“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan
anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah
pahala yang besar”, QS. Al-Anfaal: 28.
Assalamu’alaykum,
Pembaca, syukur alkhamdulillah kita
telah dipertemukan dengan bulan Ramadhan, bulan yang penuh ampunan dari-Nya,
semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita yang telah lalu. Dan kini, bulan Syawal
serta 11 bulan kedepan, semoga kita tidak pernah berputus asa dari memohon
ampunan atas dosa yang pasti kita lakukan kedepannya. Tak lupa penulis ucapkan
selamat Hari Anak Nasional, 23 Juli, teruntuk kalian-kalian yang berstatus
sebagai “anak”. Bukan hanya anak kecil maupun adik-adik kita namun juga kita
yang secara fisik telah dewasa ataupun tua, karena sejatinya kita semua adalah
anak dari ibu-bapak kita, benar?
Pembaca
yang terhormat, secara tekstual terjemahan dari ayat Al-Qur’an di atas
menunjukkan bahwa “anak” sesungguhnya merupakan cobaan bagi kedua orang tua
kita, atau bahkan cobaan bagi keluarga kita, masyarakat, juga bangsa ini. Teruntuk
anak-anak termasuk diri penulis pribadi, sadarkah bahwa diri kita berstatus
“cobaan”? Apakah hadirnya kita membawa dampak positif atau justru sebaliknya?
Apakah yang kita perbuat menunjukkan betapa terdidiknya kita atau justru
sebaliknya? Apakah diri kita menjadi salah satu jalan bagi orang lain terutama
keluarga kita untuk mendapatkan kenikmatan tiada duanya atau justru siksaan
tiada henti di akhirat kelak? Bila sudah sadar bahwa kita, sebagai anak, adalah
“cobaan” yang nyata bagi keluarga kita, tentunya kita harus berusaha
mengerahkan dan mengarahkan setiap langkah dan semangat kita kepada hal-hal
yang berdampak positif untuk kehidupan akhirat kelak yang insyaaAllah akan berdampak positif pula pada kehidupan kita di
dunia, setuju?
Anak-anak
yang terhormat, hehehe, sikap, sifat,
dan keseharianlah yang biasanya dinilai orang lain sebagai bentukan dari
lingkungan tak terkecuali keluarga kita. Tentunya kita harus bersikap,
bersifat, dan melakukan hal-hal yang baik saja dalam koridor islam dengan syarat
dan ketentuan bahwa tanpa ada niat untuk pamer terhadap hal-hal yang kita
lakukan.
Anak
yang #SadarCobaan, sadar bahwa
kehadirannya berbanding lurus dengan bertambahnya pengeluaran keluarga.
Ingatlah bahwa kita menjadi sebesar ini, mengenyam pendidikan setinggi ini,
tidak lain tidak bukan adalah hasil jerih payah keluarga kita. Keluarga membiayai
sekolah kita, jangan sampai kita justru tidak mensyukurinya dengan 1001 cara,
sebut saja nongkrong tanpa arah, shopping
barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, mentraktir rekan-rekan hanya
agar dipandang dermawan nan supel, tidak menggunakannya untuk membeli buku
penunjang sekolah, apalagi sampai jatuh pada gemerlap dunia game online yang menduakan waktu hidupmu
ataupun jatuh pada nikmatnya dunia rokok-merokok yang menggadaikan nyawamu
serta rekanmu. Bukan tidak mungkin kelak keluarga harus mempertanggungjawabkan untuk
apa hartanya dipakai? Bagaimana bisa digunakan oleh anak untuk hal yang tidak
bermanfaat? Bagaimana peran keluarga dalam mendidik anak tentang darimana harta,
dibelanjakan untuk apa, digunakan untuk apa saja?
Anak
yang #SadarCobaan lebih memilih mengelola
uangnya untuk membeli perlatan penunjang pendidikan, membeli buku pelengkap
khasanah keilmuan islam kita, sengaja menyisihkan sebagian untuk didonasikan
atau disedekahkan rutin, syukur-syukur sengaja menyisihkan sebagian untuk bekal
masa depan. Dan alangkah hebatnya seseorang bila sebagian lagi dimanfaatkan
untuk merintis usaha kecil-kecilan sebagai langkah nyata menuju anak yang #MandiriFinasial dengan harapan mencoba
mengurangi pengeluaran keluarga.
Anak
yang #SadarCobaan, sadar bahwa
identitas islam harusnya sudah mendarah daging tidak hanya yang tertera pada
KTP. Salah satunya adalah penampilan, laki-laki maupun perempuan, sudahkan
menjaga “kehormatan” kita dengan pakaian taqwa? Dengan pakaian yang sesuai
syariat islam? Seorang muslimah tidak perlu lagi bingung bilamana dihadapkan
dengan berbagai mode pakaian, mulai dari atas hingga bawah yang serba ketat
seketat jajanan tradisional lepet, atau yang hijabnya masih menerawang indah
mahkota dibaliknya, atau model hijab yang aduhai serumit jalanan dipemukiman
padat penduduk, model rainbow roll cake
yang warna-warni digulung muter-muter kesana kemari, hingga model yang
terinspirasi dari eksotisnya bentuk candi, tumpeng, dan punuk unta, atau model
hijab sederhana beraksesoriskan kiloan perhiasan mulai dari pernak-pernik, batu
permata nan mulia, hingga batu akik.
Anak
yang #SadarCobaan, bilamana seorang
muslimah, sudah pasti say yes to hijab
syar’i, tidak ada namanya mahkota dikibas-kibaskan kesana kemari. Hijab
terpilih sudah pasti yang kerudung yang sederhana, tidak dimodel yang aduhai,
tidak menerawang alias warna gelap dan agak tebal atau berlapis, dipadu dengan
busana longgar yang tidak membentuk lekuk tubuh dari atas hingga bawah, dan
jauh lebih cantik dan pantas mengenakan rok, tampil rapi sebagai muslimah
seutuhnya. Muslimah yang #SadarCobaan,
sadar bahwa diri yang tidak berhijab sesuai syariat bisa menjadi salah satu
jalan mulus bagi keluarga untuk gagal mencium bau surga yang sebenarnya bisa
tercium dari jarak yang cukup jauh, naudzubillah.
Anak
yang #SadarCobaan, sadar bahwa lisan
adalah harimau, lisan adalah pisau, lisan adalah salah satu hal yang mendapat
prioritas urgent untuk dijaga. Bukan hal langka lagi seorang anak kecil sudah
fasih mengumpat ini itu dengan kecepatan 1 umpatan perdetik, atau seorang anak
yang terlalu banyak bercanda tertawa saling hina dengan rekannya, atau seorang
anak yang tidak ragu untuk ceplas ceplos
ini itu tanpa dipikir dahulu dengan siapa dia berceplas-ceplos ria. Bukan tidak mungkin kelak keluarga harus
mempertanggungjawabkan bagaimana mendidik lisan anak yang seharusnya bisa
terjaga dari pembicaraan tidak bermanfaat, seharusnya bisa digunakan untuk
mengedepankan berpikir sebelum berbicara/bertindak, seharusnya bisa jauh lebih
banyak mengingat Allah ta’ala, namun
pada kenyataan berkata sebaliknya.
Anak
yang #SadarCobaan, sadar bahwa lisan
sebaiknya diam daripada berbicara hal yang tidak perlu. Lisan sebaiknya
dikontrol dari perkataan yang menyayat hati terutama dalam candaan tak bermutu
maupun saat amarah menginvasi diri. Lisan sepantasnya banyak mengingat Allah ta’ala dengan banyak bersyukur dan
beristighfar. Syukur alkhamdulillah
bila lisan ini lebih senang tilawah Al-Qur’an daripada tilawah komik,
novel-novel gak jelas sumber galau, atau tilawah ramalan berdasarkan bintang,
golongan darah, cara duduk, nomor sepatu, nomor telepon, atau apalah itu.
Syukur alkhamdulillah bila lisan ini
lebih senang muraja’ah Al-Qur’an
daripada berlelah-lelah muraja’ah
keburukan dan aib rekan alias nggosip. Syukur alkhamdulillah bila lisan ini kelak menjadi jalan bagi keluarga
kita untuk memperoleh persembahan tiada duanya, penghargaan super spesial berupa
jubah dan mahkota dari cahaya, dari para hafidz-hafidzah
yang tidak lain adalah anaknya, ya, anaknya! Allahumma aamiin.
Dan
seorang anak yang #SadarCobaan, sadar
akan peringatan “hai orang-orang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan”, QS. At-Tahrim: 6.
Seorang
anak yang #SadarCobaan tidak akan
pernah absen mengambil bagian dalam hal mendo’akan diri beserta keluarga agar
Allah ta’ala senantiasa menaungi
keluarganya dalam ketaatan dan niat yang benar, agar keluarganya senantiasa
dimudahkan untuk mengingat Allah dalam kondisi lapang maupun susah, agar
keluarga diberikan rizki yang halal lagi thayyib,
serta berdo’a agar kelak dihindarkan dari Neraka yang menyala-nyala dan
bersama-sama dipertemukan di dalam Surga-Nya, Allahumma aamiin.
Akhirnya,
penulis memohon maaf atas perkataan yang kurang berkenan, pujian dalam bentuk
apapun tidak ada apa-apanya melainkan hanya cobaan yang kian menambah list cobaan bagi penulis maupun Pembaca
sendiri, namun kritik sekecil apapun itu yang membangun insyaaAllah akan bernilai. Masih banyak hal baik lainnya yang bisa
kita usahakan sebagai seorang anak yang sadar bahwa dirinya adalah cobaan. Yuk
sesama anak-anak kita sama-sama memperbaiki diri, mempelajari islam secara
kaffah serta berusaha menerapkannya, terutama saling mengingatkan dan berlomba
dalam kebaikan. Wassalamu’alaykum,
Anak-anak. (mw)
No comments:
Post a Comment