Assalamu’alaykum,
Pembaca tercinta. Syukur alkhamdulillah
kepada Allah ta’ala atas segala
nikmat islam, iman, ilmu, sehat, waktu, dan syukur alkhamdulillah atas segala cobaan yang silih berganti. Begitulah
kiranya bentuk cinta Allah ta’ala
kepada hamba-Nya. Dan alkhamdulillah
hari ini bertepatan tanggal 14 Februari dalam penanggalan masehi oleh karena
itu ijinkan saya dari lubuk hati terdalam mengucapkan “Selamat Hari Sabtu,
Pembaca tercinta!”.
Pembaca
yang terhormat, 14 Februari merupakan tanggal yang tidak asing bagi
mereka-mereka khususnya para remaja, muda-mudi yang sedang mencari jati diri. Sebuah
peringatan bertajuk cinta dan kasih sayang, “Valentine Day” atau seringkali
diartikan “Hari Kasih Sayang” yaaa
meskipun kalau lihat kamus atau buka google
translate, “Valentine” artinya bukan kasih sayang. Nah, apa sih Valentine Day itu? Mengapa diperingati
khususnya oleh muda-mudi? Siapa yang boleh memperingati? Apa kata mereka
tentang peringatan ini?
Pembaca
yang terhormat, silahkan tanya google
dan cari dengan keyword “Valentine
Day” pasti dia bisa jawab dengan berbagai versi kisah terkait Valentine. So pasti penulis tidak akan membahasnya.
Bukan
rahasia lagi kini pegiat anti-Hari Valentine mem-blow up berbagai penyimpangan terkini dalam peringatan ini seperti
remaja yang kian “liar” dalam memaknai cinta, maraknya “(ber)hubungan” diluar
nikah atas dasar suka sama suka, hingga pembelian sesuatu dengan bonus k*****
khusus pada tanggal ini. Inilah bentuk cinta antimainstream mereka yang begitu kritis dan ingin menyampaikan
betapa menakutkannya cinta bila keluar dari relnya #Anjlok.
Ada
pula yang mem-blow up anjuran untuk
menikah sebagai jalan utama mengatasi masalah perzinaan yang kian meremaja.
Ketika coklat dan bunga diberikan dengan nafsu belaka, saatnya buku nikah dan
mahar diberikan dengan penuh tanggung jawab kepada Allah, mertua, dan pasangan
sah #AsliSoSwit. Itulah bentuk cinta
mereka yang ingin generasi penerus Indonesia tidak jatuh (lagi, lagi, dan terus)
kedalam jurang perzinaan.
Ada
juga kelompok yang mem-blow up aksi
Gerakan Menutup Aurat #GEMAR dengan agenda bagi-bagi hijab sebagai counter-isu
pada umumnya dan sebagai bentuk ajakan untuk kembali kepada syari’at islam,
ajakan untuk taat kepada Allah ta’ala
dengan mengenakan jilbab, kerudung, dan sejenisnya khusus untuk kaum hawa. Pun
kaum adam juga harus menutup aurat, mungkin bisa bagi-bagi sarung.
Perlu
(dan harus) kita apresiasi perjuangan saudara-saudari kita yang mengupayakan perbaikan
diri dan perbaikan bangsa Indonesia dengan mengedepankan syari’at agama yang rahmatan lil’alamin, bukan dengan
mengedepankan budaya dan kebiasaan yang jelas-jelas banyak mudharatnya. Itu
cerita cinta mereka yang peduli dengan bangsa Indonesia.
Pembaca
yang dirahmati Allah, berbicara cinta tentulah Rasulullah Muhammad menjadi
teladan dan bukti suksesnya cinta yang tidak keluar dari relnya. Sebagai umat
islam, penulis percaya bahwa Pembaca sekalian tidak lagi awam dengan kisah saat
Rasulullah dengan sabar dan istiqomah
menyuapi seorang yang buta dan selalu menghina beliau. Dan orang buta tadi
masuk islam ketika tahu bahwa yang biasa menyuapinya adalah Rasulullah.
Rasanya
juga tidak awam dengan kisah seorang badui yang buang air di dalam masjid dan
hendak dimarahi oleh sahabat. Namun dengan bijak Rasulullah membiarkan badui
tersebut dan meminta sahabat untuk membersihkan bekasnya hanya karena badui
tersebut belum tahu adabnya.
Kita
juga tidak asing dengan kisah saat Rasulullah selalu dihina dan dilempari
sesuatu yang menjijikkan oleh seseorang. Manakala orang tersebut sakit
Rasulullah menanyakan keberadaannya dan dengan senang hati ingin membesuk/
menjenguk sembari membawa roti untuk orang tersebut. Orang tersebut menangis
lalu menyatakan masuk islam ketika tahu bahwa Rasulullah lah orang yang pertama
menjenguknya.
Dan
satu lagi kisah saat Rasulullah diakhir usianya, siapa yang beliau ingat? Putri
beliau? Istri beliau? Sahabat beliau? Tentu kita tahu beliau berkata yang
artinya “umatku, umatku, umatku”.
Pembaca, betapa cinta Rasulullah begitu besar kepada umatnya, bahkan diakhir
usianya beliau ingat pada kita! Cinta semacam itu tidak lain tidak bukan, pasti
didasari bukan karena suka sama suka, namun karena cinta hanya kepada Allah ta’ala. Cinta inilah yang tidak keluar
dari relnya. Begitulah cerita cinta ala Rasulullah terhadap umatnya.
Pembaca
sekalian, 14 Februari adalah hari biasa sebagaimana hari lainnya. Namun tidak
ada salahnya bila hari ini kita melakukan hal yang lebih baik dibandingkan
tanggal 13 Februari kemarin. Berhubung hari sabtu, kita bisa berkumpul dengan
keluarga dan melakukan hal yang disukai. Saat mereka diluar sana bertukar
coklat, bersama keluarga kita bertukar cerita, sharing masalah sekolah/ perkuliahan, sharing masalah pekerjaan, atau sekedar bincang-bincang hangat
sekaligus mempererat kekeluargaan.
Atau
disaat mereka sedang deg-deg-an
membaca surat cinta dari “pasangan” mereka, kita dengan tenang dan kalem
membaca Al-Qur’an dan memperbanyak dzikir ataupun membaca buku-buku yang
bermanfaat.
Saat
mereka nun dekat disebelah saling memberi hadiah kepada “pasangan”nya, kita
dengan hati yang ikhlas memberi sedekah dan infaq
kepada yang membutuhkan atau bahkan memberi hadiah kepada saudara-saudari kita.
Disaat mereka saling mengucap “I love yu”, “Aku suka kamu”, “Gue naksir
loe”, “Aku tresna kowe (kowe = anak
monyek dalam bahasa jawa)” atau cipika-cipiki saat bertemu, kita senantiasa
mengucap “Assalamu’alaykum” sembari
berjabat tangan saat bertemu saudara kita (kalau saudari cukup salam deh ya, hehe). Dan masih banyak hal baik yang
bisa kita lakukan syukur-syukur tanggal 15 Februari besok lebih baik dari
tanggal 14 Februari. Ini cerita cintaku, mana cerita cintamu??
Pembaca
yang terhormat, penulis memohon maaf bila ada perbedaan pemikiran bahkan
pendapat dari penulis yang kurang berkenan. Kritik dan saran yang membangun
selalu ditunggu, itulah bukti cinta dan kasih sayang Pembaca. Karena penulis
tidak lebih baik dari Pembaca. Yuk
sama-sama memperbaiki diri dan berwasiat dalam hal kebaikan. Wassalamu’alaykum, Pembaca tercinta. (mw)