan? Masihkah kita memaksa meminta kenaikan pangkat dan gaji? Kita ikut pengajian dan kajian hanya untuk dikenal dan dicap sebagai orang “benar”? Masihkah kita ngaji dan belajar sendiri kalau tidak ada yang mengajak atau menemani?


Pembaca yang dirahmati Allah, Penulis pribadi masih sering keluar dari jalur utama niat. Masih sering terbesit cabang-cabang niat yang tidak jelas, ya itu semua mungkin karena niat yang belum murni, kalaupun niat kita murni mungkin belum berdifusi merata ke hati, dan bisa jadi karena titik titik hitam yang sering muncul menjadi kompetitor niat baik sejalan dengan dosa yang kita lakukan setiap hari, setiap saat, bahkan setiap detik. Menakutkan sekali lho kalau kita melenceng dari niat, niat karena Allah tiba-tiba melenceng menjadi niat karena ingin dikenal dan terkenal, melenceng menjadi niat ingin terlihat gaul, melenceng menjadi niat untuk mendapatkan harta, jabatan, atau pasangan, Penulis takut sakitnya itu lho disana (mikir ketika diakhirat piye). Oleh karena itu yuuuuk selalu berusaha memperbaiki niat kita, bukankah semua yang didapatkan sesuai niatnya? Kalau bisa berniat hanya pada Allah SWT, Mahapencipta, ngapain susah-susah niat untuk makhluk ciptaan-Nya. Penulis mohon maaf bila banyak tulisan yang kurang berkenan dihati Pembaca, semoga bermanfaat, dan wassalamu’alaykum.

Sunday, August 17, 2014

MERAIH KEMERDEKAAN DENGAN "INNER BEAUTY"


Assalamu’alaykum, Pembaca yang dirahmati Allah. Bagaimana kabar Anda hari ini? Semoga sehat selalu ya. Penulis juga ingin mengucap Dirgahayu NKRI! Selamat memperingati ulang tahun yang ke-69! #NadaSemangat (btw, “Dirgahayu” itu artinya apa ya?? -_-). Dan jangan sampai terbalik jadi NKRI ke-69 ya, hehe lak ya lucu kalau ada 69 NKRI di bumi ini, bisa jadi benua baru tuh. Semoga rakyat Indonesia (termasuk Penulis) bisa memaknai “Kemerdekaan” ini dengan positive thinking dan semangat yang selalu terbarukan, amin #TiupBendera..fiuuuhh (bukan tiup lilin). Pembaca yang saya hormati, meskipun tak bisa dimungkiri ada rakyat dibelahan Indonesia bagian sana yang pada tanggal 17 Agustus masih merasa dan dengan semangat menyuarakan bahwa sejatinya Indonesia belumlah merdeka dengan alasan kesejahteraan ekonomi yang minim, pendidikan yang belum merata, SDA yang dikuasai asing, elit politik yang korupsi, dan lainnya, tetaplah ber-positive thinking! Kalau mau flashback dan buka buku sejarah, Indonesia dijajah selama 350 tahun, (mungkin) dengan tingkat ekonomi dan pendidikan yang tak se-maju sekarang, para pendahulu tetap memperjuangkan kemerdekaan hingga tetes terakhir #IklanSusu, ya tetes darah terakhir. Senjata api VS bambu runcing alkhamdulillah dimenangkan oleh kubu bambu runcing. Lho kok bisa? Apa ada tips? trik? Cheats? Code? Sehingga rakyat NKRI menang dengan berbekal sebilah bambu dan ikat kepala merah putih?.... wdyt? what do you think?


Tampak luar berbekal sebilah bambu dan ikat kepala merah putih, tapi siapa sangka “inner beauty”nya keluar! “Inner beauty”nya adalah semangat membela kebenaran dan meraih kemenangan serta didampingi oleh kesabaran yang tiada duanya. Kata salah satu guru saya pejuang tersebut berbekal kesabaran dan semangat kebenaran yang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang pada saat itu. Istilah kerennya limited edition deh semangat dan kesabarannya. Oleh karena limited edition inilah sebenarnya orang tersebut laik disebut telah meraih “kemerdekaan” atas diri pribadi yang inshaaAllah menjadi kunci untuk meraih “kemerdekaan” atas bangsa. Ya kunci mereka meraih kemerdekaan atas NKRI adalah memerdekakan diri dengan kesabaran, membela yang haq/ benar, dan memerangi/ menjauhi yang bathil, begitulah kata beliau.


Pembaca yang saya banggakan, memang benar manusia yang senantiasa berbuat kebaikan, mengingatkan akan kebenaran, dan kesabaran merupakan makhluk yang sungguh beruntung. Ketika di hati dan pikiran telah menancap kuat keinginan untuk selalu membela kebenaran, tidak ada lagi kata “aku atuuut #PoseAlay”, tidak ada lagi kata “lain kali aja deh”, tak ada lagi kata “itu urusanmu bukan urusanku” untuk mempertahankan kebenaran tersebut. Tak ada niat untuk mundur dari “medan perang” laiknya pejuang terdahulu yang hatinya sudah mantap memperjuangkan kemerdekaan NKRI. Dan ketika hati telah diliputi kesabaran, inshaaAllah cobaan apapun itu akan diambil sisi positifnya dan berusaha membuat diri ini yakin bahwa cobaan datang untuk menaikkan derajat kita. Dan kita juga seharusnya yakin bahwa setiap cobaan yang datang pastilah tak lebih berat dari kemampuan kita, itu artinya tak ada alasan bagi kita untuk tidak tetap semangat and keep movin’ keep struggle dalam hidup ini. Toh ya setelah kesulitan ada kemudahan, setuju? mau bukti? Coba tanya Pak Soekarno dan Pak Hatta yang dengan semangatnya telah menyatakan kemerdekaan RI atas penjajahan bangsa lain, oke? Semoga dengan “inner beauty” tersebut bisa menjadikan rakyat Indonesia menjadi “limited edition” di bumi ini dan berhak mendapatkan “kemerdekaan”nya serta mengusahakan “kemerdekaan” NKRI yang lebih baik lagi. Semoga bermanfaat. Mohon maaf bila banyak kekeliruan dalam redaksional, diksi, maupun lainnya. Kesempurnaan pastilah milik Allah, kekurangan hanya milik manusia, dan Penulis tak lebih baik dari Pembaca. Kurangnya mohon ditambahi, lebihnya mohon disimpan sendiri. Karena diri pantas menerima kritik dan saran dan sama sekali tak pantas untuk pujian. Terima kasih dan wassalamu’alaykum, Pembaca!! ^_^V


*huayooow siapa yang didaerahnya masih diadakan upacara bendera? Sudah lama saya tidak upacara #kangen. Yang didaerahnya ada lomba seru2an? Panjat pinang nih biasanya, lomba hias RT/ RW. Kalau ditengah kota mungkin panjat gedung ya. Btw, hari ini Penulis lihat banyak lomba jalan diatas bambu licin dan panjat pinang berhadiah ditengah sungai lho #curhat, so what about you? Ini curhatku mana curhatmu? (mw)

Friday, July 18, 2014

FROM PLAYLIST TO PIKIRAN, MENTAL, DAN SEMANGAT

Assalamu’alaykum, Pembaca yang dirahmati Allah. Bagaimana kabar Anda? InshaaAllah sehat selalu ya. Bagaimana kabar semangat Anda di hampir 1/3 terakhir bulan Ramadhan ini? Semoga semakin semangat deh! Sedikit share penulis yang mendapat kesempatan mengikuti kajian ramadhan bersama seorang penulis, Pak Rifa’i Rif’an. Kajian utamanya tentang mempersiapkan diri menjadi yang “halal”, hehehe. Banyak hal yang penulis dapat, termasuk isi kajian utamanya, dan beberapa saran beliau yang wah sekali. Salah satu yang beliau singgung diakhir kajian adalah melemahnya pikiran, mental, dan semangat kita karena mendengarkan lagu-lagu yang ya minta ampyuuuun galaunya, melownya, sedihnya itu lho gak nguati iman. Nah, menurut penulis pribadi lagu-lagu model begitu biasanya menyampaikan pesan yang sulit diterjemahkan oleh Badan Inteligen, ahli enkripsi, bahkan hacker profesional belum tentu tahu isinya. Dan pesan tersebut akan lebih mudah diterjemahkan oleh seseorang yang terlanjur sedih dan galau akut tanpa alasan. Efeknya apa? Ya lagu itu seakan mengerti kita dan dengan setia menemani kita. Namun dilain sisi, sedikit demi sedikit menggerus pikiran, mental, dan semangat kita, karena negatif ketemu negatif bukan jadi postif tapi jadi double negatif dan alhasil mempengaruhi kehidupan kita. Sebelumnya mohon maaf karena akan banyak menyinggung yang galau-galau, hehe, kalau terlalu jleb dan gak kuat silahkan lambaikan tangan pada penulis.


Pembaca yang terhormat, memang benar sesuatu yang diperdengarkan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu bisa menyebabkan apa yang didengar menancap sampai ke inti sel (wah lebay!). Apa yang didengar seakan sudah mendominasi memori otak, sehingga yang diingat ya itu itu saja dalam segala keadaan. Contoh nih satu lagu yang mendayu bin melow bin galau binti alay didengarkan terus menerus bahkan sampai hafal, dalam setiap kegiatan bisa jadi terbesit di pikiran kita. Bayangkan! Anda mengerjakan tugas kemudian menyanyi-nyanyi ria, atau bahkan meneteskan air mata sampai tugas Anda berlumuran air mata bukan karena tugasnya tapi karena lagu melow yang terbesit dalam pikiran Anda, eman kertas e! Anda berkendaraan lalu tanpa sadar seakan di helm terpasang sound system lalu Anda karaokean sendiri, berhubung lagu yang diputar di otak adalah lagu galau sekalipun Anda ngakunya pembalap pun akan melaju 5 km/j. Apalagi kalau lagunya galau mungkin tanpa hujan badai sekalipun jalanan yang Anda lewati akan banjir! Itu mah biasa, nih ekstrem! Saat shalat, mulut Anda mengucap bacaan dalam shalat namun pikiran Anda asyik mendendangkan lagu galau yang bahkan Anda tak paham artinya alhasil shalat Anda gak semangat dan gak bisa move on! Gak lucu kan kalau shalat tiba-tiba lemas, lelah, letih, lunglai, lungset, dan akhirnya nyungsep di sajadah karena mendadak galau gak jelas. Yang masih niat belum bisa takbir, yang berdiri gak segera sujud, yang sujud gak segera bangun (eh jangan-jangan....!!). Pernahkan Anda membaca Al-Qur’an sesekali pikiran Anda seakan ada playlist lagu yang nyala sendiri dan tidak bisa dimatikan, lalu Anda menangis? Ya, bukan karena Anda paham ayat itu berisi ancaman yang pedih namun Anda menangis karena lagu galau ala jelangkung tadi (datang tak dijemput, tiba-tiba jadi iklan di pikiran kita). Hehehe, saya bilang menancap sampai inti ini karena efeknya bisa sampai pikiran kita tembus ke perbuatan kita juga. Nyatanya lagu yang sedih, galau, melow, atau apalah itu justru melemahkan mental kita, melemahkan pikiran kita, melemahkan fisik kita, benar??


Penulis utamanya mengingatkan pada diri sendiri yang juga masih suka lagu-lagu melow gitu dan pernah merasakan beberapa hal yang tertulis di paragraf sebelumnya. Tapi inshaaAllah sudah mulai berkurang, move on ke lagu-lagu yang membawa semangat. Penulis setuju dengan saran Pak Rifa’i Rif’an bahwa hapus lagu-lagu yang melow dan kawannya, lalu ganti dengan playlist lagu pembawa semangat. Contohnya lagu perjuangan yang inshaaAllah membakar semangat (bukan lagu supporter bola yaw), lagu yang memotivasi amar ma’ruf nahi munkar dan esensinya dapat (bukan lagu yang gak jelas maksudnya), lagu-lagu yang mengingatkan akan kebesaran Allah, lebih buuaaaaaaik lagi diisi dengan murottal Al-Qur’an. Saran yang terakhir ini lho, murottal Al-Qur’an, guyonan beliau mungkin awalnya telinga kita merasa panas, tapi lihat efek pada paragraf sebelumnya! Dalam segala aktivitas kita tak lagi lewat iklan lagu-lagu galau dkk, justru firman Allah yang akan menghiasi pikiran kita. Setelah kita terbiasa mendengar murottal, inshaaAllah, semoga bisa mengurangi pikiran kita dari ngrasani, nggosip, mikir sing ngeres, ngomong ngalor ngidul tanpa arah yang jelas. Lebih dari itu kalau sudah terbiasa mendengar itu saat kita membaca Al-Qur’an sedikit banyak kita terbantu dalam melafalkan dan menghafalnya, inshaaAllah. Mohon maaf atas banyak kekurangannya, mohon jangan dipuji bila ada lebihnya, mohon kritik dan sarannya, karena penulis tak lebih baik dari pembaca. Wassalamu’alaykum. (mw)

Sunday, June 29, 2014

PANGGILAN SAYANG


Assalamu’alaykum, Pembaca. Alkhamdulillah, inshaaAllah Pembaca sekalian sudah mulai berpuasa ya, atau ada yang belum? Semoga niat puasa selalu bisa kita jaga sebaik mungkin. Tak hanya niatnya namun juga segala tindakan selama puasa itu juga diharapkan sebaik niatnya. Pembaca yang terhormat, suatu hal yang menarik saat melihat banyak sinetron remaja, yang sedikit banyak juga menggambarkan kenyataan dikeseharian remaja saat ini. Sering yah dengar ada seorang laki-laki atau perempuan pada pasangan jenisnya kata ajaib nih saat memanggil langsung atau via media apa gitu: “sayaaang”, “bebeeb” (asline bebek), “say”, “papa/mama”, dan sebagainya lah ya yang ngakunya gak alay pasti ya tahu. Panggilan pasangan (bahasa ekstrimnya pacar) mereka pasti disambut dengan gembira, hati sumringah, berbunga-bunga karena dipanggil oleh si kekasih, benar? Bahkan orang lain yang sama-sama memanggil tidak dihiraukan, hanya menghiraukan panggilan si kekasih, benar? Because it is a time to take a date with him/her! Just a view time (hours exactly!) And share everything (nonsense absolutely!) in this day, right?. Bila benar, berarti Anda suka lihat sinetron, hehe, guyon rek. Hal ini saya yakin juga banyak terjadi dimasyarakat, mungkin juga yang baca ini langsung kesinggung (ups maaf, sengaja kok). Bagaimana bila “yang punya” si kekasih itu yang memanggil kita? Memanggil untuk mendekatkan kita padanya tapi justru menjauhkan kita dari kekasih kita? Akankah kita menolak? Ataukah kita nurut? Hehe. Panggilan yang penulis maksud bukan panggilan orang tua si kekasih lho tapi panggilan Allah kepada kita melalui kumandang adzan. It is time to take a date with Allah! A view time (exactly), share (and ask/wish) everything for our life (not only this day!). Dan meninggalkan sementara segala kekasih (baca: aktivitas) yang biasa kita lakukan. Hmmm, pasti beda bila pasangan (yang ngakunya pacar) sepertinya lebih berpotensi menghalangi kita memenuhi panggilan Allah dan pasangan (bukan pacar! Tapi suami/istri) inshaaAllah (dan seharusnya) justru mengajak kita memenuhi panggilan Allah tersebut. Asyiiiiik. Intinya yang banyak disinggung bukan (hanya) masalah pasangan tidak sah atau pasangan sah, tapi respon kita terhadap panggilan spesial Allah pada kita.


Pembaca yang terhormat, sering kita dibiasakan kalau ada adzan ya didengarkan, sudah, stop, titik, berhenti sampai didengarkan saja, lanjut keaktivitas yang tadi terhenti sejenak. Sama dengan kita dipanggil oleh kekasih kita namun kita cuekin saja, bagaimana perasaan dia? Bisa jadi ngambek, marah, jadi cuek balik. Saat Allah memanggil kita untuk kembali mendekatkan diri pada-Nya, apakah kita akan cuek juga? Salah satu guru saya pernah berkata bahwa kumandang adzan di masjid, mushola, itu bukan untuk didengarkan (saja) tetapi juga untuk didatangi. Penulis juga pernah membaca disuatu buku dituliskan bahwa ketika kita mendengar suara adzan, maka dengan segera kita sembari melangkahkan kaki kita ke masjid atau mushola (sumber suara adzan) tadi, dengan semangat dan harapan bisa mengisi shaf terdepan dan tidak tertinggal takbir pertama dalam shalat. Betapa sayangnya Allah pada kita, memberi kesempatan untuk “menemui” dan memohon segala hal baik pada-Nya. Pun saat melangkahkan kaki ke masjid inshaaAllah menjadi amalan baik juga, kalau kata guru saya, dihapuskan 1 keburukan, dicatatlah 1 (atau lebih) kebaikan disetiap langkahnya. Beda sekali kalau kekasih yang memanggil, bisa saja di jalan malah tersandung, aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi (lagune sopo yo??). Banyak kan manfaatnya?? Itupun inshaaAllah hanya setetes manfaat yang bisa tersampaikan, padahal kalau lautan jadi tinta untuk menulis ilmu Allah, niscaya akan habis dan bahkan kurang. Dan maanfaat lainnya inshaaAllah bisa diketahui dengan mengkaji kitab bersama “guru” yang memang berkompeten, apalagi dibulan ramadhan ini, inshaaAllah kajian islam juga semakin banyak diminati.


Penulis mohon maaf karena penulis tentu tak lebih baik daripada Pembaca sekalian, bukan karena lebih baik lalu mengingatkan, tapi mengingatkan orang lain utamanya pasti mengingatkan diri sendiri juga yang paling banyak kurangnya. Pada intinya saling menasehati dalam perbuatan baik dan kesabaran kan? Oleh karena itu yuk sama-sama memahami panggilan Allah ini dengan sebaik mungkin. Sabar berpuasa yeee, minimal ya sabar menahan lapar dan dahaga plus nafsu biologis, kalau intermediate ditambah menahan dan menjaga perbuatan dan lisan kita, kalau advance dimaksimalkan dengan benar-benar menjaga hati kita dari segala hal yang berpotensi mengurangi faedah puasa untuk kita. Terima kasih atas kesediaannya membaca dan wassalamu’alaykum. (mw)

Saturday, May 17, 2014

YUUUK "MENANAM"!!!


Assalamu’alaykum, Pembaca. Bagaimana kabar Anda? Semoga dalam kondisi yang baik dan inshaaAllah akan selalu dalam kondisi yang baik ya. Sudah mencapai pertengahan salah satu bulan yang suci nih, bulan Mei? No! tetapi bulan Rajab, for sure! Dan hayooo kurang berapa detik lagi bulan Ramadhan?? Jangan sampai deh bila ada yang masih merasa baru kemarin halal bihalal so bulan Ramadhan masih lama. Pembaca yang saya hormati, masih ingatkah Anda ketika masih kecil dahulu senang menyanyikan lagu dengan lirik “Ayo kawan kita bersama, menanam jagung di kebun kita....”, ingat? Bila ingat, masa kecil Anda terselamatkan, hehe. Sungguh tepat bila dinyanyikan di bulan spesial ini. Salah satu guru saya mengatakan bahwa bulan Rajab adalah “bulan menanam”. Menanam apa? Eits, bukan menanam jagung lho ya! Hayoo coba tebak, apa sih yang bisa ditanam di bulan Rajab ini? Berhubung masih “menanam”, jadi jangan ragu untuk menanam “bibit” terbaik yang Anda miliki.

Banyak kok “bibit” yang bisa ditanam.
1.      Interaksi dengan Al-Qur’an. Bagi yang masih merasa berat melirik, memegang, membuka, membaca, serta mengkaji Al-Qur’an, termasuk penulis sih, yuk sama-sama mencoba untuk lebih dekat dengan bersama kitab Allah yang tiada tandingannya ini. Pernah lihat acara televisi “Satu Jam Bersama.... atau Satu Jam Lebih Dekat....”? Nah tak perlu satu jam sih. Cukup beberapa menit saja (kalau membaca), beberapa jam (kalau mengkaji) dan sebisa mungkin rutin, inshaaAllah bermanfaat. Namun tetap harus kualitas yang terbaik, tidak asal membaca, tidak asal mengkaji.

2.      Shalat jama’ah di masjid terutama yang mengaku muslim. Bagi yang masih merasa berat (sekali lagi termasuk penulis), terutama jama’ah Subuh dan Isya (nah!) yuk, yuk, yuk, menyemangati kaki kita untuk melangkahkannya ke masjid meskipun tidak kita suruh (kok bisa?).

3.      Sedekah. Ehm, tebal tipisnya isi dompet, besar kecilnya otot, pandai atau kurang pandai, rupawan atau tidak wajahnya inshaaAllah bukanlah halangan yang berarti. Yang perlu dikhawatirkan adalah saat kita merasa akan kelaparan bila sedekah (uang, makanan), merasa lelah bila sedekah (tenaga), merasa rendahan bila sedekah (ilmu), merasa tak pantas bila sedekah (senyum, salam, sapa). Yuk perbanyak berbuat hal baik kepada orang lain, inshaaAllah akan kembali ke kita kok itu manfaatnya, yakin dweh.

4.      Puasa sunah. Ada yang bilang diperbolehkan puasa di bulan Rajab, namun tidak penuh 1 bulan. Kalau kata guru saya, berpuasa di bulan Rajab saat puasa senin-kamis, saat puasa ayyamul bidh (puasa dipertengahan bulan), atau puasa seperti Nabi Daud a.s. (sehari puasa, sehari berbuka) karena ketiga puasa ini memang dianjurkan. Bagi yang belum terbiasa puasa sunah, yuuuk dibiasakan. Tak perlu takut jadi kurus kering kerontang kerempeng mana keren deh kalau puasa, tak perlu takut jatuh sakit gara-gara puasa, yang perlu ditakutkan adalah saat tubuh kita tidak pernah kita beri kesempatan untuk istirahat (tidur saja kagak cukup, Bro).

5.      Antimaksiat. Nih istilah dari guru saya juga “bulan Antimaksiat”. Sedari awal sudah menanam prinsip antimaksiat supaya saat “menyiram” dan “panen” bukanlah kemaksiatan yang kita dapat. Ayo bersama menjaga pandangan (dari hal-hal yang berpotensi rawan kriminalitas), jaga lisan (bicara yang baik saja), menjaga setiap perbuatan kita (ojo kakean polah), menjaga pikiran kita (yang biasanya berpikiran kotor, sudah saatnya diberi norit dan kaporit), menjaga hati (lagunya Yovie-Nuno?? Bukan!) dari setitik noda hitam yang berpotensi merusak susu sebelanga (peribahasa rek!).

Dan masih banyak lagi “bibit” yang belum masuk list diatas. Tugas kita bersama adalah membuat list “bibit” terbaik yang akan kita tanam. Tanamlah bibit dengan kualitas terbaik, laiknya iklan kecap dan kopi “dipilih dari biji kualitas terbaik yang dibesarkan seperti membesarkan anak sendiri (anak kok disamakan dengan biji??)”. Karena penulis tak lebih baik dari pembaca, so penulis masih banyak kurangnya deh, percayalah. Mohon maaf bila ada yang kurang, mohon kritikan, komentar, sarannya, selebihnya disimpan saja. Terima kasih, semoga bermanfaat. Wassalamu’alaykum, Pembaca terhormat.
#Maaf postingnya telat, hehe, adakah yang bertanya-tanya “menyiram”, “panen”?? cooming syuuuun. (mw)

Friday, May 2, 2014

2 MEI.. "ILMU".. MAHAL? ya, NIKMAT? mungkin, SUDAH DISYUKURI? rasanya belum


Assalamu’alaykum, Pembaca. Bagaimana keadaan Anda diawal bulan yang spesial ini? Syukur alkhamdulillah bila sedang dalam keadaan baik maupun kurang baik dan semoga selalu dalam keadaan yang baiknya. Tak lupa from the deepest of my heart, penulis mengucapkan selamat Hari Pendidikan Nasional bagi yang memperingatinya. Bagi yang memperingatinya? Berarti ada yang tidak sedang memperingatinya? Mungkin, hehe. Mungkin ada yang lupa karena bukan tanggal merah. Atau mungkin sengaja tidak memperingatinya karena merasa masih banyak hal dibidang pendidikan yang perlu dibenahi. Overall, tidak ada salahnya kok kita memperingati hari ini, hari Jum’at, ya hari Jum’at kan hari yang istimewa, hehe. :p

Pembaca yang terhormat, mungkin kita pernah bertanya dalam pikiran kecil kita, mengapa ya kok banyak hal yang kita peringati namun kita pribadi tidak tahu ada apa sih yang mendasari peringatan itu? Hal itu diperingati untuk apa? Hanya untuk mengenang perjuangan Bapak Pendidikan Nasional dan kawan-kawan serta kejadian masa lalu? Atau justru sebagai pembelajaran dan evaluasi kita dimasa kini?.... Jujur nih, penulis pribadi tidak tahu bagaimana sejarahnya sehingga bisa muncul yang namanya peringatan Hari Pendidikan Nasional, hehe. Yang tahu dengan jelas, mohon ditulis dibagian komentar yaaaa, yang sudah baca wajib menjawab, haha. Meskipun berpedoman Jas Merah, namun penulis belum sanggup membahas sejarahnya. Yang akan dibahas adalah....

Yuk, sekali lagi mengucap syukur alkhamdulillah kepada Allah atas salah satu nikmat yang wajib disyukuri, Ilmu. Berkesempatan merasakan duduk di kursi PAUD, TK, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, PTN, PTS. Dari jaman Anda yang hanya bisa menangis sampai jaman Anda sedang membaca posting ini. Pernah membayangkan andaikata Anda memasuki sebuah gudang film dokumenter, dan semua filmnya adalah ilmu yang telah Anda dapat? Pernah membayangkan membuka sebuah file dokumen yang isi semua list ilmu yang pernah Anda dapat? Pernah membayangkan membuka sebuah buku kas yang isinya seluruh pengeluaran Anda selama ini hanya demi yang namanya ilmu? Ada yang bilang “Ilmu itu mahal”. Ya, mahal, buktinya? Sekolah masih bayar, les privat bayar, cari informasi via internet di warnet bayar, pakai modem pribadi bayar lagi, beli buku bayar, apa lagi? Beli makan untuk akomodasi otak yang kelaparan? Bayar juga tuh, haha. Itulah indahnya perjuangan. Bukan mahalnya yaaa, namun yuk sadar betapa ilmu itu memang penting. Tanpa ilmu, orang akan tetap hidup kok, namun tanpa kejelasan dan tujuan yang berarti. Kalau teman-teman mahasiswa pasti tahu istilah “long life learner”, teman-teman pondok pasti tahu semboyan “santri seumur hidup”, adapun yang bilang “menimba ilmu sampai ke liang lahat”. Intinya Cuma satu “hidup kita ini butuh yang namanya ilmu”, meskipun kelak kita akan merasa lelah, letih, lesu, lunglai, lungset, ilmu tetap setia menemani bahkan menunggu untuk dipinang *what?? ^_^a

Hai, hai, hai, yang sekarang sedang menikmati kursi empuk perkuliahan!! (Termasuk penulis sih). Yang masih suka TA a.k.a. titip absen, yang masih suka keluar kelas untuk ke kamar mandi lalu belok ke kantin, yang masih suka datang kuliah telat dan masuk dengan wajah innocent, yang masih suka telat dan malas mengumpulkan tugas, yang masih suka ninggalin kuliah demi shoping dan nge-mall atau nge-game, yang masih suka menomorsatukan hp dibanding dosen yang dengan penuh cinta menyampaikan materinya, yang masih suka ngatain dosennya dibelakang, yang masih suka berbuat pelanggaran saat ujian, yang masih suka saya (ehh, haha), heeeellooooooowww apa kabar???? *mungkin si Ilmu sedang bersedih karena dicuekin, di-PHP-in, dipermainkan, diduakan, dicampakkan, di apa lagi? -____-"

Pembaca, saya yakin Anda pasti bingung, rasanya tulisan kali ini cukup membingungkan. Tapi, yuk sama-sama bermuhasabah, mengevaluasi setiap sikap kita, menyadari bahwa diri kita ini adalah orang yang terdidik, so pasti harus sejalan dengan sikap dong, setuju? Saling mengingatkan apabila melakukan kesalahan. Penulis tetap tak lebih baik dari pembaca. Kurangnya jangan ditagih, lebihnya mohon dikembalikan, akhir curhat, wassalamu’alaykum, Pembaca.
*Btw, tidakkah Anda bertanya mengapa diawal saya sebutkan “bulan yang spesial ini”?? :)

Thursday, April 3, 2014

5 MENIT UNTUK 5, 10, 15, 20,...... TAHUN


Assalamu’alaykum, Pembaca tercinta. Bismillah, semoga kita selalu mendapat nikmat sehat secara gratis, nikmat bernafas gratis, juga nikmat waktu yang inshaaAllah juga gratis. Alkhamdulillah kita masih diberi kesempatan bertemu dengan bulan April. Bagi yang merasa memiliki semboyan “Jas Merah” pasti akan ingat ibunda yang harum sekali namanya, ya, ibunda Kartini. Bagi yang tidak merasa masih kecil dan nduweso plus sukanya menjahili orang lain pasti akan ingat istilah “April Mop” (masih eksis nih istilah???). Kata Avatar the Last Airblender, “namun semua berubah saat ParPol menyerang”. Pemilihan presiden-wakil presiden sudah di depan mata (ya karena di depan kita ada kalendar). Siapa sangka tanggal 9 April 2014 dan entah tanggal berapa lagi akan menjadi nafas segar bagi Indonesia? Atau bahkan menjadi nafas akhir? *ups. “milih sopo?”, “golput ae ya?”, “wes pokok e milih iku ae”, “mboh wes sopo ae iso”, dan masih banyak contoh respon yang keluar dari mulut kita bila disinggung masalah PilLeg dan PilPres.


Kali pertama mendengar ada saudara yang menyampaikan “5 menit untuk 5 tahun”, wow, iya juga ya?? Pembaca yang terhormat, pemilihan seorang “Wakil Rakyat” apalagi Kepala Negara itu apakah untuk 5 tahun saja? Memilih seorang pemimpin apakah hanya untuk 1 periode kepemimpinan? Bila iya, maka jangan pilih saya (Nah lho??). Ada pula yang berpendapat, “5 menit untuk Indonesia 5, 10, 15, 20,..... tahun kedepan!!”. That’s the point! Gue setuju. Karena hidup tidak berubah secara tiba-tiba, namun bisa kita anggap tiba-tiba berubah. Meski nyatanya perubahan itu secara bertahap dan perlahan, sayang sekali sayang tanpa kita sadari itu sudah didesain sedari awal. Siapa sangka bom nuklir bisa mengkontaminasi suatu zona dalam kurun waktu ribuan tahun hanya diawali ledakan dalam sekian detik?


Dan mohon maaf sebelumnya, karena penulis bukan pakar dibidang personalia, HRD, psikologi, dan sejenisnya, mungkin penulis pribadi kurang tahu bagaimana seseorang laik disebut pemimpin, entah dari segi sikap, kebiasaan, watak, cover, dan sebagainya. Namun alangkah baiknya kita berkaca pada seorang figur yang berpengaruh pada dunia, Rasulullah Muhammad SAW. Kepribadian sederhana namun karismatik, memberikan teladan pribadi baik yang nyata, enterpreneur muda, ditambah gelar “al-amin”, jujur nan bertanggung jawab, negarawan nan visioner, dan yang terpenting memegang teguh aqidahnya (dan masih banyak lainnya, kurang opoooooo???). Kepribadian yang dirasa umum mungkin ya? namun dari segi penerapan hanya pelakunya yang inshaaAllah paham manis, asam, asin, pedas, sepet, seret, hambar, hanyep, pahitnya seseorang yang diamanahi sebagai pemimpin umat. Pemimpin itu


Pembaca yang (apa lagi ya??), setidaknya dan semoga saja Anda sudah memiliki gambaran yang nyata seperti apa sih seharusnya Indonesia 5, 10, 15, 20 tahun mendatang. Dan Anda percaya bahwa apa yang Anda bayangkan pasti akan terjadi. Didukung dengan kemauan Anda sebagai pilar bangsa untuk mensukseskan Indonesia. InshaaAllah, saya akan memilih Anda, kelak pada PilLeg dan PilPres *aseeek. Mohon maaf bila banyak kalimat yang kurang dimengerti ataupun redaksional yang kurang tepat. Karena penulis tak lebih baik dari pembaca. Kurangnya silahkan dimaklumi, lebihnya silahkan dikembalikan ke penulis, kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Terima kasih dan wassalamu’alaykum, Pembaca ter........... ^_^ (mw)

Wednesday, February 19, 2014

PERGESERAN LEMPENG "NIAT"


Assalamu’alaykum, Pembaca. Syukur alkhamdulillah kita kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan nikmat kesehatan dan nikmat waktu sehingga kita bisa beraktivitas dengan semestinya. Pembaca yang terhormat, beberapa waktu lalu kita disuguhi sebuah fenomena yang menarik nan dianggap kontroversial, bukan Gunung Kelud lagi, namun tentang pemberitaan shalat berhadiah mobil, umroh, dan haji, hehe. Iya menarik, terbukti ratusan jamaah tertarik tuh. Program yang dilakukan ini diniatkan untuk membuat masyarakat giat beribadah shalat lebih-lebih berjamaah. Tidak tanggung-tanggung 2 unit mobil, dan kesempatan umroh/haji dananya telah disiapkan. Karena dianggap kontroversial, pro kontra pun pasti ada.

Pembaca terhormat, kekhawatiran beberapa masyarakat, termasuk kekhawatiran penulis pribadi hadir bilamana niat sudah sedikit keluar dari rel nya. Memang benar niat hanya diri pribadi dan Allah SWT yang tahu, sedangkan berspekulasi negatif  seenaknya sendiri juga tidak dibenarkan, namun tetap saja khawatir. Akankah niat pergi ke masjid (mohon maaf) mulai tergeser dengan kesibukan ke tukang fotokopi??.. Akankah niat mengambil air wudhu (mohon maaf) mulai tergeser dengan kesibukan fotokopi dan mengumpulkan KTP??.. Dan yang paling dikhawatirkan bagaimana bila niat ibadah karena Allah SWT (mohon maaf) mulai tergeser dengan mobil mewah dan kesempatan umroh/haji??.. Oh Meeen, bukan maksud bersu’udzon, tetapi apa daya pikiran tak sampai hati nurani terdalam. Dan yang membuat penulis heran, apakah program berhadiah ini berlanjut ketika sudah ada yang menang? Apakah berlanjut sampai seluruh jamaah mendapatkan masing-masing 1 unit mobil dan tiket umroh/haji? Lucu rek kalau memikirkan jawabannya, setiap 40 hari harus menyediakan 1 unit mobil baru, dananya diambil dari APBD, nah itu uang loe dipakai beliin mobil baru buat orang lain, ckckck. Ini heranku, mana heranmu? ^_^


Satu lagi, ini yang lebih membuat penulis bingung. Dari sebuah pemberitaan di televisi yang namanya penulis samarkan menjadi “bunga”, ada yang menyebut bahwa cara menarik umat untuk beribadah dengan memberikan hadiah itu pernah dilakukan pada jaman Nabi SAW ketika mengadakan kompetisi shalat dengan khusyu’ dan menghadiahkan salah satu barang milik beliau. Sehingga fenomena seperti itu dianggap tidak menyalahi aturan. Oke itu pendapat orang, bagaimana pendapat Anda? Jangan tanya pendapat saya ya, masih bingung mencari relasinya.


Overall, yuk kita apresiasi salah satu bentuk usaha saudara kita. Sulit memang mengajak, lebih sulit lagi membiasakan, dan alangkah sulitnya mempertahankan, namun manakala murni kita niatkan karena Allah SWT, kita niatkan sebagai jalan dakwah, bismillah, Allah SWT pasti akan menunjukkan kebenaran dan kebermanfaatan semua perintah-Nya kepada kita, entah itu sekarang ataupun nanti. Dan yang terpenting, yuk selalu berdo’a agar niat kita selalu diluruskan oleh Nya, bila kita merasa mau akan hampir saja nyaris mepet-mepet (#alay) keluar rel jangan lupa beristighfar dan meniatkan kembali dengan sepenuh nyawa. Penulis belumlah menjadi orang yang sebaik-baiknya telah dikatakan, masih belajar menjadi orang yang baik sebenar-benarnya, pun penulis tak lebih baik dari pembaca terhormat sekalian. Kurang lebihnya mohon maaf, semoga bermanfaat, terima kasih, Wassalamu’alaykum, Pembaca. :)

Saturday, February 1, 2014

DARURAT BENCANA BIN DARURAT MORAL


Assalamu’alaykum, Pembaca. Syukur alkhamdulillah kita kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan nikmat kesehatan dan nikmat waktu. Bismillah, sudah lama tidak posting opini, kali ini sedikit balik kepada kontroversi beberapa tayangan yang kini hadir di channel televisi kita. Sebut saja acara yang isinya “guyonan” tanpa arah dan joged-joged yang aduhai. Banyak yang menganggap beberapa tayangan tersebut terkesan merusak moral bangsa dan kurang mendidik. Namun pro-kontra tetaplah ada.

Satu sisi, kubu yang masih ingin ber-positive thinking berpendapat tayangan tersebut hadir untuk menghibur masyarakat yang kian jenuh dengan masalah yang terjadi di Indonesia. Masyarakat perlu bersenang-senang, perlu bersantai ria. Masyarakat pun dibuat sedikit tidak tegang memikirkan segala masalahnya. Dilain sisi sebuah koin, kubu yang sudah tidak ingin ber-positive thinking karena merasa nyatanya sudah melihat berbagai hal negative, menganggap acara tersebut justru memperburuk keadaan bangsa. Beberapa hal juga dianggap “mengeksploitasi” hak asasi dan aib seseorang. Lebih-lebih generasi muda penerus bangsa kini sudah kalah telak karena sukses menjadi target. Dilain sisi koin lagi (Koin punya 3 sisi??..), penayangan acara semacam itu ternyata dipengaruhi oleh “rating” dan tanggapan dari penonton. Alhasil “rating” digunakan oleh stasiun penayang program tersebut untuk mempertahankan acara tersebut, so I can say, they’re Pro. Pro dan kontra, 2:1, secara umum sekarang seperti itu. Kalau penulis pribadi cenderung untuk memperkuat kubu kontra, hehe. Alasannya???....


Bangsa Indonesia yang kini dikata sedang “Darurat Bencana”, sepertinya akan bertambah lagi menyandang status “Darurat Moral”. Belum cukup rasanya sebagian besar wilayah darat di Indonesia tergenang air bah yang bukan main efeknya. Sering kita lihat di televisi, rumah terendam 3 meter, kendaraan terseret arus, penduduk dilaporkan hanyut dan ditemukan terdampar di benua lain (Nah!). Bagaimana dengan yang rumahnya tiba-tiba rusak tersena hempasan badai ala Indonesia? Belum lagi yang tebing longsor, alhasil yang mau pulang kampung harus di delay karena jalanan tertutup material longsor. Bagaimana dengan saudara kita di kaki gunung yang sudah bangun dari masa hibernasinya? Setiap hari harus melihat indahnya erupsi, menikmati awan panas yang meluluhlantahkan segala yang dilewatinya. Apa lagi? Gempa? Tsunami? Naiknya permukaan laut? Kebakaran hutan? Berapa banyak manusia yang sudah mendapat “hadiah” berupa teguran bencana atau bahkan teguran kematian?.. Miris ketika musibah dianggap sebagai musibah saja. Sedih saat melihat banyak yang belum sadar sekalipun musibah sudah menimpa. Kecewa saat mendengar bahwa “itu hanyalah musibah yang sudah rutin melanda kawasan kami”. Pembaca, bukan bermaksud aneh-aneh, pernahkah kita berpikir bahwa bencana adalah teguran atas sikap, moral, akhlak, ketaatan kita kepada Allah SWT? Pertanyaan intinya, apakah ada keterkaitan atau relasi antara keduanya?.... :)


Lain merasa kesusahan dan kesedihan, lain rasanya “merasa” bersenang-senang. Tayangan yang hanya mengumbar aib seseorang, terkesan mengeksploitasi hak asasi, bahkan menebarkan virus-virus sensualitas (maaf bila kurang sopan). Tegakah Anda melihat saudara Anda berjoged tidak jelas? Tegakah Anda melihat kerabat Anda dibujuk untuk melakukan hal-hal yang melecehkan kehormatannya sendiri? Tegakah Anda 1 generasi Indonesia kedepan sudah berada diambang batas “kebobrokan” bangsa?.. Bersenang-senang itu asyik, tertawa itu menurunkan rasa stres, bergembira itu membawa ketenangan untuk diri yang sudah dilingkupi kepenatan. Tapi apa harus dengan cara itu? Menggadaikan moral? Menggadaikan akhlak? Menggadaikan keilmuan kita?.... :(


Oh meeen, Penulis pribadi khawatir saat mendengar ada yang mengatakan “jangan-jangan bencana yang mereka tanggung adalah akibat perbuatan kita”, meskipun tidak menutup kemungkinan itu murni teguran untuk mereka. Dan entah benar atau tidak silahkan dipikirkan, namun Penulis pikir ada relasi antara bencana alam dan moral suatu kaum, hehe menilik kaum-kaum terdahulu saat jaman Nabi yang kisahnya ditimpakan suatu musibah akibat perbuatan kaum tersebut yang sudah “keterlaluan”. Overall, yuk kita sama-sama memperbaiki kualitas diri kita. Memperbaiki kualitas keimanan kita kepada Allah SWT dan memperbaiki kualitas kepedulian kita terhadap umat. Bila ada yang tertimpa musibah, yuk membantu. Bila ada yang tertimpa musibah moral, yuk sama-sama saling mengusahakan perbaikan kearah yang lebih baik dan benar. Terima kasih sudah membaca curhatan saya, maaf bila panjang lebar kali tinggi, sekali lagi ini adalah opini yang inshaAllah tidak bermaksud buruk. Ini opini saya, saya tunggu opini Pembaca terhormat, wassalamu’alaykum.... ^_^