Assalamu’alaykum,
Pembaca. Alkhamdulillah, inshaaAllah Pembaca sekalian sudah mulai
berpuasa ya, atau ada yang belum? Semoga niat puasa selalu bisa kita jaga
sebaik mungkin. Tak hanya niatnya namun juga segala tindakan selama puasa itu
juga diharapkan sebaik niatnya. Pembaca yang terhormat, suatu hal yang menarik
saat melihat banyak sinetron remaja, yang sedikit banyak juga menggambarkan
kenyataan dikeseharian remaja saat ini. Sering yah dengar ada seorang laki-laki
atau perempuan pada pasangan jenisnya kata ajaib nih saat memanggil langsung atau via media apa gitu: “sayaaang”, “bebeeb” (asline bebek), “say”, “papa/mama”, dan sebagainya lah ya yang ngakunya gak alay pasti ya tahu. Panggilan
pasangan (bahasa ekstrimnya pacar) mereka pasti disambut dengan gembira, hati sumringah, berbunga-bunga karena
dipanggil oleh si kekasih, benar? Bahkan orang lain yang sama-sama memanggil
tidak dihiraukan, hanya menghiraukan panggilan si kekasih, benar? Because it is a time to take a date with
him/her! Just a view time (hours exactly!) And share everything (nonsense
absolutely!) in this day, right?. Bila benar, berarti Anda suka lihat
sinetron, hehe, guyon rek. Hal ini saya yakin juga banyak terjadi dimasyarakat,
mungkin juga yang baca ini langsung kesinggung (ups maaf, sengaja kok).
Bagaimana bila “yang punya” si kekasih itu yang memanggil kita? Memanggil untuk
mendekatkan kita padanya tapi justru menjauhkan kita dari kekasih kita? Akankah
kita menolak? Ataukah kita nurut? Hehe. Panggilan yang penulis maksud bukan
panggilan orang tua si kekasih lho
tapi panggilan Allah kepada kita melalui kumandang adzan. It is time to take a date with Allah! A view time (exactly), share (and
ask/wish) everything for our life (not only this day!). Dan meninggalkan
sementara segala kekasih (baca: aktivitas) yang biasa kita lakukan. Hmmm, pasti beda bila pasangan (yang
ngakunya pacar) sepertinya lebih berpotensi menghalangi kita memenuhi panggilan
Allah dan pasangan (bukan pacar! Tapi suami/istri) inshaaAllah (dan seharusnya) justru mengajak kita memenuhi
panggilan Allah tersebut. Asyiiiiik.
Intinya yang banyak disinggung bukan (hanya) masalah pasangan tidak sah atau pasangan
sah, tapi respon kita terhadap panggilan spesial Allah pada kita.
Pembaca
yang terhormat, sering kita dibiasakan kalau ada adzan ya didengarkan, sudah, stop, titik, berhenti sampai didengarkan
saja, lanjut keaktivitas yang tadi terhenti sejenak. Sama dengan kita dipanggil
oleh kekasih kita namun kita cuekin
saja, bagaimana perasaan dia? Bisa jadi ngambek,
marah, jadi cuek balik. Saat Allah
memanggil kita untuk kembali mendekatkan diri pada-Nya, apakah kita akan cuek juga? Salah satu guru saya pernah
berkata bahwa kumandang adzan di masjid, mushola, itu bukan untuk didengarkan
(saja) tetapi juga untuk didatangi. Penulis juga pernah membaca disuatu buku
dituliskan bahwa ketika kita mendengar suara adzan, maka dengan segera kita
sembari melangkahkan kaki kita ke masjid atau mushola (sumber suara adzan)
tadi, dengan semangat dan harapan bisa mengisi shaf terdepan dan tidak
tertinggal takbir pertama dalam shalat. Betapa sayangnya Allah pada kita, memberi
kesempatan untuk “menemui” dan memohon segala hal baik pada-Nya. Pun saat
melangkahkan kaki ke masjid inshaaAllah
menjadi amalan baik juga, kalau kata guru saya, dihapuskan 1 keburukan,
dicatatlah 1 (atau lebih) kebaikan disetiap langkahnya. Beda sekali kalau
kekasih yang memanggil, bisa saja di jalan malah tersandung, aku terjatuh dan
tak bisa bangkit lagi (lagune sopo yo??).
Banyak kan manfaatnya?? Itupun inshaaAllah
hanya setetes manfaat yang bisa tersampaikan, padahal kalau lautan jadi tinta
untuk menulis ilmu Allah, niscaya akan habis dan bahkan kurang. Dan maanfaat
lainnya inshaaAllah bisa diketahui
dengan mengkaji kitab bersama “guru” yang memang berkompeten, apalagi dibulan
ramadhan ini, inshaaAllah kajian
islam juga semakin banyak diminati.
Penulis
mohon maaf karena penulis tentu tak lebih baik daripada Pembaca sekalian, bukan
karena lebih baik lalu mengingatkan, tapi mengingatkan orang lain utamanya
pasti mengingatkan diri sendiri juga yang paling banyak kurangnya. Pada intinya
saling menasehati dalam perbuatan baik dan kesabaran kan? Oleh karena itu yuk
sama-sama memahami panggilan Allah ini dengan sebaik mungkin. Sabar berpuasa yeee, minimal ya sabar menahan lapar dan
dahaga plus nafsu biologis, kalau intermediate ditambah menahan dan
menjaga perbuatan dan lisan kita, kalau advance
dimaksimalkan dengan benar-benar menjaga hati kita dari segala hal yang
berpotensi mengurangi faedah puasa untuk kita. Terima kasih atas kesediaannya
membaca dan wassalamu’alaykum. (mw)